SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) atau National Food Agency Arief Prasetyo Adi, membeberkan penyebab kenaikan harga telur di pasaran. Salah satunya, dipengaruhi oleh harga pakan yang terus melonjak sehingga menyebabkan perubahan biaya produksi peternak.
“Saat ini di tingkat hulu atau peternak terjadi perubahan biaya produksi, khususnya variabel biaya pakan. Untuk menjaga biaya produksi di tingkat peternak tidak semakin melonjak, kita prioritaskan untuk dilakukan langkah stabilisasi harga pakan,” kata Arief dalam keterangan resmi, Selasa (23/5/2023).
Menurut Arief, ekosistem perunggasan sangat erat kaitannya dengan jagung sebagai salah satu komponen utama pakan ternak. Dalam rangka menjaga stabilisasi pasokan dan harga jagung, Bapanas tingkatkan fasilitasi distribusi pangan (FDP) komoditas jagung dari petani atau gapoktan kepada peternak.
Dalam hal ini, Bapanas telah memfasilitasi distribusi jagung dari NTB dan Sulawesi Selatan ke wilayah produsen telur di Jateng, Jatim, dan Lampung. “Saat ini telah mencapai 1.100 ton dan masih berproses pendistribusian ke Solo Raya 100 ton. Dengan pasokan jagung yang lancar akan dapat menurunkan biaya produksi,” tuturnya.
Tak hanya itu, upaya stabilisasi harga pakan menurut Arief, harus disikapi melalui kolaborasi bersama stakeholder, termasuk kementerian/lembaga terkait. Pasalnya, berdasarkan Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT), biaya pakan berkontribusi sebesar 67 persen dari biaya pokok produksi telur dengan 50 persen pakan adalah jagung giling.
Arief menekankan, keseimbangan harga di peternak, pedagang, dan konsumen tetap menjadi tujuan dari upaya stabilisasi harga telur yang saat ini digenjot NFA. “Poinnya, kita dorong agar harga pakan turun dan stabil sehingga peternak bisa menurunkan harga jualnya sesuai HAP, lalu kita siapkan stanby buyer melalui BUMN pangan untuk menyerap harga yang baik, dan di hilir kita siapkan program bantuan pangan agar harga telur terkendali dan wajar,” ungkapnya. (jpc)
Diskusi tentang ini post