SATELITNEWS.COM, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus judicial review (JR) alias uji materi perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait sistem Pemilu, pada Kamis (15/6) mendatang. Pakar hukum tata negara Denny Indrayana meminta MK tidak tergoda untuk mengubah sistem pemilu dari proporsional tertutup menjadi proporsional terbuka.
“Mengubah sistem pemilu ke tertutup, saat proses sudah berjalan, akan menimbulkan kekacauan, bahkan penundaan pemilu. Sudah terlihat, delapan fraksi di DPR menolak sistem pileg proporsional tertutup. Ingat, putusan MK memerlukan pengubahan aturan pelaksanaan misalnya di KPU,” kata Denny Indrayana dalam keterangannya, Selasa (13/6).
Denny mengaku justru dirinya akan diuntungkan jika sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup. Sebab, dia kini merupakan bacaleg Partai Demokrat nomor urut 1 di Dapil Kalsel 2.
Karena itu, Denny memastikan tidak ada motif politik pribadi ketika saya mengadvokasi putusan MK seperti sekarang, tetap proporsional terbuka. “Semuanya saya lakukan justru untuk kepentingan publik, untuk menyelamatkan suara rakyat dan menguatkan demokrasi di tanah air,” tegas Denny.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) ini lantas memprediksi, lima arah putusan MK terkait sistem pemilu. Pertama, tidak dapat diterima, karena para pemohon tidak punya legal standing.
“Artinya sistem pileg tetap proporsional terbuka, tidak ada perubahan,” ucap Denny.
Kedua, menolak seluruhnya, karena permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk dikabulkan. “Artinya sistem pileg tetap proporsional terbuka, tidak ada perubahan,” papar Denny.
Ketiga, mengabulkan seluruhnya. Ia menyebut, sistem pileg berubah menjadi proporsional tertutup, tetapi apakah akan langsung diterapkan pada pemilu 2024, atau ditunda pelaksanaannya.
“Kalau MK, mencari jalan kompromi antara berbagai kepentingan politik, maka putusannya akan mengabulkan seluruh permohonan, yang artinya mengganti sistem proporsional terbuka menjadi tertutup, namun diberlakukan untuk pemilu selanjutnya, tidak langsung berlaku di 2024,” papar Denny.
Keempat, mengabulkan sebagian, yaitu ketika memutuskan sistem campuran (hybrid) antara penerapan proporsional tertutup yang memperhatikan nomor urut, sambil tetap memperhitungkan suara terbanyak (terbuka), yang akan diterapkan pada pemilu 2024, atau ditunda pelaksanaannya.
Kelima, nengabulkan sebagian, yaitu ketika memutuskan sistem campuran (hybrid) berdasarkan levelnya, misalnya proporsional tertutup untuk DPR RI, dan terbuka untuk tingkat DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, atau sebaliknya, yang akan diterapkan pada pemilu 2024, atau ditunda pelaksanaannya.
“Sedangkan komposisi putusan hakimnya memang lebih sulit diprediksi, meskipun bukan tidak bisa dilihat dari kecenderungan konservatif dan progresif posisi hakim selama ini,” pungkas Denny.
Sementara itu, dukungan terhadap sistem proporsional terbuka juga disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah, yang ingin Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
“Kami sangat berharap para hakim yang mulia di MK meneruskan tradisi masyarakat demokrasi serta tradisi Pemilu demokratis. Kalau berbicara tradisi demokrasi, maka tradisinya masyarakat dan Pemilu terbuka,” kata Fahri kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurutnya, publik harus menggunakan hak pilihnya untuk memilih wakil mereka secara langsung. Rakyat tidak boleh disabotase kepentingan elite partai politik.
Fahri mengatakan, jika menyangkut kepentingan umum dan masyarakat, semakin terbuka maka akan semakin demokratis. Indonesia tidak bisa kembali ke belakang dan menganut paham tertutup dan otoriter.
“Kita sudah membuka negara ini. Hasilnya luar biasa. Jangan lagi kita serahkan urusan umum publik hanya kepada segelintir elite. Serahkan seluruhnya kepada rakyat Indonesia agar semua berpartisipasi untuk kebaikan bersama,” pesannya.
Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini menilai, Pemilu 2024 amat krusial. Sebab, akan menentukan apakah negara ini ke depan kembali sentralisasi dan oligarki, atau akan semakin demokratis.
“Kader Gelora bukan hanya mewakili partai politik dan pengurusnya. Kami akan jadi wakil yang melayani kepentinganrakyat yang memilih kami,” pungkasnya.
Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta mengatakan, meski berharap sistem Pemilu tetap terbuka, namun pihaknya menyiapkan dua skenario menghadapi putusan MK.
“Sudah pasti mendukung sistem proporsional terbuka. Tapi kan kita jauh dari jangkauan MK. Sebagai partai peserta Pemilu, kita menyiapkan duanya-duanya,” kata Anis dalam keterangannya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurutnya, dalam sistem terbuka, partisipasi individu amat tinggi. Artinya, kedaulatan rakyat tidak terganggu. Jika tertutup,dia yakin partisipasi individu akan berkurang signifikan. (jpc/rm)
Diskusi tentang ini post