SATELITNEWS.COM, SERANG–Pemprov Banten mendapat apresiasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), karena dianggap berhasil menekan angka inflasi pada akhir tahun 2022. Sebagaimana lumrahnya, akhir tahun merupakan momen dimana terjadi peningkatan permintaan, yang pada akhirnya menyebabkan angka inflasi menjadi tinggi.
Bahkan, berdasarkan hasil evaluasi dan monitoring Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi Banten pada pekan pertama awal tahun 2023 ini masuk daerah lima besar terendah angka inflasinya sebesar 4,56 persen (YoY) dari Desember 2021 sampai Desember 2022.
Satu tingkat di bawah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), yang berada pada posisi keenam dengan angka inflasi sebesar 4,74 persen, dan satu tingkat di atas DKI Jakarta yang berada pada posisi keempat dengan angka inflasi sebesar 4,21 persen. Jauh dari angka nasional, yang mencapai 5,51 persen.
“Minggu lalu, berdasarkan data BPS, inflasi Provinsi Banten YoY menduduki posisi 8 terendah secara nasional, dengan angka 5,34 persen di bawah rata-rata nasional 5,42 persen. Dan minggu ini, berada di posisi 5 besar dengan year on year 4,56 persen di bawah rata-rata nasional,” kata Pj Gubernur Al Muktabar, seusai Rakor penanganan inflasi secara virtual bersama Mendagri Tito Karnavian, Senin (9/1/2023).
Dikatakan Al, menjelang akhir tahun 2022 dirinya sudah memprediksi akan terjadi kenaikan harga beberapa komoditas barang kebutuhan pokok. Maka dari itu, dilakukan pembahasan terhadap antisipasi itu secara bersama, dan melakukan berbagai penanganan seperti kegiatan pasar murah yang bersumber dari Biaya Tak Terduga (BTT).
“Kami ucapkan terima kasih atas apresiasi itu dari Mendagri. Namun sejatinya bukan apresiasi, itu yang menjadi fokus kami bekerja. Tetapi, bagaimana inflasi ini bisa kita tekan bersama-sama,” tandasnya.
Pemprov Banten pada tahun anggaran 2022, mengalokasikan anggaran sebesar Rp77 Miliar lebih untuk penanganan inflasi. Sampai akhir tahun anggaran, 31 Desember 2022 anggaran itu sudah terserap maksimal mencapai 99,62 persen.
Dengan besaran itu, Pempov sudah melaksanakan operasi pasar murah sebanyak 85 kali, yang tersebar di seluruh daerah di Provinsi Banten. Kemudian program perlindungan sosial, penurunan stunting dan bantuan Usaha Ekonomi Produktif.
Untuk operasi pasar, Pemprov mengalokasikan anggaran sebesar Rp1,21 Miliar yang sudah terealisasi sebanyak 92,49 persen atau Rp1,12 Miliar. Kemudian untuk anggaran perlindungan dan jaminan sosial, Pemprov melakukan kegiatan Pengelolaan Data Fakir Miskin Cakupan Daerah Provinsi, dengan anggaran yang disiapkan mencapai Rp2 Miliar lebih dengan penerima sebanyak 14.700 orang, yang sudah terealisasi sebanyak 90,67 persen atau Rp1.9 Miliar, dengan jumlah penerima sebanyak 7.029 orang.
Selanjutnya program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat dengan besaran anggaran yang disiapkan mencapai Rp28 miliar lebih dengan jenis bantuan perlindungan sosial sebanyak 2.595,11 ton sasaran dan bantuan besar sebanyak 259.511 KK. Sampai akhir tahun telah terealisasi sebanyak 99,99 persen.
Al melanjutkan, memasuki tahun politik diyakini konsumsi rumah tangga dan pemerintahan akan mengalami peningkat, hal ini juga akan berpengaruh terhadap meningkatnya permintaan barang, dan dapat menyebabkan kenaikan inflasi. Maka dari itu pihaknya perlu mempersiapkan stok pangan khususnya komoditas tertentu sebagai bentuk antisipasi kenaikan inflasi.
