SATELITNEWS.COM, SERANG—Dinas Pertanian (Distan) Provinsi Banten menemukan sembilan ekor sapi yang diduga terpapar virus lumpy skin disease (LSD) atau benjolan kulit. Sembilan sapi itu ditemukan di wilayah Kabupaten Tangerang.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan, dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Distan Provinsi Banten Ari Mardiana mengatakan beberapa hari lalu pihaknya turun ke lapangan untuk meninjau kondisi hewan ternak. Dari kegiatan itu, ditemukan 9 ekor sapi yang memiliki gejala penyakit LSD. Untuk penanganan lebih lanjut, kasus itu kemudian dilaporkan ke pemerintah pusat.
“Kami turun ke lapangan ada sapi yang memang secara gejala klinis mengarah ke LSD. Makanya kami bersama Kabupaten Tangerang mengambil sampel 9 ekor, dan hasil resminya belum keluar,” katanya, Rabu (1/2).
Ia menjelaskan, sapi yang menunjukkan gejala LSD tersebut memang bukan berasal dari Provinsi Banten. Melainkan sapi dari lalu lintas Jawa Tengah, tepatnya dari Boyolali.
“Dari Boyolali kabarnya itu bawa 12 ekor dan diturunkan di daerah Cirebon tujuh, dan lima masuk ke Banten. Dari 5 hewan itu menyebar ke hewan di peternakan itu menjadi 9,” ujarnya.
Maka dari itu, pihak Distan Banten pun langsung melakukan beberapa penanganan. Mulai dari melaporkan ke Pemerintah Pusat, menjauhkan hewan suspek dari tempat kejadian guna antisipasi penularan terhadap hewan lainnya sekaligus akan melaksanakan vaksinasi terhadap hewan yang terkena penyakit LSD tersebut.
“Pencegahannya biar tidak menular kemana-mana maka kita tentukan ring sepanjang dua kilometer dari tempat kejadian. Namun untuk vaksinasi kita sudah ajukan cuma belum datang dari Pemerintah Pusat. Informasinya lagi mendata dulu kebutuhan vaksinasi berapa, baru nanti akan didropping vaksinasinya,” ujarnya.
Ari menuturkan, sapi yang terkena penyakit LSD tersebut secara kasat mata akan terlihat benjolan di kulit hewan, layaknya terkena cacar. Namun penyakit tersebut tidak bersifat zoonosis atau menular dari hewan ke manusia, dan masih layak untuk dikonsumsi oleh manusia.
“Sapi itu masih bisa dikonsumsi, tapi kan dengan kondisi seperti itu dan kualitasnya juga berkurang orang yang mau mengkonsumsi pun pastinya berpikir dua kali. Terus kalau mau memanfaatkan kulitnya dengan kondisi itu pun juga pasti tidak mau,” terangnya.
Menurutnya, penyebaran penyakit LSD tidak lebih cepat dibandingkan dengan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dengan tingkat morbilitas hanya 50 persen. Sebab penularan LSD ini tidak lewat udara melainkan lewat lalat dan sejenisnya, atau bahkan akibat keteledoran petugas yang menggunakan jarum suntik untuk digunakan ke beberapa hewan lainnya.
“Kalau morbilitas atau tingkat penyakitnya itu LSD hanya 50 persen sedangkan PMK 90 persen. Ini karena penularannya tidak lewat udara,” tuturnya.
Penyakit LSD ini disebabkan oleh virus layaknya PMK, sehingga pengobatannya pun hanya berupa supportif seperti vitamin atau antibiotik. “Vitamin dan mungkin antibiotik itu hanya untuk mencegah infeksi sekundernya, infeksi bakteri yang lain kalau virus kan semuanya tidak ada obatnya hanya peningkatan imunitas saja hampir sama dengan Covid-19,” jelasnya.
Kepala Distan Provinsi Banten, Agus M Tauchid mengatakan, dengan ditemukannya beberapa kasus LSD di Provinsi Banten, maka pihaknya mengirimkan surat edaran ke kabupaten/kota untuk melakukan sosialisasi kepada peternak hewan, guna meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit LSD yang dapat menyebar ke ternak.
“Peternak kemudian beberapa pengusaha sapi yang lewat lalu lintas harus diberikan arahan dan sosialisasi untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap LSD,” paparnya. (mg2)
Diskusi tentang ini post