SATELITNEWS.COM, TANGERANG—Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Tangerang menyebut progres capaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) triwulan terakhir pada tahun akhir (jabatan) mencapai 97,93 persen. Dengan capaian tersebut, Pemkot Tangerang optimis mampu mengejar kekurangan-kekurangan yang tersisa.
“Kita coba kejar target beberapa yang masih belum tercapai. Tapi walau belum tercapai, kita masih on the track-lah, Insya Allah terkejar,” kata Kepala Bappeda Kota Tangerang Decky Priambodo Koesrindartono ditemui usai apel pagi, Senin (29/05/2023) pagi. Decky menyebut, ada setidaknya enam indikator yang terus dikejar, baik yang berkaitan dengan internal Pemkot Tangerang maupun dengan masalah regional.
“Contoh, berkaitan dengan inflasi. Inflasi inikan kita ada target RPJMD tuh, kalau kita lihat datanya tahun lalu kita sebenarnya kita punya data inflasi terendah se Indonesia di kota. Tapi target yang kita capai itu masih lebih rendah dari target RPJMD. Karena saat disusun lima tahun lalu kita nggak melihat ada gejala internasional dan regional seperti harga bahan bakar dan sebagainya,” ucapnya.
Ini artinya menurut Decky, sangat tergantung pada kondisi regional. Lalu berikutnya adalah berkaitan dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT). Menurut Decky, pandemi Covid-19 pada tahun 2020-2021 terjadi kenaikan TPT imbas dari pandemi. “Tapi 2022 kemudian turun cukup signifikan dari 9 persenan jadi 7 persenan, artinya memang bagus. Tapi, itu masih lebih tinggi dari target RPJMD kita. Sebenarnya RPJMD kita sudah pernah direvisi di awal Covid-19, tapi ternyata estimasi (RPJMD) terlalu tinggi dengan kondisi sekarang,” katanya.
Lalu bagaimana dengan rasio gini? Mantan Kepala Dinas PUPR ini mengatakan, kesenjangan adalah salah satu masalah yang hampir dihadapi semua wilayah di Indonesia. “Gini ratio kita itu secara trend memang mengalami kenaikan secara umum. Cuma di Kota Tangerang untuk gini ratio masih moderat. Angkanya di 0,3, itu termasuk sedang. Kenapa? Ini juga dipengaruhi Covid-19 secara macam,” katanya.
Untuk diketahui, rasio gini secara sederhana adalah suatu alat atau metode yang digunakan untuk mengukur ketimpangan ekonomi dalam suatu populasi melalui distribusi pendapatan. Sebagai alat ukur, gini rasio digunakan untuk mengukur ketidaksetaraan atau ketimpangan ekonomi berdasarkan distribusi pendapatan atau kekayaan pada suatu populasi.
Ketimpangan ekonomi atau distribusi pendapatan yang diukur dengan Gini ratio menghasilkan nilai koefisien yang berkisar antara 0 (0%) hingga 1 (100%). Nilai 0 merepresentasikan kesetaraan sempurna, sedangkan 1 merepsentasi ketidaksempurnaan sempurna. Artinya, jika suatu wilayah memiliki rasio gini sebesar 0, maka distribusi pendapatan penduduk tersebut merata. Sebaliknya, apabila suatu negara memiliki rasio gini sebesar 1, maka artinya distribusi pendapatan atau kekayaan penduduk tidaklah merata. Dengan kata lain, terjadi ketimpangan pendapatan atau kekayaan yang begitu nyata.
Dia menyatakan, dampak Covid-19 cukup signifikan sehingga proses recovery ekonomi butuh waktu. “Intervensi kebijakan kita indikasinya bagus, tapi belum cukup mengembalikan kondisi semula apalagi membalikkan keadaan. Harapannya kita coba kejar terus,” katanya. Ada pun poin berikutnya yang dikejar adalah SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan).
“Alhamudillah kita ini juga bagus, beberapa kali kita dipanggil Kemenpan RB. Memang mereka juga melakukan perubahan terkait masalah penilaian SAKIP. Mereka sadar bahwa penilaian SAKIP banyak base on document. Ini juga disampaikan ada fenomena yang berbeda, di beberapa daerah nilai SAKIP-nya tinggi, tapi pelayananya rendah,” ujarnya. Karena itu yang lebih ditekankan kemudian adalah reformasi birokrasi berdampak.
Lalu selanjutnya adalah menekan angka kematian ibu dan anak yang masih belum tercapai. “Kota Tangerang ini nilainya kecil dibandingkan nasional. Targetkan kita 12,1 berbanding 100 ribu kelahiran. Standar nasional itu sekitar 300-an, tapi gara-gara Covid-19 kita akhirnya agak kendor dikit. Turunnya nol koma, makanya akan dikejar lagi,” ujarnya.
Disinggung soal standar minimal capaian RPJMD Decky menyebut sejatinya tidak ada. “Kondisi kita dinamis ya, tetapi selama kita bisa menjelaskan argumennya itu bisa diterima. Cuma, biasanya jika capaiannya sudah di atas 90 persen disebut baik sekali. Dan kita sudah 97,93. Jadi Insya Allah baik sekali dari pusat. Jadi mudah-mudahan 2023 tetap bisa kita kejar, maka kita tetap fokus menyelesaikan tugas yang ada,” katanya. (made)
Diskusi tentang ini post