SATELITNEWS.ID, SERPONG—Rencana pembangunan Pembangkit Listrik menjadi Energi Listrik (PLSE) di Cipeucang Kecamatan Serpong Kota Tangerang Selatan menemui hambatan terjal. Kendala muncul setelah Asian Development Bank (ADB) menyatakan tidak merekomendasikan pembangunan PLSE di Cipeucang.
Keputusan ADB itu terungkap dalam tindak lanjut proyek berdasarkan surat Kementerian Keuangan RI no. S- 104/PR/2022 dan hasil evaluasi tim ADB, Rabu (20/7). Setelah mempertimbangkan berbagai aspek, ADB menyarankan pemindahan lokasi PLSE.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Wahyunoto Lukman menjelaskan bahwa ADB menjelaskan beberapa dampak kemungkinan terjadi jika PLSE dibangun di Cipeucang. Baik dalam aspek sosial, ekonomi dan lainnya.
“Asesmen sudah dilakukan sejak tahun 2020 dan hasilnya juga menjelaskan beberapa kendala,”ujar Wahyu.
Selain itu, pada asesmen tahun itu juga diketahui bahwa TPA Residu yang dimiliki tidak mencukupi standar. Kemudian kemiringan lahan yang curam sehingga keadaan lahan tidak memungkinkan untuk dijadikan PLSE.
Kemudian asesmen juga dilakukan pada tahun 2021 yang mana hasil dari asesmen tersebut menyampaikan bahwa Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane tidak memberikan izin terhadap Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk membangun PLSE pada lokasi tersebut. Menurut BBWS, Lahan yang tersedia di Cipeucang hanya memiliki kapasitas fasilitas pengolahan sampah yang kecil. Sehingga memiliki tingkat tipping fee yang lebih tinggi.
Adapun risiko yang bisa saja diakibatkan dari pembangunan ini adalah kawasan permukiman dan masyarakat yang sensitif (misalnya, sekolah, masjid, kantor pemerintah, dan puskesmas) berjarak semakin dekat dengan fasilitas pengolahan sampah (kurang dari 100 meter).
Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) perlu menetapkan langkah-langkah pengurangan teknis yang lebih ketat untuk menghindari risiko lingkungan dari gangguan-gangguan seperti bau, kebisingan, dan dampak visual, yang menyebabkan biaya lebih tinggi.
“Pengawasan ekstra oleh PJPK juga diperlukan untuk memenuhi peraturan terkait zona penyangga. Risiko persepsi sosial yang negatif dapat masih bertahan, atau bahkan menjadi lebih besar, meskipun terdapat langkah-langkah pengurangan teknis tersebut,” ujar Wahyu.
Wahyu menjelaskan, ADB pun memberikan alternatif langkah yang harus diambil Pemkot, yakni Jika Pemkot Tangsel bersedia menjajaki pilihan lahan di luar wilayah, ADB dapat mendukung untuk melakukan studi penilaian lahan untuk alternatif lokasi baru. (irm/bnn/gatot)