SATELITNEWS.COM, JAKARTA–Kasus pinjaman online (pinjol) ilegal tidak sedikit menghadirkan korban yang terlilit utang puluhan hingga ratusan juta rupiah. Mirisnya, yang kerap menjadi korban adalah perempuan.
Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per 2021, jumlah pengguna pinjol perempuan memang jauh lebih banyak dibanding laki-laki. Yakni, 9.498.405 perempuan (54,95 persen) dan 7.785.569 laki-laki (45,05 persen).
Hal itu, menurut Plt Asisten Deputi Asdep Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi Kementerian Pember dayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Eko Novi Ariyanti, menjadikan perempuan lebih rentan jadi korban pinjol ilegal. ”Berdasar data LBH Jakarta tahun 2021, dari 2.522 kasus pinjol, korbannya sebagian besar perempuan,” katanya.
Novi mengatakan, pinjol ilegal menyasar perempuan untuk menarik keuntungan sebanyak-banyaknya karena literasi finansial hingga cybersecurity perempuan relatif lebih rendah dibanding laki-laki. Meski, perempuan dianggap paling bertanggung jawab dalam urusan domestik. ”Kondisi ini terjadi akibat dari kesenjangan gender yang dirasakan oleh perempuan,” jelasnya. Perempuan tak mendapat sosialisasi mengenai literasi finansial yang memadai.
Kondisi itu kemudian diperburuk dengan adanya kebutuhan mendesak, tekanan ekonomi, biaya kehidupan sehari-hari, sekolah anak-anak, hingga perilaku konsumtif. Celah itu yang di manfaatkan oleh para rentenir online tersebut. ”Pinjaman online ini banyak menarik minat masyarakat karena prosesnya mudah, yang dapat diajukan lewat aplikasi di ponsel pintar, proses pencairan cepat, dan tidak banyak syarat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Novi menuturkan, terjeratnya perempuan dalam pusaran pinjol mengakibatkan dampak yang luar biasa. Bukan hanya jadi terlilit utang yang terus beranak pinak karena berbunga tinggi, perempuan juga mengalami kekerasan secara psikis dan fisik. Belum lagi tekanan sosial.
Dalam beberapa kasus bahkan ada yang mengakibatkan hilangnya nyawa atau bunuh diri. ”Fenomena pinjol tidak hanya terjadi pada perempuan sebagai ibu rumah tangga semata, namun juga pada mahasiswa hingga anak sekolah turut tereksploitasi,” jelasnya.
Merespons hal itu, pihaknya telah melakukan berbagai macam upaya dan strategi. Di antaranya melakukan edukasi, literasi, dan solusi digital perempuan secara masif; kebijakan untuk mendukung ekosistem kewirausahaan; serta hadirnya Strategi Nasional Keuangan Inklusi Perempuan (SNKI-P).
Bukan hanya itu, Novi pun mendorong agar masyarakat bisa kembali memanfaatkan koperasi untuk pengembangan ekonomi yang berke lanjutan, khususnya bagi kelompok rentan dan marginal. Apalagi, lembaga ini telah berdiri lama dan berasas kekeluargaan dan gotong royong. (jpg)
Diskusi tentang ini post