SATELITNEWS.COM, SERPONG—Omzet parkir kendaraan sepeda motor di kawasan Stasiun Serpong, Kota Tangerang Selatan turun drastis.
Penurunan itu disebabkan adanya pemasangan pagar oleh PT KAI sehingga para pengendara lebih memilih tempat penitipan yang lebih dekat.
Dampak tersebut dirasakan Nana Sumarsana (59). Usaha parkir turun temurun dari keluarganya itu terancam mati pascaadanya pemasangan pagar. Pasalnya, kata dia, sebelum ada pagar para pelanggannya tidak perlu berjalan jauh untuk masuk ke dalam stasiun. Namun kini mereka harus memutar.
Kata Nana, sejak tiga bulan lalu omzetnya turun drastis. Biasanya, kata dia, dalam satu hari tempat penitipan motornya bisa menampung sampai 400 motor. Namun, sekarang paling banyak hanya 100 motor dalam satu hari.
“Keinginan kita sebenarnya cuma hanya dikasih akses jalan ke stasiun. Sebetulnya buat pelanggan kereta api juga. Tadinya ini ngga ada pagar, terbuka saja. Dipagar dari 13 Oktober malam,” ujarnya saat ditemui, Kamis (21/12).
Tidak tinggal diam, ia dan para pelaku usaha yang sama sempat melakukan protes. Bahkan ia pun telah mengadukan hal tersebut sampai ke Wali Kota Tangsel dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tangsel tetapi tidak ada respon.
“Kita sudah bersurat dari kelurahan, ngga ada respon. Ya itu surat tembusannya ke camat sama wali kota,” katanya.
Kata Nana, dirinya pernah beberapa kali mendapatkan intimidasi lantaran kerap memprotes hal itu. Kata dia, rumahnya didatangi oleh aparat TNI dan mantan Paspampres.
“Saya kan protes. Saya diintimidasi. Datang ke rumah bawa TNI aktif sama mantan paspampres ngakunya. Yang TNI itu memang tentara yang di BKO di kereta api. Tapi kan harusnya ngga boleh seperti itu, harusnya panggil saya untuk duduk bareng,” ucapnya.
Bukan tanpa alasan dirinya melakukan protes, omzet menurun membuat dirinya kebingungan lantaran ada 5 orang pegawai yang harus ia tanggung.
“Pegawai saya ada 5 orang loh, ada istrinya anak-anaknya pada sekolah. Tadinya biasanya perhari motor masuk 400, sekarang paling 100. Tadinya banyak yang jualan sudah pada mati usahanya karena sepi,” bebernya.
Nana menyebutkan, dirinya pernah dimintai sejumlah uang oleh kepala Stasiun Serpong bernama Wahyudi untuk mengusahakan agar membantu buka jalan di pagar tersebut.
Namun, setelah dua kali penyetoran dengan total Rp 4.000.000 akses jalan pun tidak diberikan.
“Wahyudi, terakhir sih katanya sudah tidak ada. Dimutasi. Saya sudah setor 4 juta. Dua kali setoran. Pertama dia hubungi minta uang biar semangat membantu buka jalan di pagar itu. Ya sudah saya kasih. Setelah tiga hari minta lagi, saya ketemu sama kawan-kawan. Akhirnya kita patungan lima orang pengusaha parkiran di sini. Ke rekening pribadi Wahyudi Beni,” ungkapnya.
“Saya sempat dipanggil ke Daop 1 di Cikini, didampingi pak RW. Waktu itu memang dia sedang periksa kepala stasiun kalau dia itu sudah menerima suap, tapi waktu itu serikat dari KAI datang kesini minta saya buat surat pernyataan bahwa itu bukan suap. Itu hanya pinjam supaya dia selamat. Kalau suap kan dia masuk pelanggaran tingkat 3, ya di-PHK,” sambungnya.
Nana berharap ada kebijaksanaan yang dilakukan oleh PT KAI agar memberikan akses jalan. Diketahui, sejak dilakukan pemagaran, pengguna KRL menaruh motor didalam area stasiun.
“Lahan tempat parkiran kita mah lahan pribadi. Kita juga bayar pajak dari Dinas Pendapatan Daerah,” ungkapnya.
Hal senada dikatakan Edi Sumarna (65), penghasilannya ikut merosot. Padahal, banyak pengguna KRL yang mengeluhkan hal serupa. Pasalnya, menaruh kendaraan dilokasi tempat warga memiliki keuntungan. Mulai dari harganya yang murah tidak menghitung jam, dan tempatnya yang terlindung dari panas dan hujan.
Raffa salah satu pengguna KRL mengatakan harga yang murah membuat ia menitipkan sepeda motor di tempat warga. Walaupun kata dia, harus berjalan lebih jauh. Waktu belum dipagar, jarak ke pintu stasiun hanya 50 meter, setelah dipagar harus memutar dengan jarak sekitar 250 meter.
“Karena murah di sini. Lima ribu Saja. Kalau di dalam kan hitungan jam di atas itu harganya. Ini juga enak di dalam bangunan jadi motor lebih aman,” pungkasnya. (eko)
Diskusi tentang ini post