SATELITNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Herwyn JH Malonda mengatakan, masalah Sumber Daya Manusia (SDM) Ad hoc (sementara), dan kendala teknis masih menjadi tantangan dalam Pemilu dan Pilkada tahun 2024.
Persoalan SDM yang dimaksud Herwyn, yakni kesulitan merekrut SDM Ad hoc yang berpengalaman dalam melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara. Terutama, kata Herwyn, perekrutan SDM ad hoc di tingkat TPS.
“Kita memang sudah membentuk kemarin tim Ad hoc, tapi kendalanya masih sama. Misalnya, banyak masyarakat berminat mengikuti rekrutmen, tapi belum memiliki pengalaman sebelumnya,” kata Herwyn, saat menjadi keynote speaker dalam diskusi daring yang diadakan Komite Independen Sadar Pemilu (KISP), dilansir dari laman Bawaslu, Minggu (24/6/2023).
Herwyn menjelaskan, berdasarkan data yang dimiliki, minat untuk menjadi pengawas Ad hoc di tingkat TPS, yaitu masyarakat muda yang belum memiliki pengalaman. Hal itu, kata dia, Bawaslu harus melakukan bimbingan teknis kepada relawan pengawas dengan waktu terbatas.
“Apalagi Pemilu 2024, ada keterbatasan waktu rekapitulasi penghituang suara dan pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU), karena pemilu dan pemilihan waktunya berdekatan,” ujarnya.
Selain kendala rekrutmen SDM Ad hoc, kendala teknis seperti kesulitan akses jaringan teknologi informasi dan kendala geografis di daerah yang terisolir, terutama wilayah Indonesia timur menjadi tantangan Pemilu dan Pilkada 2024.
Sejalan dengan Herwyn, Anggota KPU Mochammad Afifuddin berharap SDM Ad hoc penyelenggara pemilu memiliki pengalaman di bidang kepemiluan. Alasannya, pemilu tidak menyelenggarakan pemungutan suara secara teknis saja, melainkan musyawarah besar rakyat Indonesia.
Tentunya, kata dia, memiliki kompleksitas persoalan yang pelik. “Penyelenggara pemilu ad hoc harus memiliki keterampilan khusus dalam hal kepemiluan,” tegasnya.
Koordinator Umum KISP Edward Trias Pahlevi menjelaskan maksud dan tujuan diadakan kelas intensif kepemiluan tersebut, berangkat dari adanya kesadaran untuk memberikan pendidikan demokrasi kepada masyarakat dalam melakukan kontrol sistem terhadap jalanannya roda pemerintahan.
Kontrol yang dimaksud, jelas Edward Trias Pahlevi, adalah ruang masyarakat dalam mengemukakan pemikiran kritis di ruang publik sebagai penyeimbang kebijakan pemerintah. Menurutnya, kritik diperlukan dalam rangka untuk mengawasi kebijakan pemerintah (penguasa) agar tidak keluar dari kesepakatan politik di awal berkuasa.
“Oleh sebab itu melihat landasan persoalan tersebut maka Kelas Intensif Kepemiluan Nasional ini diadakan KISP yang bekerjasama dengan Sekolah Pemilu (SP) dalam upaya penguatan kapasitas masyarakat dalam menjelang momentum pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah 2024,” tuturnya. (aditya)
Diskusi tentang ini post