SATELITNEWS.ID, SERANG – Penyidik Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Banten, ungkap sindikat penadah motor tanpa surat kepemilikan dengan cara dikanibalisasi. Yakni, AH alias Baba (38) dan MK (62), keduanya merupakan warga Iran.
Diketahui, aksi mereka sudah dua tahun dan terungkap tiga kali pengiriman menggunakan jalur laut dengan skala besar.
“Mereka sudah tiga kali pengiriman. Pertama ada 20 Unit, kedua ada 40 unit, ketiga, ada satu kontainer sekira 70 unit. Mereka mengirim menggunakan jalur laut,” kata Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol Shinto Silitonga, kepada para wartawan, pada Konferensi Pers di areal Outdoor Bidhumas Polda Banten, Kamis (21/8/2022).
Shinto menceritakan, mendalami dugaan sindikat tersebut bermula dari kecurigaan penyidik dari sumber transaksi tersangka MFR alias Robi (19) dibantu oknum LSM bernama Ade keduanya dari Pandeglang. Mereka, kata Dia, melakukan transaksi sebanyak dua kali.
Pertama di salah satu residence di Kelurahan Karang Tanjung, Pandeglang. Kedua di Benggala, Kota Serang.
“Berdasarkan dua temuan, atau fakta bahwa ada kendaraan jenis motor Honda yang tidak dilengkapi dengan surat-surat maka dilakukan pendalaman terhadap saudara Robi. Tersangka Robi menyebutkan ada sumber barang lainnya yaitu dari berprofesi sebagai oknum LSM di Pandeglang. Ade oknum LSM saat ini masih di kejar atau DPO,” tandasnya.
Robi dan Ade, terang Shinto, mendapatkan dukungan dana dari AH alias Baba (38) warga asing. Setiap motor hasil transaksi Robi langsung dibawa ke gudang PT Garuda Surga Hondalux perusahaan penyertaan modal asing beralamat di Gang Nusa Indah, Ciracas Jakarta Timur.
Rata-rata Robi menerima Rp21 juta per unit dari Baba. Setiap transaksi Baba untuk mengumpulkan unit kendaraan bermotor merupakan dana dari MK yang juga merupakan warga Iran.
Menurut Shinto, Kantor perusahaan penanaman modal asing ini sudah berlangsung selama 10 Tahun berkantor di Jl.MT.Haryono, Tebet Jakarta Selatan bergerak pada bidang usaha perdagangan besar motor baru, motor bekas, dan suku cadang.
“Robi dan Baba mendapatkan keuntungan masing-masing sebesar Rp500 ribu hingga Rp1,5 juta per transaksi. Uang transaksi diterima seca transfer dari MK. Transaksi bukan dua kali bahkan sudah mencapai 10 transaksi,” ujarnya.
Penyidik, kata Shinto, selian menangkap Robi, Baba dan MK juga mengamankan sejumlah alat bukti, diantaranya ditemukan 43 unit motor yang dalam kondisinya sudah terurai. Kendaraan yang sudah terurai itu dimasukkan dalam valet atau kemasan kardus untuk ekspor.
“Kotak-kotak yang siap untuk ditransaksikan berdasarkan pengalaman terhadap saudara MK maka didapat informasi oleh penyidik bahwa MK sudah melakukan proses eksportasi barang-barang ini ke luar negeri sebanyak tiga kali. Total barang bukti semuanya ada 48 unit,” terangnya.
Shinto menduga, para sindikat ini melakukan transaksi dengan jaringan ke bawah, bukan hanya di wilayah hukum Polda Banten, tetapi juga di Bekasi, hingga ke Lampung. Karena itu Kata Dia, harus dialami apakah berasal dari penggelapan atau kejahatan lainnya.
“Meraka mendapatkan barang bukan hasil kontrak langsung berkontrak dengan produsen atau dengan misalnya dengan Astra dengan Suzuki dengan Honda sehingga transaksi di antara mereka bisa diikat secara formal,” pungkasnya.
Kata Shinto, dengan peristiwa melawan hukum ini maka jaringan sindikasi dikenakan pasal berlapis 480 KUHP dan pasal 481 KUHP yang kita contohkan dengan pasal 55 KUHP. Atau secara bersama-sama melakukan kejahatan penanganan hasil tidak pidana dengan ancaman pidana 4 sampai 7 tahun penjara.
“Kemudian sesuai dengan tersangka di dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 khususnya pasal 57 ayat 2 maka terhadap tersangka yang berkebangsaan asing. Sekali lagi tersangka yang berkebangsaan asing penyidik memberikan waktu untuk tersangka dapat menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya yang ada di Indonesia,” terangnya.
Kasubdit Jatanras Polda Banten Kompol Akbar Baskoro meminta, kepada baik dealer maupun kepada lembaga-lembaga finance untuk bisa menghubungi pihak penyidik.
Karena, penyidik menyakini kendaraan yang sudah di pak dalam palet maupun masih utuh berasal dari pembiayaan perusahaan.
“Kami berkeyakinan bahwa kendaraan kendaraan yang ada di depan kita maupun yang sudah ada di dalam palet itu berasal dari pembiayaan pembiayaan perusahaan yang ada di lokal. Misalnya saat pengkreditan dengan menggunakan identitas palsu di mana si pemohon kendaraan tidak mengeluarkan identitas resminya,” imbuhnya. (mg1)