SATELITNEWS.ID, SERANG—Di tengah merebaknya Covid-19, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) mengeluarkan kebijakan yang mengagetkan banyak pihak. Melalui Surat Keputusan (SK) per tanggal 21 April kemarin, orang nomor satu di Banten tersebut mencabut pengelolaan Kas Umum Daerah (KUD) dari Bank Banten dan memindahkannya ke Bank BJB Banten.
Pemindahan dilakukan melalui SK Gubernur Banten Nomor 580/Kep.144-Huk/2020 tentang Penunjukan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB), Tbk Cabang Khusus Banten sebagai Tempat Penyimpanan Uang Milik Pemprov Banten. Keputusan mulai berlaku 22 April 2020.
Terdapat dua poin dalam SK tersebut, pertama, menunjuk PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten atau Bank BJB cabang khusus Banten sebagai tempat penyimpanan uang milik Pemprov Banten.
Kedua, dengan ditetapkannya keputusan gubernur ini, keputusan Gubernur Banten Nomor 584/Kep.117-Huk/2020 tentang penunjukan Bank Banten Cabang Khusus Serang sebagai tempat penyimpanan uang milik Pemprov Banten dan penetapan rekening kas umum daerah Provinsi Banten pada Bank Banten Cabang Khusus Serang tahun anggaran 2020 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketua Komisi III DPRD Banten Gembong R Sumedhi dihubungi melalui telpon genggamnya, Rabu (22/4) membenarkan adanya pencabutan KUD dari Bank Banten ke BJB. Menurutnya, kebijkan yang diambil WH berdampak pada kepercayaan masyarakat atas bank tersebut.
“Tentunya kita menyesalkan dengan gaya Pak WH seperti ini. Kita sangat terkejut, karena kita tidak ada komunikasi sama sekali soal itu,” kata Gembong.
Dikatakan Gembong, kebijakan-kebijakan WH terkait Bank Banten selama ini belum pernah berpihak. “Sebelumnya kita sepakat memberikan penyertaan modal ke Bank Banten. Tapi uangnya tetap enggak bisa dipakai dan selalu menjadi Silpa (sisa lebih penggunaan anggaran). Dan ini nanti kai akan mempertanyakan soal ini juga, termasuk nanti besok (hari ini, red) Komisi III akan panggil Bank Banten,” paparnya.
Adapun alasan WH mencabut KUD dari Banten ke BJB, masih dikatakan politisi PKS yakni, terkait dengan likuiditas. “Karena dari Bank Banten dalam surat itu kesulitan likuiditas,” ungkapnya.
Senada diungkapkan Wakil Ketua Komisi III DPRD Banten Ade Hidayat. Menurut dia, kebijakan yang diambil WH membuat Bank Banten seperti kehilangan induknya.
“Misalnya uang dari pembayaran retribusi dan pajak serta uang untuk pembayaran PNS, semua kini dialihkan ke BJB. Dampaknya besar dan tentunya merugikan Bank Banten,” ungkapnya.
Ia menilai, kebijakan tersebut tidak tepat karena Bank Banten masih membutuhkan perhatian dari Pemprov Banten. Harusnya gubernur fokus membantu penyehatan Bank Banten. Karena gubernur kan dalam hal ini selaku PSPT. Publik akan bertanya, sejauh ini apa yang dilakukan untuk menyehatkn Bank Banten, bukan malah sebaliknya,” katanya.
Ade bahkan mengungkapkan, kebijakan yang dikeluarkan WH sama saja secara perlahan mematikan Bank Banten. “Padahal di situ ada amanah rakyat, harus mengamankan uang rakyat, di situ ada modal rakyat. Sekarang kan kita tahu, rekam jejaknya bahwa gubernur tidak sama sekali melakukan langkah-langkah penyehatan,” paparnya.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda ) Banten Opar Sohari ditemui di kantornya mengatakan, dengan adanya keputusan pengelolaan Kasda tersebut, maka pihaknya sudah menyampaikan surat edaran mengenai pembayaran pajak, retribusi dan lainnya yang sebelumnya ke Bank Banten, dialihkan ke BJB mulai hari ini Rabu 22 April 2020. Namun demikian, jika memang masih ada yang melakukan pembayaran melalui Bank Banten, tidak masalah karena nantinya Bank Banten yang akan mengalihkan pembayaran itu ke Bank BJB.
“Kita tugasnya hanya mencari uang untuk pendapatan. Jika memang ada kebijakan dari atas begitu, ya kita ikuti saja. Untuk urusan kas daerah itu kan ada di bu Rina di BPKAD,” kata Opar.
Sementara itu, koordinator Forum Transparansi Indonesia (FTI) Sukri Alvin menilai, kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemprov Banten dengan memindahkan Kasda dari Bank Banten ke Bank BJB menimbulkan tanda tanya besar. “Seharusnya Pemprov Banten memperkuat keberadaan Bank Banten dengan mengalokasikan anggaran untuk keberlangsungan kehidupan Bank satu-satunya miliki masyarakat Banten. Bukannya memindahkan Kas Daerah Bank Banten ke Bank BJB. Padahal Bank BJB milik Provinsi Jabar” katanya seraya meminta Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri membatalkan kembali kebijakan yang dilakukan oleh WH.
Seorang tokoh pendiri Provinsi Banten Embay Mulya Syarief mengatakan, semestinya Pemprov Banten sebagai pemilik Bank Banten membesarkan bank Banten, bukan malah mengeluarkan kebijakan yang merugikan bank Banten.
“Seharusnya sebagai Pemiliki Bank Banten Pemprov Banten membesarkan Bank Banten dengan tidak menggeluarkan kebijakan yang justru merugikan Bank Banten” katanya.
Embay juga menambahkan, terkait dengan penganggaran dana dari Pemprov Banten untuk Bank Banten yang sudah disetujui oleh DPRD, seharusnya segera dilaksanakan utuk memperkuat keberlangsung Bank Banten karena sudah sesuai dengan prosedur yang berlakukan. (rus/bnn)
Diskusi tentang ini post