SATELITNEWS.COM, PANDEGLANG–Selama periode Juli dan Agustus, ada empat warga Kabupaten Pandeglang yang ditolak berobat oleh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banten. Hal itu terjadi, karena kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Penerima Bantuan Iuran (PBI) diblokir sepihak.
Tim relawan kesehatan Pandeglang Dicky Nurmansyah mengatakan, sejauh ini ada empat warga Pandeglang yang tidak dilayani, alias ditolak oleh pihak RSUD Banten. Lantaran, kepesertaan sebagai peserta BPJS PBI diblokir sepihak.
“Ada empat, untuk Pandeglang. Alasannya, karena kartu BPJS PBI sudah enggak aktif lagi,” kata Dicky, Minggu (6/8/2023).
Dicky mengatakan, seharusnya hal itu tidak terjadi. Karena, pemberian pelayanan kesehatan sudah diamanatkan oleh konstitusi, dan menjadi tanggungan negara. Terlebih, yang berobat tersebut merupakan warga tidak mampu.
“Seperti itulah realitas di lapangan,” tandasnya.
Menurutnya, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian semua pihak terkait, seperti masyarakat yang sudah mendaftarkan BPJS, maka tidak bisa menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Sedangkan masa aktif BPJS tersebut, saat pendaftaran yaitu 14 hari.
“Hak selama 14 hari pasien itu, seperti buah simalakama. Jika sakit, harus bayar umum atau menahan diri di rumah saja. Karena tidak bisa menggunakan SKTM, padahal masyarakat tersebut jelas tidak mampu. Sekarang, mau daftar ke BPJS PBI harus nunggu qouta dan anggaran,” ujarnya.
Persoalan selanjutnya, kata dia, apabila ada masyarakat yang memiliki BPJS PBI terkena blokir dari pusat, maka masyarakat tersebut tidak bisa berobat ke Rumah Sakit (RS) Provinsi. karena dalih dari rumah sakit takut ada penggandaan klaim asuransi.
“Jika menggunakan SKTM karena NIK (Nomor Induk Kependudukan)-nya sudah terdaftar di BPJS, dan diarahkan untuk mengaktifkannya ke Dinsos setempat,” ujarnya.
“Sedangkan disaat masyarakat tersebut mengikuti prosedur untuk mengaktifkan BPJS, karena ke urgenan (penting) peserta tersebut dengan penyakitnya, namun kadang jawaban dari Dinsos setempat-pun harus menunggu antrian atau qouta dari pusat atau daerah, karena tidak ada lagi anggaran,” sambungnya.
Persoalan seperti itu, kata dia, kerap terjadi di Rumah Sakit (RS) dan banyak pasien menjadi korban, dan tidak terlayani dengan baik. Hal itu, kata dia, harus dijadikan perhatian agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama, tanpa memandang status sosialnya.
“Semoga, RSUD Banten bisa memberikan solusi yang cepat, agar tidak ada lagi warga Banten yang tidak bisa berobat dan mendapatkan pelayanan kesehatan semestinya di rumah sakit,” pungkasnya.
“Saya harap, Pemprov Banten bisa duduk bareng, mencari solusi. Karena mekanisme yang sulit, hingga membuat masyarakat Banten susah mendapatkan pelayanan pengobatan. Kami para relawan kesehatan, sering mendapatkan laporan dari orang-orang yang tak bisa berobat. Karena terkendala banyak hal,” pungkasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komisi IV DPRD Pandeglang M. Habibi Arafat, menyayangkan adanya penolakan pelayanan kesehatan tersebut. Dia menilai, sikap yang ditunjukkan pihak RSUD Banten, harus segera diperbaiki. Agar pelayanan kesehatan masyarakat tidak lagi dibedakan.
“Kita sangat menyayangkan kejadian itu. Seharusnya, pihak Rumah Sakit (RS) juga bisa membantu mencarikan solusi, agar warga yang sakit bisa berobat. Bagaimana mau sehat, warga kita jika pelayanan saja seperti itu,” imbuhnya. (mg4)
Diskusi tentang ini post