SATELITNEWS.ID, SERANG – Pemprov Banten menanggung beban anggaran paling besar, dibandingkan dengan Kabupaten dan Kota. Hal itu, sesuai kesepakatan bersama terhadap skema pembiayaan Pilkada yang dilakukan melalui cost sharing.
Anggaran Pilkada 2024 disepakati untu Bawaslu Provinsi Banten mengalami kenaikan dari yang semula diusulkan Rp97 miliar menjadi Rp101 miliar lebih atau naik Rp4 miliar lebih.
Sedangkan untuk usulan anggaran KPU, justru mengalami evaluasi yang semula diajukan sebesar Rp537 miliar menjadi Rp499 miliar atau terevaluasi sebesar Rp38 miliar.
Hal itu, diakui oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti, seusai mengikuti penandatanganan berita acara kesepakatan komponen pembagian beban pembiayaan Pilkada serentak tahun 2024 di Pendopo Gubernur Banten, Selasa (30/8).
Rina mengatakan, memang semula KPU Provinsi Banten mengajukan anggaran sebesar di atas. Namun setelah dilakukan verifikasi secara keseluruhan, terdapat evaluasi atau koreksi dari besaran anggaran yang diusulkan itu.
“Benar. Itu besaran anggaran hasil dari verifikasi,” tandasnya.
Rasionalisasi tersebut ujarnya, berdasarkan dari Surat Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor s.138/mk.02/2020 tentang standar satuan harga untuk honor badan add hock seperti PPK, PPS dan KPPS. Dari data yang didapat, besaran anggaran yang diusulkan itu, 63,72 persennya diperuntukkan honorarium ad hock baik di Provinsi maupun Kabupaten dan Kota.
“Kalau untuk besarannya kita sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK),” pungkasnya.
Melihat besarnya usulan anggaran yang diajukan itu, Pemprov Banten saat ini sedang menunggu hasil pembahasan Raperda tentang dana cadangan daerah yang sedang digodok oleh DPRD Banten.
Dimana dalam Raperda itu, pengalokasian anggaran Pilkada akan dialokasikan pada tiga kali tahun anggaran, tahun ini kita merencanakan sebesar Rp15 miliar lebih, tahun 2023 Rp530 miliar lebih dan tahun 2024 sebesar Rp50 miliar lebih.
Hal yang sama juga dikatakan Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar. Menurutnya, agenda kesepakatan ini nantinya secara teknis akan di brickdown kembali ke bawah, terutama dalam aspek pembiayaan termasuk logistik dan hal hal yang terkait dengan penunjang lainnya yang semestinya.
“Pada intinya beban itu disesuaikan dengan kemampuan Keuangan daerah masing-masing, agar bisa ditanggung bersama dalam agenda ini. Jadi ini dalam rangka proses pemerataan,” tuturnya.
Misalnya, Muktabar mencontohkan, biaya untuk ad hock yang mungkin bisa ditangani oleh Provinsi. Secara teknis masih kita rumuskan karena setiap daerah mengeluarkan kebijakan APBD. Untuk Provinsi, saat ini sudah mulai dengan membuat Perda dana cadangan daerah guna memastikan kewajiban itu tidak akan terganggu.
“Dan kita menjadi daerah pertama yang membuat aturan itu, termasuk yang pertama juga dikunjungi oleh KPU pusat berkenaan dengan persiapan Pemilu serentak nanti,” ujarnya.
Terpisah, Kordinasi Divisi Organisasi Bawaslu Provinsi Banten Abdul Rosyid mengatakan, kenaikan usulan anggaran itu merupakan hasil sinkronisasi dengan PMK yang baru, sehingga terjadi perubahan anggaran, dimana sebagian besar dari anggaran itu dialokasikan untuk honorarium ad hock.
Kegiatannya pertama honorer ad hock Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) dimana masing-masing tiga orang, lalu pengawas desa/kelurahan masing-masing satu orang, pengawas setiap TPS masing-masing satu orang dan tenaga kesekretariatan di masing-masing kecamatan empat orang.
“Kalau menggunakan aturan lama, beban untuk honor ad hock itu hampir Rp61 miliar. Namun setelah ada perubahan, sekarang masih on proses jadi masih menunggu,” ucapnya. (mg2)