SATELITNEWS.COM, TANGERANG–Perjalanan hidup Novianto bak roller coster. Dia pernah menjadi pecandu narkotika sejak SD. Siapa sangka, pria ini pada akhirnya justru menjadi seorang konselor di panti rehabilitasi narkotika Sakinah Harakah Bhakti (Sahabat Foundation), Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan. Begini kisahnya?
Novianto menjadi pecandu narkotika dari usia yang teramat muda. Dia mengenal barang haram tersebut sejak duduk di kelas 5 Sekolah Dasar (SD). Pada saat itu, menurutnya lingkungan menjadi pengaruh yang paling utama kenapa ia bisa terjerumus ke lembah hitam sejak anak-anak tepatnya tahun 2004.
“Saya terjerumus narkoba dari tahun 2004 itu awal pertama kali SD kelas 5. Coba pertama kali pil BK kalau di kita sebutnya pil koplo. Awal itu karena tempat lingkungan saya di Kalimantan itu jadi faktor lingkungan yang menjerumus saya untuk sok belajar dewasa dari kebiasaan orang orang disekitar,” ujarnya saat ditemui.
Naik pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), Novianto lebih jauh terkontaminasi dengan lingkungan yang tidak asing dengan perjudian dan barang haram. Kala itu, ia mengenal sabu saat duduk di kelas 3. Setelah itu dia memakau putau.
“Akhirnya dikenalin putau itu sama teman pada tahun 2007. Pakai lagi sampai 2009 . Akhirnya di Kalimantan sudah mulai susah saya coba sabu untuk disuntik sampai dengan 2012,” tambahnya.
Pada tahun 2014, Novianto memutuskan untuk rehabilitasi pertama kalinya karena sudah lelah dan melakukannya dengan keinginan sendiri. Pertimbangan lainnya, kata Novianto, untuk mendapatkan narkoba dirinya kerap menghalalkan segala cara. Apalagi, di 2006 dirinya sempat ditangkap karena kepemilikan sabu seberat 1,2 gram.
“Karena kemauan sendiri, sudah cape apa saja saya halalin. Yang berantem sama orang tua iya, harta orang tua habis, terus kalau saya ngga cukup untuk menutup keinginan saya untuk menggunakan tuh sampai ngejambret di jalan. Pokoknya bagaimana gimana supaya tidak ngakalin orang tua lagi. Intinya cari duit di jalan hal apa pun dilakukan,” paparnya.
Rehabilitasi itu ia jalani selama 8 bulan di panti rehabilitasi di wilayah Tanamera, Kalimantan. Namun, hasil tersebut hanya bertahan 4 bulan. Dirinya kembali menggunakan narkoba. Awal tahun 2015 ia bersungguh melakukan rehabilitasi di Lido, Bogor. Kali ini, ia membulatkan tekad demi orang tuanya.
“Akhirnya saya training konselor di Lido. Baru total tidak pakai. Saya mandang sosok ayah saya. Ayah saya ini orang yang berkecimpung di dunia politik. Jadi dia meninggalkan karirnya di dunia politik karena malu punya anak seperti saya. Akhirnya pada suatu malam, saya sedang pakai dia melihat cuma bilangnya ‘kalau saya mati jangan pernah angkat jenazah saya, saya ngga mau punya anak seperti itu.’ Akhirnya seminggu kemudian saya mau rehab,” bebernya.
Selesai menjalani rehabilitasi, dirinya mendapat kesempatan bekerja di BNN Kalianda, Lampung Selatan pada tahun 2016. Dan di pengujung tahun 2018 ia bergabung dengan Sahabat Foundation yang kini bermarkas di Jalan Ir H Juanda.
Ketika ditanya apa yang menjadi motivasi dirinya berjalan di dunia konseling, ia hanya ingin memberikan contoh dari pengalaman hidupnya. “Saya melihat diri saya aja, kalau saya tidak bisa menyembuhkan diri saya, kalau saya ngga bisa untuk mengontrol diri saya, bagaimana saya bisa memberikan pandangan kepada orang lain. Intinya saya berbuat untuk diri saya aja dulu, ngga ada motivasi untuk orang lain. Tapi buat diri saya aja dulu. Yang penting saya benar, kalau orang lihat kan mereka juga mencontoh,” pungkasnya. (eko)
Diskusi tentang ini post