SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mendorong laporan dana kampanye peserta pemilu dibuka ke publik secara detail. Upaya ini untuk mencegah peserta pemilu menggunakan modal ilegal.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengaku, saat ini pihaknya tidak bisa melakukan apa-apa terkait dana atau modal ilegal yang digunakan peserta pemilu. Sebab, tahapan Pilkada 2024 belum dimulai. “Nah, ini PR (Pekerjaan Rumah) bagi para penegak hukum dan Pemerintah, bagaimana menanggulangi hal-hal seperti ini,” kata Bagja.
Bagja menjelaskan, sebenarnya aturan dalam masa pilkada jelas, mengatur tidak boleh adanya penggunaan fasilitas Pemerintah. Lalu, mengangkat pegawai sebelum enam bulan pencoblosan, dan membuat kebijakan yang menguntungkan petahana yang bertanding.
Di luar itu, DPRD dan organisasi masyarakat juga harus ikut mengawasi pengelolaan dana Pemerintah Daerah. Untuk Bawaslu, Bagja mengatakan, saat ini tidak punya kewenangan. “Untuk melibatkan Bawaslu masih sangat sulit, karena tahapan belum ada juga. Bawaslu awasi tahapan penyelenggaraan pemilu. Di luar masa tahapan, bukan kewenangan Bawaslu,” ungkap Bagja.
Bagja juga berpendapat, harus dibuat aturan yang lebih jelas terkait dana kampanye peserta pemilu. Dia ingin Bawaslu maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa melakukan pemeriksaan menyeluruh asal dana kampanye peserta pemilu.
“Kan sebenarnya kalau kita mau bisa, LHKPN-nya berapa sih? Dana kampanye berapa? Tiba-tiba lebih besar, berarti ada penyumbang, penyumbangnya siapa? Ada apa tidak? Kemudian dicek penyumbangnya,” jelasnya.
Penyumbang dana kampanye, lanjut Bagja, juga harus jelas. Tidak boleh ada penyumbang anonim. Profil penyumbang harus sesuai dengan nilai yang disumbangkan. Dia pun mendorong agar laporan dana kampanye dibuka ke publik secara detail.
Bagja menambahkan, sebelumnya KPU memang kerap membuka laporan dana kampanye peserta pemilu ke publik. Hanya saja, laporan yang sampaikan ke publik hanya berupa data rekap secara umum bukan secara rinci atau detail.
“Harus diperbaiki (PKPU tentang dana kampanye), transparan, kalau harus dibuka ke publik. Tiba-tiba tetangga kita nyumbang Rp 2 miliar, padahal nggak pernah sumbang sekali, itu menjadi persoalan,” ujar Bagja.
Anggota Bawaslu Puadi mengakui, untuk instrumen pengawasan pendanaan pemilu atau dana kampanye masih lemah. Kata dia, sumbangan dari sumber-sumber yang ilegal selama ini pasti tidak dicatatkan dalam laporan dana kampanye, meski potensinya cukup besar dari partai. “Konteks pengawasan Bawaslu terkait dana kampanye,” ujar Puadi.
Menurutnya, KPK lebih berwenang melakukan investigasi. Atau juga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi. Meski begitu, Puadi mengatakan Bawaslu akan melakukan pengawasan terhadap dana kampanye. “Nanti akan ada audit dana kampanye dari akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU,” katanya.
Lebih lanjut, Puadi menuturkan, jika anggota parpol terbukti menerima sumbangan dana asing, maka dinilai telah melakukan pelanggaran pemilu. Dia menyebut hal itu termaktub dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 339.
Sebelumnya, KPU mewajibkan partai politik peserta Pemilu 2024 membuka Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK). Hal itu dimaksudkan untuk memudahkan pemangku kepentingan melakukan identifikasi transaksi penerimaan dan pengeluaran untuk keperluan kampanye.
“RKDK tersebut wajib dibuka di bank umum sebelum pelaksanaan kampanye. Kemudian, usai penghitungan suara, RKDK tersebut wajib ditutup,” kata anggota KPU Idham Holik. Idham mengatakan, jika RKDK tidak ditutup akan menyulitkan petugas melakukan pengawasan. Selain itu, juga agar tidak terjadi transaksi di luar masa kampanye.
Lebih lanjut, Idham mengatakan, akan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait dana kampanye. “Prinsipnya gini, kalau sekiranya nanti diperlukan audit forensik karena adanya temuan dari Bawaslu atau rekomendasi dari Bawaslu, itu bisa dilakukan koordinasi dengan PPATK,” tuturnya. (rm)
Diskusi tentang ini post