SATELITNEWS.COM, SERANG—Pemprov Banten terancam akan kehilangan anggaran pendapatan yang mencapai Rp4 triliun pada tahun 2025 mendatang. Hal itu disebabkan aturan baru perihal Dana Bagi Hasil (DBH) pajak kendaraan bermotor dan lainnya yang lebih besar diperuntukkan Kabupaten/Kota dibandingkan Provinsi.
Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah pembagian keuangan daerah itu lebih besar kepada Provinsi dibandingkan Kabupaten dan Kota. Namun setelah UU itu disahkan, kondisi pembagiannya menjadi terbalik yakni untuk Provinsi hanya 34 persen dan Kabupaten/Kota 66 persen.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten Deni Hermawan hingga saat ini Pemerintah Provinsi Banten bersama Pansus Raperda Pajak dan Retribusi Daerah masih membahas aturan untuk menjabarkan aturan baru tersebut. Termasuk berapa pajak nanti yang akan dikenakan. Apakah akan menggunakan tarif atas atau bawah? Mengingat Pemprov Banten akan kehilangan cukup banyak pendapatan nantinya.
“Kita masih belum menentukan apakah kita akan mengikuti tarif maksimal atau pun yang di pertengahan atau yang paling dasar. Semua masih diformulasikan bersama Pansus lagi pendalaman-pedalaman bersama para pihak untuk membahas ini,” ujarnya, Senin (24/7).
Deni mengungkapkan, pembagian untuk pemerintah kabupaten/ kota sebesar 66 persen tentu akan banyak mengurangi pendapatan Pemerintah Provinsi Banten. Apalagi, hingga saat ini sebanyak 87 persen pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi Banten berasal dari pajak kendaraan bermotor.
Deni menjelaskan ada empat objek pajak yang menjadi kewenangan Pemprov Banten, yaitu pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak ada air permukaan dan cukai rokok.
“Secara struktur yang menyumbangkan (pendapatan-red) sampai saat ini memang masih di pajak kendaraan bermotor,” ujarnya.
Meski demikian, Deni menjelaskan bahwa saat ini dia tidak bisa lebih detail menjelaskan skema pajak dan lainnya karena pembahasannya masih berlangsung. Dia menargetkan, raperda akan sudah selesai sebelum akhir tahun ini.
“Saya belum bisa bicara lebih awal karena saat ini masih dibahas bersama di pansus. Tentu pembahasannya tidak boleh melebihi akhir tahun jadi mudah-mudahanlah sebelum akhir tahun ini sudah selesai,” katanya.
Deni yang saat ini menjabat sebagai Asda III Pemprov Banten ini mengatakan karena Pemprov Banten akan kehilangan cukup banyak pendapatan karena adanya aturan baru ini. Karena itu Pemprov harus bisa kreatif menggali pendapatan. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan lebih jauh aset-aset yang dimiliki Pemprov Banten seperti lahan pertanian, situ dan lain sebagainya.
“Tentu ke depan kita harus melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah bisa saja nanti melalui retribusi pemanfaatan aset daerah yang saat ini dikelola oleh kita bagaimana kita maksimalkan pendapatan daerah ini dari pengelolaan aset-aset yang kita miliki. Ini lagi kita persiapkan semuanya,” ujarnya.
Saat ditanya apakah ketika pembagian hasil pajak untuk kabupaten kota lebih besar daripada provinsi maka kabupaten kota tidak akan mendapatkan bantuan keuangan dan lainnya, Deni mengatakan tidak. Dia menyatakan, karena bantuan keuangan sudah menjadi kewajiban yang dimandatorikan pemerintah pusat ke daerah, maka pembagian keuangan daerah kepada kabupaten kota akan tetap dilakukan oleh Pemprov Banten.
Artinya, selain mendapatkan pembagian 66 persen dari pendapatan pajak, pemerintah kabupaten kota juga akan tetap mendapatkan bantuan keuangan dari Pemprov Banten. Hanya saja, untuk besaran bantuan keuangan itu akan kembali diatur oleh Pemprov Banten melalui perda.
“Itu kan (pembagian keuangan-red) mekanisme yang sudah baku. Tinggal nanti seperti apa porsinya,” katanya.
Muhsinin, salah satu anggota Pansus Raperda Pajak dan Retribusi Daerah, mengatakan, saat ini pembahasan raperda tersebut baru memasuki tahapan awal dan belum menyentuh substansi serta detail dari prinsip-prinsip raperda. Dia mengatakan, pembahasan raperda ini dilakukan karena ada aturan terbaru tentang pajak daerah yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
“Masih dibahas di internal pansus,” katanya.
Muhsinin mengatakan, dengan adanya aturan baru ini, maka pembagian keuangan untuk Pemprov Banten akan jauh berkurang dari sebelumnya. Karena itu, agar APBD Provinsi Banten tidak terlalu terdampak dengan adanya aturan ini, maka dia mendorong agar Pemprov Banten lebih kreatif menggali pendapatan asli daerah (PAD). Dengan begitu, maka Pemprov Banten tidak akan terlalu terseok-seok ketika membiayai program kerja yang ada.
“Pemprov Banten harus memaksimalkan pajak yang lain,” kata politisi Partai Golkar ini. (luthfi)
Diskusi tentang ini post