SATELITNEWS.COM, SERANG – Pemprov Banten pada tahun 2023 ini, mengalokasikan anggaran sebesar Rp 74 Miliar untuk Bantuan Keuangan (Bankeu) Desa, dengan total sasaran sebanyak 1.238 Desa yang tersebar di 118 kecamatan di empat daerah yakni, Kabupaten Serang, Tangerang, Pandeglang dan Lebak.
Dari jumlah itu, setiap Desa mendapatkan alokasi Bankeu sebesar Rp 60 juta, lebih tinggi dibanding tahun 2022 yang hanya mencapai Rp 15 juta per Desa.
Meski alokasi yang dianggarkan lebih besar, namun dalam realitasnya serapan Bankeu itu masih belum maksimal. Sebab dalam prosedur pencairannya, harus ada ‘proposal’ yang diajukan oleh masing-masing Desa terkait, dengan peruntukan anggaran itu.
Sementara di sisi lain, masih banyak Pemerintah Desa (Pemdes) yang gagap atau belum memahami secara utuh prosedur pencairan itu.
“Walhasil masih banyak Pemdes yang belum mengajukan ‘proposal’ itu, terutama di daerah Lebak dan Pandeglang yang masih minim. Lebak yang sudah dicairkan itu sekitar 15 desa, Pandeglang 17 desa, yang lainnya memang masih dalam proses,” kata Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Provinsi Banten, Usman Asshiddiqi Qohara, Rabu (12/7/2023).
Diakui Usman, kedua daerah itu kondisinya memang berbeda dengan desa-desa di Tangerang dan Serang.
Namun demikian, Usman tak merinci persentase pencairan Bankeu Desa pada dua daerah tersebut. Yang jelas, diakui Usman, seluruh desa di Banten ini sudah mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek) berkaitan dengan pengajuan dan penggunaan Bankeu Desa baik secara langsung maupun melalui aplikasi zoom.
“Mungkin memang kurang maksimal, apalagi melalui zoom,” tandasnya.
Oleh karena itu, lanjut Usman, pihaknya dalam waktu dekat akan membuat tim khusus yang diterjunkan ke masing-masing Pemdes untuk mengetahui persoalan yang terjadi dan memberikan solusinya agar anggaran desa ini bisa segera terserap.
Karena jika tidak begitu, anggaran ini akan tetap ada dinas dan itu menjadi beban berat bagi dirinya.
“Ini tentu menjadi persoalan baru, yang harus kita selesaikan. Karena kalau tidak, tentu ini akan menjadi persoalan di kemudian hari. Lagi pula ini juga akan menjadi beban, karena anggarannya cukup besar yang dikhawatirkan tidak terserap maksimal,” pungkasnya.
Untuk proses pencairannya sendiri, tambah Usman, setelah dirinya menerima ‘proposal’ pengajuan dari masing-masing desa, kemudian dilakukan verifikasi.
Setelah itu selesai, nanti akan diserahkan ke BPKAD untuk dilakukan proses selanjutnya sampai pencairan yang ditransfer langsung ke rekening desa yang tertera di ‘proposal’ itu.
“Kalau sudah diajukan dan tidak ada persoalan, insya Allah cepat ko prosesnya. Dan itu akan dicairkan sesuai dengan anggaran yang diajukan,” ucapnya.
Pada pertengahan bulan Maret 2023 lalu, Pemprov Banten melaksanakan workshop pembentukan desa percontohan antikorupsi yang diikuti oleh seluruh Kepala desa di Banten. ada enam materi pokok dalam workshop tersebut pertama disampaikan oleh LKPP RI, kedua dari Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK RI, ketiga Inspektorat Jenderal Kemendes PDTT, keempat Inspektorat Jenderal Kemendagri, kelima BPKP Perwakilan Provinsi Banten, dan keenam DJPb Provinsi Banten.
Dari semua pemateri itu, secara garis besar membahas berkenaan dengan pengajuan dan pemanfaatan sampai pertanggungjawaban dana desa, dimana dalam Juknisnya sendiri Pemprov Banten sudah mengatur pembagiannya seperti untuk penanganan stunting, gizi buruk, kemiskinan ekstrim dan pengendalian inflasi.
Kendatipun serapan anggaran desa itu masih belum maksimal, namun Pj Gubernur Banten Al Muktabar sesumbar akan kembali menambah alokasi anggaran itu pada tahun 2024 nanti yang difokuskan untuk support kinerja Pemdes.
“Ini lebih konkrit lagi. Kalau dulu anggaran untuk desa itu hanya kita alokasikan sebesar Rp 18 Miliar, kemudian naik Rp 78 Miliar nanti untuk tahun depan setiap desa kita alokasikan Rp100 juta,” pungkasnya.
Besaran anggaran itu, lanjutnya, hanya yang bersumber dari APBD Provinsi. Sebab ada sumber anggaran lainnya yang dialokasikan untuk desa, seperti anggaran pembangunan dari pemerintah pusat.
Provinsi akan terus menggiatkan pembangunan yang dimulai dari pinggiran, yakni dari desa.
“Ini akan kita wujudkan. Kemarin itu kecil karena terganggu Covid-19. Kalau sekarang akan terus kita giatkan,” ucapnya.
Kemudian, lanjut Al, desa juga bisa mengoptimalkan sumber pendapatannya sendiri, salah satu yang dimungkinkan melalui pengelolaan BUMDes.
Dengan pengoptimalan ini, maka desa akan bisa mandiri dan mempunyai kompetensi entrepreneurship.
“Oleh karenanya kita memposisikan desa sebagai pintu depan dalam membangun Indonesia, karena dengan jumlah desa sebesar itu yang bisa survive, maka sumber daya kita sudah siap untuk mandiri,” ujarnya. (luthfi)
Diskusi tentang ini post