SATELITNEWS.COM, PANDEGLANG–Akibat digerus air Sungai Cikadueun, sebagian lantai Jembatan Cikaduen di Desa Cikadueun, Kecamatan Cipeucang, Kabupaten Pandeglang, ambrol.
Tak hanya itu, rangka jembatan berupa tembok juga terlihat patah, karena tak kuat menahan derasnya arus sungai. Akibatnya, jalur menuju Labuan yang merupakan jalur utama ke wilayah Selatan Pandeglang dan ke lokasi wisata, terancam putus.
Pantauan di lokasi, diameter Sungai Cikadueun sebenarnya tak terlalu lebar. Namun, aliran airnya deras karena sungainya dangkal. Di sepanjang aliran sungai yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari gerbang penziarahan Cikadueun, tak tampak tanaman berakar tunggang yang bisa mengikat tanah di pinggir sungai agar tak longsor.
Akibatnya, aliran sungai menjadi semakin deras dan mengikis tanah di sepanjang alirannya, atau terjadi proses ablasi yang intens. Saat curah hujan tinggi, ablasi itu makin intens. Sehingga, bagian penopang lantai jembatan atau gorong – gorong lenyap.
Hal itu, memperbesar resiko jembatan putus, karena dari waktu ke waktu diameter lubang di lantai jembatan itu kian melebar akibat tak ada penopang di dasar lantai jembatan. Terutama saat ada kendaraan bermuatan berat melintas, yang menyebabkan longsor susulan.
“Kami (warga,red), juga sering menolong pengendara motor dan mobil yang roda kendaraannya kejeblos ke lubang. Walaupun sudah diberi papan peringatan, tapi namanya apes bisa saja kan terjadi. Apalagi, ini belokan dan kalau malam penerangan jalan nggak ada, jadi gelap,” kata Nurman (62), warga setempat yang tinggal di sisi jembatan, Minggu (5/2/2023).
Ablasi di daerah tersebut, bukanlah yang pertama kali terjadi. Dari informasi yang dihimpun, kondisi serupa pernah terjadi sekira tahun 2000-an di dekat gerbang penziarahan Syech Manshur. Saat itu, bagian dapur sejumlah warung makan yang terletak di tebing Sungai Cikadueun, ambrol, karena pergerakan tanah yang disebabkan oleh ablasi Sungai Cikadueun.
Hal yang sama, juga terjadi di Desa Kadudampit, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang, yang lokasinya bersebelahan dengan Cikadueun. Kala itu, yang jadi korban adalah rumah rumah penduduk di sepanjang area sebelah kiri jalan Raya Labuan, yang letaknya di tebing Sungai Cikadueun.
Hingga kini, sebagian besar rumah-rumah tersebut tak dihuni lagi, karena warga takut lantai rumahnya ambrol tergerus air sungai.
Dari data Dinas Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran (BPBD-PK) Pandeglang, Kecamatan Cipeucang dan Saketi, termasuk daerah rawan pergerakan tanah.
Selain dua kecamatan itu, ada sejumlah kecamatan lain yang daerahnya merupakan daerah berpotensi menengah hingga tinggi, peristiwa pergerakan tanah yaitu, Kecamatan Cadasari, Karang Tanjung, Majasari, Pulosari, Mandalawangi, Jiput, Cisata, Paninbang, Cikeusik dan Sumur.
Hingga kini, belum terlihat ada tanda-tanda tindak lanjut atau upaya perbaikan dari pihak terkait. Hanya dipasang plang peringatan, warna kuning yang bisa dibaca pengendara dari arah Pandeglang, bertuliskan “hati-hati jalan rusak, kurangi kecepatan”.
Sedangkan dari arah Labuan, juga dipasang plang yang lebih kecil tepat di atas lubang di jembatan. Plang itu, bertuliskan hati hati penyempitan jalan, di kiri dengan logo Kementerian PUPR.
Seorang pengendara, Mulyana mengaku, saat konsentrasi berkendara terkadang peringatan itu-pun terabaikan. Alhasil, pengendara tidak mengindahkan tulisan peringatan tersebut.
“Intinya, secepatnya ada tindaklanjut, agar tidak terjadi hal – hal yang tak diinginkan. Artinya, jangan menunggu ada korban, baru ada tindakan,” imbuhnya. (mardiana)
Diskusi tentang ini post