KEMAJUAN zaman otomatis akan diikuti oleh berbagai persoalan lain, dan berdampak pada perubahan sosial di masyarakat. Kondisi globalisasi seperti sekarang ini nampak jelas perubahan perilaku manusia. Dampak negatif dari arus globalisasi adalah perubahan yang cenderung mengarah pada krisis moral dan akhlak. Di Indonesia khususnya, Jika kita amati, pada beberapa tahun belakangan, kerusakan akhlak timbul dalam berbagai bentuk. Di bidang politik, hukum, sosial, budaya, dan pendidikan, nyaris tidak luput dari penyimpangan moral. kita sering melihat di media sosial perilaku yang tidak baik dilakukan, baik oleh kalangan rakyat kecil, generasi muda, bahkan oleh para pengemban amanah di pemerintahan. Sebut saja ada sekelompok anak sekolah yang tega menaniaya nenek dengan tanpa rasa bersalah, bahkan yang mencengangkan adalah para penegak hukum justru tersangkut kasus hukum.
Dalam kondisi seperti ini, masih saja banyak pihak yang memandang urusan akhlak bukan agenda prioritas. Padahal maju dan mundurnya kehidupan suatu bangsa bisa dilihat dari baik dan buruknya akhlak masyarakatnya.
Sebagai bangsa yang besar Indonesia mempunyai landasan hidup berbangsa dan bernegara yang luar biasa hebat, yaitu Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila adalah cerminan akhlak yang mulia. Di awali dengan konsep Ketuhanan, berkomitemen mewujudkan kemanusian yang berkeadaban, menjunjung persatuan, mengedepankan musyawarah dan senantiasa menegakan keadilan dalam proses berkehidupan baik sosial, ekonomi maupun hukum-politik.
Peran Guru Membentuk Akhlak Baik
Peran guru dalam membentuk generasi muda agar lebih baik dan beradab sangat perlu dicermati dan sudah seharusnya mendapat perhatian besar dari semua kalangan. Guru ada yang bilang singkatan dari digugu dan ditiru. Artinya dipatuhi dan ditauladani. Kekuatan seorang guru adalah ada kesamaan perkataan, perbuatan dan hati (Q.S 61: 2). Ketika ada kesamaan tersebut, maka guru akan mempunyai power, anak didik akan melihat, mendengar dan merasakannya dengan penuh antusias. Karena gurunya menjadi contoh real di kehidupan.
Guru bukan hanya sekedar mentransfer pegetahuan kepada anak didiknya. Namun dalam konteks yang lebih luas, peran guru adalah bagaimana mendidik muridnya bukan hanya sekedar cerdas secara kognitif, tetapi yang terpenting adalah mempunyai moralitas akhlak yang baik.
Maka tujuan pendidikan di Indonesia sesuai Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Maka untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut dibutuhkan kerjasama berbagai pihak di negeri ini, tugas tersebut tidak bisa terwujud jika hanya dibebankan kepada para guru. Pilar pendidikan senantiasi berkolaborasi guna mewujudkan generasi berakhlak mulia, pihak sekolah, orang tua dan masyarakat (pemerintah). Peran orang tua dan pemerintah sangat dibutuhkan. Apa yang dilakukan guru dalam membentuk karakter kebaikan di sekolah, jika tidak disupport oleh orang tua di rumah, maka akan sulit terwujud. Ditambah lagi jika pihak-pihak berwenang di pemerintahan justru sering menampilkan perilaku yang tidak baik, watak kekuasaaan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh guru di sekolah.
Karakter Guru Berakhlak
Membentuk karakter generasi yang tangguh, hebat, cerdas dan berakhlak mulia, diawali dengan mempunyai guru-guru hebat yang mendidiknya. Maka guru hebat setidaknya mempunyai beberapa karakter guna mewujudkan generasi emas tersebut.
Pertama, competence, artinya guru senantiasa berkomitmen menguasai kompetensi terbaik sesuai tugasnya serta mengambil tindakan secara cerdas dan bijaksana. Kemampuan ini dibutuhkan oeh seorang guru, karena tantangan zaman berbeda, maka guru pun harus meng-upgrade kemampuannya dalam mendidik.
Kedua, Integrity. Guru yang hebat dapat membangun keyakinan dan angka baik yang menjunjung tinggi kewibawaan, kejujuran dan moralitas. Hal ini penting, jika proses pendidikan yang ada tidak hanya mengedepankan kecerdasan intelektual, tetapi harus dilengkapi dengan kecerdasan emosional, sosial dan spiritual.
Ketiga, compassionate, guru mendidik, melayani dan berinteraksi secara objektif serta penuh kasih sayang. Maka dalam mendidik, sifat yang harus dimiliki seorang guru adalah sifat kasih sayang. Boleh jadi guru akan mendapatkan murid yang cepat menangkap dan memahami pembelajaran, bisa jadi juga ada muridnya yang lambat, bahkan perlu perhatian khusus untuk sampai paham pembelajarannya. Untuk itu dibutuhkan stamina yang kuat dalam mendidik, salah satunya adalah senantiasa mengendapankan penuh kasih sayang terhadap anak didiknya.
Keempat, Responsible. Berperilaku terpuji jujur dan bertanggungjawab serta bekerja tuntas. Guru tidak hanya dibebani tanggungjawab administrasi standar kependidikan, tetapi yang terpenting adalah dalam menjalankan tugasnya tetap dalam koridor yang benar. Fokusnya bagaimana dapat menghadirkan anak didiknya sukses, dapat lebih pintar dari dirinya. Bahkan kebanggaan guru adalah jika anak didiknya dapat melampaui kesuksesan dirinya.
Dan kelima, Assertive. Guru membiasakan dirinya membangun komunikasi yang handal untuk menghasilkan pengalaman positif dan hubungan baik yang menghormati orang lain. Dalam tugasnya guru pun senantiasa mengedepankan membuka arah komunikasi yang baik. Relasi yang baik ini pada gilirannya akan menghadirkan suatu kondisi yang postif, dan pastinya akan berdampak positif pula kepada anak didiknya.
Dengan kelima karakter tersebut atau disingkat dengan karakter CICRA, insya Allah pembentukan akhlak bangsa yang lebih baik, mengedepankan moralitas akan lebih cepat terwujud, inilah cita-cita Revolusi Akhalak. Selamat Hari Guru. Wallahu a’lam. (*)
*(Syahmi Center – Staff Pengajar SMA GIS 2 Serpong)
Diskusi tentang ini post