SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Presiden Joko Widodo mengakui terjadinya 12 pelanggaran HAM berat pada masa lalu saat setelah menerima Laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) masa lalu di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1).
Presiden juga menyampaikan penyesalaannya atas pelanggaran HAM berat tersebut serta memerintahkan kepada Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD untuk mencegah pelanggaran HAM berat kembali terjadi.
“Dengan pikiran jernih dan hati yang tulis sebagai Kepala Negara saya mengakui bahwa pelanggaran HAM berat memang terjadi di masa lalu,” katanya.
“Saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat pada 12 peristiwa itu,” lanjutnya.
Presiden juga menyampaikan rasa simpati dan empati mendalam pada korban dan keluarga korban. Untuk itu, ia menyebut pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial.
“Pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial,”imbuhnya.
Tak hanya itu, Presiden juga memerintahkan kepada Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD untuk mencegah pelanggaran HAM berat kembali terjadi.
“Saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang,” ucap Jokowi.
“Dan, saya minta kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah agar dua hal tersebut bisa terlaksana dengan baik,” pungkasnya.
Presiden kemudian membacakan 12 pelanggaran HAM berat yang diakui Pemerintah. Di antaranya 1. Peristiwa 1965-1966; 2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985; 3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989; 4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989; 6. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa tahun 1997-1998; 7. Peristiwa kerusuhan Mei 1998; 8. Peristiwa Trisakti dan Semanggi 1 dan 2, 1998 dan 1999; 9. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999; 10. Peristiwa Simpang KKA di Aceh tahun 1999; 11. Peristiwa Wasior di Papua 2001-2002; 12. Peristiwa Wamena, Papua di 2003; dan 13. Peristiwa Jambo Keupok di Aceh tahun 2003.
Pada kesempatan itu, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan pihaknya bersama Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat yang dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 17 Tahun 2022 sudah menyelesaikan tugasnya. Hari ini, Mahfud menyampaikan laporan kepada Jokowi.
“Pada pokoknya, diskusi publik dan masalah politik dan yuridis yang menyertai perdebatan mengenai penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu sudah berlangsung 23 tahun,” kata Mahfud.
Penyelesaian secara yuridis, kata dia, sudah diusahakan hasilnya untuk empat kasus sudah dibawa ke Mahkamah Agung (MA) dan semuanya bebas, karena tidak cukup bukti.
“Kita sudah mengadili empat pelanggaran HAM berat biasa yang terjadi sesudah 2000. Dan semuanya oleh MA dinyatakan ditolak. Semua tersangka dibebaskan karena tidak cukup untuk dikatakan pelanggaran HAM berat,” bebernya.
Ia mengatakan pelanggaran HAM berat berbeda dengan kejahatan. Namun, Mahfud tidak menjelaskan empat kasus yang dia maksud.
“Bahwa kejahatan iya, tetapi bukan pelanggaran HAM berat, karena berbeda. Kalau kejahatannya sudah diproses secara hukum. Tapi yang dikatakan pelanggaran HAM beratnya itu memang tidak cukup bukti,” jelasnya. (gatot)
Diskusi tentang ini post