SATELITNEWS.COM, TANGSEL—Pesantren Tunanetra Raudhatul Makfufin menjadi tempat bagi 29 orang santri yang mendalami ilmu agama. Dimana, para penyandang disabilitas ini bisa membuktikan bahwa ketidakmampuannya melihat tidak menjadi hambatan bagi mereka.
Selama bulan suci Ramadan, pesantren dengan slogan Tiada Mata Tak Hilang Cahaya ini menekankan santrinya untuk lebih mendekatkan diri kepada Al-Quran. Mulai dari menghafal, hingga menghantamkannya secara bersama-sama. Selain itu, terdapat juga kajian untuk menambahkan pengetahuan.
“Jadi ada beberapa program bagi yang kelas atas yang mereka hafalan Alquran bahasanya kuartalan atau mengulang hafalan yang sudah mereka hafal itu disetorkan diulang lagi dari awal,” ujar Ade Ismail, Pengurus Yayasan Raudhatul Makfufin, Minggu (24/3).
“Ada juga kajian untuk menambah pengetahuan mereka pendalaman mereka tentang sejarah atau bagaimana Alquran diturunkan dan bagaimana perkembangannya serta manfaat nya bagi kehidupan mereka,” lanjut Ade.
Ade menjelaskan, metode pembelajaran menyesuaikan dengan klasifikasi tingkatan belajar. Dimana, terdapat tiga kelas mulai dari ula, usto, dan ulta. Sedangkan, secara bersamaan juga terdapat pembelajar sekolah formil dari jenjang SD sampai SMA.
“Bagi yang baru kita ada kegiatan tadarus setiap habis tarawih itu niatnya insya Allah anak-anak tahun ini bisa hatam Alquran bersama-sama. Santri kita paling kecil ada yang usia 8 tahun dan yang paling besar sampai 24 tahun,” jelasnya.
Sembari menunggu berbuka puasa, para santri membaca Al-Quran dengan cara meraba secara perlahan huruf braille. Para santri mulai membaca setiap ayat yang ada didalam Al-Quran. Lantunan merdu pun terdengar beriringan di dalam mushola Pesantren.
Rupanya, pesantren yang berada di Jalan Masjid Latif, RT 04, RW 02, Kelurahan Kademangan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) tidak hanya memiliki santri dari Tangsel saja. Tetapi, ada yang berasal dari Jawa Tengah sampai Sumatera.
“Kita untuk santri yang ada disini yang bermukim ada yang dari Tangerang raya, Jabotabek, dan ada juga yang dari luar daerah Demak, Brebes, Serang, Cilegon, Sumatra juga ada Lampung, Riau,” ucapnya.
Kata Ade, tenaga pengajar pun beberapa terdapat seorang tunanetra dan ada juga yang tidak. Menurutnya, hal tersebut menjadi kolaborasi dalam memberikan ilmu pendidikan. Ade menambahkan, di luar bulan suci Ramadan, aktivitas Pesantren Tunanetra Raudhatul Makfufin berjalan seperti pesantren pada umumnya.
“Dari subuh sampai jam setengah 7 mereka baca Al-Quran, lanjut sekolah formal di sini. Sore kembali membaca Al-Quran. Habis maghrib ada kajian kitab kitab mulai dari fiqih, aqidah akhlak sampai malam,” pungkasnya. (eko)
Diskusi tentang ini post