SATELITNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat (PD), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ikut memberikan tanggapannya terhadap klaim Denny Indrayana, mengenai rencana Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengembalikan sistem Pemilu Legislatif (Pileg) ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
SBY menyatakan keprihatinannya atas kemungkinan terjadinya kekacauan politik, akibat perubahan tersebut.
Melalui akun Twitter pribadinya, SBY menulis, “Menarik yang disampaikan Prof Denny Indrayana melalui twitnya tentang informasi bakal ditetapkannya Sistem Proporsional Tertutup oleh MK dalam Pemilu 2024. Juga menarik, mengait PK Moeldoko di MA, yg digambarkan Partai Demokrat sangat mungkin diambil alih Moeldoko.”
SBY menambahkan, bahwa Denny Indrayana adalah mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM yang kredibel. Sehingga, ia merasa tergerak untuk memberikan tanggapannya terkait sistem pemilu yang akan diputuskan oleh MK dan perkembangan kasus PK Moeldoko, yang dikaitkan dengan Partai Demokrat.
SBY juga mengajukan pertanyaan, terkait urgensi pergantian sistem pemilu di tengah proses pemilu yang sedang berjalan.
Ia mengingatkan, bahwa Daftar Caleg Sementara (DCS) baru saja diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sehingga, perubahan sistem pemilu di tengah jalan berpotensi menimbulkan kekacauan politik.
Selain itu, SBY mempertanyakan apakah UU Sistem Pemilu Terbuka benar-benar bertentangan dengan konstitusi.
Menurutnya, tugas MK seharusnya adalah, menilai apakah sebuah Undang-Undang bertentangan dengan konstitusi, bukan menentukan sistem pemilu mana yang paling tepat, apakah itu Sistem Pemilu Tertutup atau Terbuka.
“Penetapan UU tentang sistem pemilu, seharusnya menjadi kewenangan Presiden dan DPR, bukan MK,” kata SBY, Senin (29/5/2023).
Ia menekankan, pentingnya mendengarkan suara mayoritas Partai Politik (Parpol), yang telah menyatakan penolakan terhadap perubahan sistem terbuka menjadi tertutup.
SBY berharap, agar KPU dan Partai Politik siap menghadapi kemungkinan “krisis” akibat perubahan tersebut, dan berharap hal ini tidak mengganggu pelaksanaan pemilu tahun 2024.
Ia mengakhiri pernyataannya dengan menyampaikan keprihatinan terhadap nasib rakyat jika terjadi perubahan sistem pemilu yang tidak diharapkan.
Dalam konteks yang sama, SBY juga menanggapi klaim Denny Indrayana, mengenai penyelesaian Peninjauan Kembali (PK), terkait kepengurusan DPP Partai Demokrat yang diajukan oleh Kepala Staf Presiden Moeldoko.
SBY menyatakan, bahwa sulit untuk menerima jika PK Moeldoko dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA), mengingat KSP Moeldoko telah kalah sebanyak 16 kali di pengadilan.
“Hal ini bisa menjadi bukti, adanya intervensi politik yang bertujuan untuk mengganggu Partai Demokrat, agar tidak bisa berpartisipasi dalam Pemilu 2024,” tambahnya.
SBY berharap, agar pihak yang berwenang, baik di ranah politik maupun hukum, tetap bertindak dengan amanah, menegakkan kebenaran dan keadilan.
Ia menekankan bahwa, Indonesia bukanlah negara yang menganut kekuasaan penguasa yang memangsa yang lemah atau hukum rimba.
Dalam pesannya kepada kader Partai Demokrat di seluruh Indonesia, SBY meminta mereka untuk mengikuti perkembangan kasus PK Moeldoko dan berdoa memohon pertolongan Tuhan Yang Maha Esa.
“Jika keadilan tidak datang, SBY mengingatkan, agar mereka tetap memperjuangkannya secara damai dan sesuai dengan konstitusi,” ujarnya.
Sementara, Muhamad Haris, Wakil Ketua Departemen Politik dan Pemerintahan DPP Partai Demokrat sekaligus Calon Anggota DPR-RI Dapil II Banten, juga menyampaikan keprihatinannya terkait sistem proporsional tertutup yang diusulkan oleh Denny Indrayana.
Menurut Haris, sistem pemilu semacam itu dapat mengancam keadilan dan kekuatan demokrasi.
Ia menyatakan, Prof Denny Indrayana adalah mantan Wamenkumham & ahli hukum yang kredibel.
“Karenanya, saya tergerak berikan tanggapan tentang sistem pemilu yang akan diputus MK & PK Moeldoko di MA, yang ramai diisukan Partai Demokrat bakal dikalahkan dan diambil alih oleh Kepala Staf Presiden Moeldoko,” pungkas Haris.
Muhamad Haris, dengan tegas, menyuarakan keprihatinannya terhadap sistem proporsional yang tertutup. Ia mengungkapkan kekhawatiran, bahwa sistem pemilu semacam itu dapat mengancam keadilan dan kekuatan demokrasi.
“Dengan begitu, penting bagi kita mempertahankan semangat perjuangan, untuk menjaga prinsip-prinsip demokrasi yang adil dan kuat,” ucapnya. Ia menyatakan,
Ditambahkannya, mayoritas Partai Politik telah sampaikan sikap, menolak pengubahan sistem terbuka menjadi tertutup.
“Ini mesti didengar. Kalau di tengah jalan diubah oleh MK, menjadi persoalan serius. KPU dan Parpol harus siap kelola ‘krisis’ ini,” pungkasnya. (rls/mardiana)
Diskusi tentang ini post