SATELITNEWS.COM, TANGERANG–Minuman boba (bubble) atau minuman berbahan dasar kopi atau teh dan susu, yang dilengkapi dengan bola-bola hitam yang terbuat dari tepung tapioka alias tepung singkong, masih digandrungi hingga saat ini. Rasanya segar, manis, kenyal.
Cita rasa manisnya, berasal dari gula atau madu yang direndam sebelum disajikan. Mereka yang gandrung terhadap boba, cenderung merasa kehilangan, bila sehari tak mengkonsumsinya. Sekalipun sudah makan siang dan merasa kenyang.
Sayangnya, manfaat kesehatan yang terkandung dalam minuman boba, tergolong sedikit.
Terkait hal ini, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Subspesialisasi Onkologi Medik, Prof. dr. Zubairi Djoerban Sp.PD-KHOM mengatakan, kalori dan karbohidrat dalam minuman boba memang dapat memberi dorongan energi. Namun kadar gulanya, amat tinggi.
“Teh, susu, atau kopinya sehat, tapi tidak sebanding dengan kadar gulanya. Makanya, saat memesan boba, carilah opsi yang rendah gula atau tidak pakai gula sama sekali. Meski, rasanya tidak akan senikmat biasanya,” kata Guru Besar FKUI yang akrab disapa Prof. Beri, melalui laman Instagramnya, Minggu (8/1).
Satu porsi minuman boba dengan campuran kopi, teh atau susu rata-rata mengandung kadar gula di atas 50 gram.
Hasil riset Jurusan Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan dua tahun lalu menyebut, total kalori seporsi boba milk tea mencapai angka 352.
Sementara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyarankan, pembatasan konsumsi gula maksimal hanya 50 gram per hari. Setara empat sendok makan. Atau 10 persen dari total energi (200 kkal).
“Bayangkan saja. Satu porsi minuman boba ditambah dua donat cokelat. Itu sudah bertambah sekitar 24 gram gula. Belum lagi gula dari nasi, kentang, dan sebagainya. Itu sudah berkali-kali lipat dari 39 gram gula yang ada di tiap satu kaleng Coca Cola ukuran 350 ml,” papar Prof. Beri.
Kalori yang berlebihan, tentu akan diakumulasi jadi lemak. Ini harus diwaspadai, karena dapat menimbulkan obesitas.
Perlu Anda tahu, penyakit tidak menular kronis mengintai mereka yang memiliki nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) lebih dari 25, lingkar perut melebihi angka 90 (pria) dan 80 (wanita) untuk ras Asia.
Jika ingin mengukur IMT atau BMI, Anda bisa mengklik link ini https://calculator-online.net/id/bmi-calculator/.
Prof. Beri menjelaskan, tingkat obesitas di beberapa negara telah mencapai proporsi epidemi. Jerman, misalnya.
“Situasi ini meningkatkan risiko berbagai penyakit penyerta atau komorbid seperti diabetes, kardiovaskular, dan jenis kanker tertentu,” urainya.
Menurut data Kementerian Kesehatan RI tahun 2018, satu dari tiga orang dewasa Indonesia mengalami obesitas. Sedangkan satu dari lima anak berusia 5 hingga 12 tahun, mengalami kelebihan berat badan dan obesitas.
Seiring berjalannya waktu, besar kemungkinan, angka tersebut bertambah.
“Diperlukan gaya hidup sehat, agar terhindar dari risiko penyakit yang saya sebutkan di atas tadi. Mulailah olahraga 150 menit seminggu, makan buah dan sayur, serta kurangi minuman dan makanan manis,” pungkas Prof. Beri. (rm)
Diskusi tentang ini post