“Di tahun politik agenda ekonomi akan bertumbuh, pembelanjaan publik juga akan tinggi dari segala aktivitasnya. Maka barang harus kita persiapkan dalam kebutuhan tertentu komoditi pangan khususnya,” katanya lagi.
Maka dari itu, Pemprov Banten akan berupaya menjaga stok ketersediaan barang sebagai bentuk antisipasi. Saat ini, pangan khususnya komoditas padi cukup melimpah di Kabupaten Pandeglang dan Lebak, bahkan masuk urutan nomor 8 pensuplai pangan di Indonesia.
Selanjutnya, pihaknya akan melakukan kerjasama antar daerah diantaranya pada komoditas yang mengalami keterbatasan di Banten. Hal ini tentunya dengan memaksimalkan keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Agrobisnis Banten Mandiri (ABM) untuk menjaga pasokan barang.
“Jembatannya itu melalui BUMD yang kita miliki, akan kita fungsikan betul secara maksimal,” ujarnya.
Dikatakan Al Muktabar, pihaknya juga akan konsen atas mekanisme pasar yang ada di daerah-daerah di Provinsi Banten. Ini perlu dilakukan agar distribusi pangan atau komoditas berjalan dengan baik, serta tidak ada penimbunan.
“Makanya di dalam Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) itu ada Polda Banten, Kejaksaaan, itu juga bagian dari peran strategis menekan inflasi, untuk mengetahui tidak ada yang menimbun,” terangnya.
Selain itu, ia juga meminta kepada Bupati/Walikota yang ada di Provinsi Banten untuk terjun ke lapangan agar dapat mengetahui masalah yang terjadi di lapangan. Sehingga instrumen penangan dapat dilakukan tepat sasaran.
Sementara, Mendagri Tito Karnavian dalam pemaparannya mengungkapkan, Rakor mingguan terkait dengan perkembangan penanganan inflasi yang dilakukan setiap minggu ini cukup efektif dalam menekan laju inflasi di Indonesia. Tidak hanya itu, Langkah yang dilakukan Pemda juga menjadi lebih terarah dan efektif.
“Setiap bapak Presiden melakukan kunjungan ke daerah, yang dikunjungi itu pasti pasar. Dari hasil kunjungan itu, beliau selalu menanyakan keapda Kepala daerah setempat terkait penanganan inflasi. Dan alhamdulillah laporan yang diberikan kepala daerah cukup baik dan bagus,” ungkap Tito.
Oleh karena itu, lanjut Tito, bapak Presiden menginstruksikan agar Rakor mingguan seperti ini terus dilaksanakan. Karena peran Pemda itu sangat krusial, dalam mengendalikan laju angka inflasi. Itu terbukti dari pada bulan Septermber 2022 lalu, angka inflasi kita sebesar 5,9 persen, Oktober 5,7, terus menurun.
“Bahkan BI sendiri memperkirakan akan terjadi penurunan pada November 2022 sebesar 5,42 persen. Namun di akhir tahun dari BPS merilis angka kenaikan 5,51 persen. Artinya apa yang sudah kita lakukan ini cukup baik, dan harus terus dipertahankan,” ujarnya.
Kepala BPS Pusat Margo Yuwono, dalam paparannya mengungkapkan, ada beberapa hal yang menyebabkan angka inflasi sepanjang tahun 2022 cukup tinggi. Pertama memasuki momen Pasca pemulihan Pandemi Covid-19 yang itu menyebabkan ganguan stok yang perlahan sudah mulai membaik, nanum kondisi suplay masih dalam kondisi kurang .
“Hal itu, sehingga terjadi kelangkaan dan meningkatnya harga beberapa barang kebutuhan pokok,” ucap Margo.
Kemudian ada konflik geopolitik di beberapa negara di belahan dunia, yang mengganggu rantai pasokan pangan dan energi. “Beberapa negara melakukan pengetaan keuangan, dengan menekankan suku bunga. Namun itu tidak kita lakukan karena berakibat memacu kaital outflow terutama pada negara-negara berkembang,” imbuhnya. (mg2)
Diskusi tentang ini post