SATELITNEWS, TANGERANG— Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek memutuskan bahwa Makam Ki Buyut Jenggot tidak direkomendasikan sebagai Cagar Budaya. Keputusan itu diambil setelah melalui tahap penelitian dan pengkajian yang dilakukan oleh Tim Ahli Cagar Budaya Nasional.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebudayaaan, Pariwisata dan Pertamanan Kota Tangerang, Mugiya Wardhani menjelaskan keputusan itu tertuang dalam surat Nomor:2294/F4/KB.09.01/2022. Surat itu baru diterimanya pada Selasa (25/10) siang.
Mugi menuturkan ada dua pesan di dalam surat tersebut. Yang pertama, Direktorat Jenderal Kebudayaan mengapresiasi tindakan Pemerintah Kota Tangerang dalam upaya pelestarian cagar budaya.
“Yang kedua hasil sidang penetapan yang tidak merekomendasikan Makam Mbah Buyut Jenggot sebagai Cagar Budaya, “ungkapnya, Selasa (25/10).
Dalam surat tersebut, lanjut Mugi juga disebutkan beberapa alasan yang menjadi dasar tidak bisa ditetapkannya Makam Mbah Buyut Jenggot menjadi Cagar Budaya. Antara lain, makam tersebut tidak dapat dibuktikan dengan valid untuk dinyatakan memenuhi kriteria Cagar Budaya dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
“Yaitu berusia 50 tahun atau lebih, memiliki masa gaya paling singkat berusia 50 tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan atau kebudayaan serta memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa, “paparnya.
Mugi berharap agar semua pihak bisa menerima apapun hasil keputusan dari Tim Ahli Cagar Budaya Nasional. “Apapun yang menjadi keputusannya ya harus diterima semua pihak, “imbuhnya.
Sementara itu, perwakilan warga Panunggangan Barat Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang yang menolak penggusuran makam Ki Buyut Jenggot tidak puas atas keputusan Kemendikbudristek tersebut. Mereka tetap akan menyuarakan penolakan terkait rencana relokasi Makam Ki Buyut Jenggot.
Khairul Azmi Abbas, tokoh ulama yang juga merupakan tim 9 mengatakan pihaknya akan menginap dan melakukan tahlilan selama tujuh hari di halaman gedung Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang. Aksi tersebut digelar sebagai bentuk protes atas matinya keberpihakan Pemerintah terhadap aspirasi masyarakatnya. Seharusnya kata dia, Pemerintah melihat bahwa ada sistem kepercayaan yang diyakini masyarakat sehingga harus hadir bersama masyarakat melakukan pembelaan. Bukan malah kesannya diam.
“Kita ingin mengibarkan bendera kuning sekeliling puspem dan tahlilan 7 malam. Konsepnya bukan demo tapi tahlilan,” ujarnya, Selasa (25/10).
Menurutnya, Pemkot Tangerang sejak awal tidak serius dalam menanggapi aspirasi warga Panunggangan Barat yang seharusnya dikawal hingga tidak menimbulkan permasalahan ataupun dampak sosial.
“Seharusnya, pemerintah melihat budaya itu tidak hanya pada aspek material, itu sudah kesalahan besar. Kalau seperti itu, kita tidak akan punya situs,” katanya.
“Makanya kalau dalam konteks Islam itu ada Al hadatu muhakammah, (adat itu bisa menjadi dasar hukum) selama adat itu tidak bertentangan dengan syariat Islam,” tambahnya.
Anggota tim 9, Saiful Basri mengatakan tidak mempersoalkan rekomendasi Kemendikbudristek terkait status makam Ki Buyut Jenggot. Dia mengeaskan pihaknya sesuai dengan komitmen pertama, mereka tetap menolak relokasi makam keramat tersebut.
“Kalau saya pada dasarnya dan masyarakat tujuannya adalah tolak relokasi, berbicara upaya dalam penetapan cagar budaya ini hanya sebatas untuk melengkapi secara administrasi,” jelasnya.
“Karena komitmen kita menolak relokasi, bukan bicara cagar budaya ditetapkan atau tidak. Kita ngga mau bersentuhan dengan pengembang. Artinya masyarakat ini ada persoalan, masa masyarakat harus lapor ke pengembang, memang ngga ada pemerintah? Kan gitu. Kalau memang pemerintah tidak mengakui aspirasi kita, bubarin aja pemerintah, fungsinya pemerintah kan menampung aspirasi,” tegasnya.
