SATELITNEWS.COM, SERANG – Pemprov Banten menargetkan, 2 juta ton lebih gabah yang dihasilkan dari petani selama tahun 2023 ini.
Secara hitungan angka, target itu dinilai mencukupi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi 12 juta lebih penduduk Banten. Ditambah lagi Pemprov mengalokasikan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) sebanyak 1.384 ton beras.
Namun sayangnya, 2 juta ton gabah itu belum bisa dikelola secara maksimal oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bersama puluhan Rice Milling Unit (RMU) atau penggilingan lokal milik warga. Apalagi tahun 2023 ini, penyertaan modal kepada PT Agrobisnis Banten Mandiri (ABM) hanya Rp5 Miliar dari total anggaran yang diajukan sebesar Rp20 Miliar.
Walhasil, gabah para petani banyak diserap oleh korporasi PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) dengan harga yang lebih tinggi dibanding harga yang ditetapkan PT ABM.
Berdasarkan survey BPS, rata-rata harga gabah bulan Januari 2023 di tingkat petani kualitas GKG sebesar Rp. 5.367,- , dan GKP Rp. 4.927,- per Kg. Untuk kualitas GKG, harga tertinggi sebesar Rp. 6.300,- pada varietas Inpari 32 HDB dan harga terendah sebesar Rp. 4.500,- pada varietas Inpari 32 HDB, IR-64 dan Ciherang.
Sekretaris Komunitas Penggilingan Padi dan Beras Mandiri (KPPBM), Anis Fuad mengatakan, WPI berani membeli gabah dari petani dengan harga tinggi mencapai Rp6.000 per kilogram. Harga itu jelas sangat tidak terjangkau bagi para pengusaha penggilingan lokal yang hanya mampu membeli dengan harga Rp5.500 per kilogram.
Informasi yang dihimpun, WPI dengan RMU dan gudang yang dimilikinya dalam sehari bisa memproduksi 1.000 kg beras dengan kualitas premium dengan target sebanyak 350 ribu ton dalam setahun. Artinya, sekitar 15 persen lebih produksi gabah di Banten tahun 2023 dikelola oleh korporasi, sedangkan PT ABM tidak sampai mengelola sampai 5 persen saja.
Selain membeli gabah dengan harga tinggi, WPI juga melakukan strategi pasar melalui pembinaan ke sejumlah Gapoktan. Dengan begitu, para petani dipastikan akan tetap menjual gabahnya ke WPI.
Anis mengaku, sudah beberapa musim ini penggilingannya tidak beroperasi karena gabah dari para petani yang biasa ia beli beralih ke WPI. Begitu juga dengan rekan-rekan lainnya yang hampir 80 persen juga off.
“Seharusnya WPI itu tidak membeli gabah tapi beli berasnya saja,” imbuhnya.
Kepala Dinas Pertanian (Distan) Provinsi Banten Agus M Tauchid, menyadari banyak pengusaha kecil penggilingan padi lokal yang akan kalah bersaing dengan masuknya pemain besar seperti WPI. Mereka mengeluh karena stok gabah yang didapat jauh berkurang atau bahkan kosong karena kehabisan stok.
“Itulah resiko ketika diserahkan ke mekanisme pasar yang selama ini terjadi,” kata Agus, Senin (13/2/2023).
Meski demikian, lanjut Agus, pemerintah terus berupaya mencari solusi atas persoalan itu, salah satunya dengan melakukan intervensi melalui Bulog dengan pengelolaan CPP yang kita miliki.
“Jadi nanti untuk memastikan kebutuhan stok beras di pasaran, kita mengandalkan peran Bulog,” katanya.
Sebelumnya anggota Komisi IV DPR RI Nur’aeni dalam Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspik) ke PT WPI beberapa waktu lalu meminta usaha agribisnis yang dijalankan tidak mematikan usaha penggilingan padi lokal, khususnya yang ada di Kabupaten Serang.
Meskipun demikian, ia tidak menampik sejauh ini yang dilakukan oleh perusahaan yang tergabung dalam Wilmar Group ini dapat meningkatkan kesejahteraan petani, dengan cara membeli gabah dengan harga yang sangat tinggi.
“Tetapi, ada juga bentuk persaingan dagang yang tidak sehat. Sehingga, para penggiling padi dengan kelas ekonomi menengah ke bawah (yang ada di Serang) ini tidak bisa bergerak untuk bersaing secara sehat. Itu juga jadi kendala utama. Ada pelaku usaha juga yang dikorbankan dalam hal ini,” ujarnya. (mg2)
Diskusi tentang ini post