Terkait dengan putusan tersebut, pihaknya menilai terlalu tergesa-gesa. Padahal, proses penetapan membutuhkan waktu untuk melakukan penelitian.
“Padahal baru sekali sidang, terlalu cepat banget itu. Artinya memang sengaja ini dibuat seperti itu oleh mereka. Masa kajian beberapa hari di makam, kajiannya kok bisa menetapkan seperti itu dan bisa menyimpulkan,” pungkasnya.
Sidang penetapan kajian penetapan cagar budaya makam Ki Buyut Jenggot berlangsung secara daring, Kamis (23/10/2022) lalu. Dalam sidang tersebut, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Nasional, Junus Satrio Atmodjo menyatakan data yang dimiliki untuk menetapkan makam Ki Buyut Jenggot sebagai cagar budaya masih kurang. Sehingga, dibutuhkan kajian lagi karena pihaknya memerlukan bukti yang kuat secara hukum maupun akademik.
Junus mencontohkan nisan Makam Ki Buyut Jenggot yang berlokasi di Kelurahan Panunggangan Barat, Kecamatan Cibodas. Menurut dia, nisan-nisan yang berada di lokasi tidak asli. Naun dia mengakui jika makam Ki Buyut Jenggot sudah tua.
“Hanya kalau kita harus melihat sebagai satu keseluruhan yaitu makam, dan jirahnya, kemudian nisannya, ini belum ketemu, antara tiga-tiganya. Artinya, sebagai Objek Diduga Cagar Budaya itu terbuka ya, tetap saja sebagai ODCB, tetapi sebagai cagar budaya mungkin perlu kajian lebih lanjut, ” paparnya.
TACB Nasional juga mempertanyakan asal-usul Makam Ki Buyut Jenggot. Seperti yang disampaikan oleh Inajati Adrijanti yang menanyakan keberadaan tokoh Ki Buyut Jenggot dan asal-usulnya. Menurut Inajati, tim perlu mendapatkan konteks makam Ki Buyut Jenggot.
“Yang membuat jirah itu, yang tadi keramik itu siapa ? mengapa ? dan kemudian tokoh ini sebetulnya tokoh dari mana ? apakah ada sumber lokal yang menceritakan buyut jenggot itu ? karena itu kan nama julukan ya bukan nama aslinya. Riwayatnya, sejarahnya secara lokal apakah sudah pernah dilakukan penelitian atas itu ?”pungkasnya.
Sementara itu Sekretaris Komisi II DPRD Kota Tangerang, Andri S Permana mengungkapkan, hasil putusan Direktorat Jenderal Kebudayaan yang memutuskan bahwa Makam Ki Buyut Jenggot tidak direkomendasikan sebagai Cagar Budaya, tidak bisa menjadi dasar pihak manapun untuk melakukan relokasi.
“Bahwa objek itu berdasarkan kajian tidak direkomendasikan untuk menjadi cagar budaya, iya. Tetapi tidak menghilangkan nilai sejarah dan nilai kultural yang menjadi kearifan lokal bagi masyarakat,” jelasnya.
Masih kata dia, apabila objek itu tidak memenuhi syarat menjadi cagar budaya, tetapi tidak boleh menghilangkan aspek sejarahnya dan tidak dilakukan perubahan apapun. Terjadinya gejolak yang berbuntut akan dilakukannya aksi 7 hari, dirinya menilai ini merupakan bentuk kegagalan Pemerintah Kota Tangerang.
“Ini menunjukkan kegagalan pemerintah melakukan pengelolaan management krisis, apabila ada indikasi akan terjadinya konflik sosial di masyarakat, penyelenggara negara dalam hal tersebut Pemerintah Kota Tangerang harus disalahkan. Karena apabila masalah itu bisa diselesaikan di bawah tidak perlu menjadi keresahan di masyarakat,” pungkasnya.
Polemik makam Ki Buyut Jenggot mencuat setelah sebuah pengembang perumahan berencana melakukan relokasi terhadap makam keramat tersebut. Warga setempat membentuk tim yang menyuarakan penolakan terhadap relokasi.
Warga setempat pernah melakukan doa bersama di lokasi makam untuk menentang relokasi. Mereka juga melakukan aksi kubur diri di Pusat Pemerintahan Kota Tangerang. (mg3/gatot)