SATELITNEWS.COM, LEBAK – Kemeriahan tak terbendung saat ribuan masyarakat Suku Baduy, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, tiba di Alun-Alun Rangkasbitung, Kabupaten Lebak. Bahkan tak sedikit pengunjung yang mengaku merinding melihat mereka berjalan kaki, dengan baju khasnya hitam putih dan hitam biru berjalan kaki yang dikawal kepolisian. Kedatangan Baduy itu merupakan salahsatu ritual diantaranya silaturahmi dengan pemerintah dengan membawa hasil penen bumi selama setahun.
Ribuan warga Baduy, dengan ciri kasnya yakni menggunakan baju serba hitam putih (baduy dalam), hitam biru (baduy luar), disambut antusias warga yang menyaksikan disepanjang jalan Rangkasbitung-Leuwidamar, hingga sebelum masuk ke Pendopo Pemkab Lebak.
Salahsatunya yang dirasakan Fahri, warga Kecamatan Cileles ini sengaja datang ke Alun-Alun Rangkasbitung, untuk menyaksikan acara Seba Baduy. Ia pun mengaku terkesan melihat suasana kemeriahan atas kegiatan tersebut.
“Bikin merinding, mungkin tidak saya saja pengunjung lainnya pun dipastikan merasakan hal yang sama dengan saya,” ucap Fahri.
Kedatangan ribuan Seba Baduy yang dipimpin Kepala Dinas Kebudayan dan Pariwisata (Disbudpar) Lebak, Imam Rishmayadin disambut langsung Sekda Lebak Budi Santoso.
“Sebab Baduy Tahun 2024, merupakan Seba geude alias Seba besar. Sebab, sebanyak 1.500 suku Adat Baduy datang ke Pendopo Pemkab Lebak, dengan berjalan kaki kurang dari 50 kilometer yang berangkat dari kantor Desa Kanekes,” kata Imam Rismahayadin.
Seba merupakan upacara tradisional yang biasa dilakukan Masyarakat Suku Baduy. Tradisi Seba biasanya dilakukan dalam rangka menyampaikan rasa syukur atas hasil panen yang berlimpah dalam satu tahun.
Upacara ini rutin digelar setiap tahun yang didalamnya ada prosesi silaturahmi antaran masyarakat Suku Baduy dengan pemerintah setempat. Tradisi Seba dilakukan di Pendopo Pemkab Lebak dan Provinsi Banten.
Seba adalah kata dalam bahasa Baduy yang artinya persembahan. Dalam kontek upacara seba, masyarakat Baduy atau urang kanekes akan mempersembahkan hasil panen kepada pemerintah.
Berdasarkan sejarah, Seba sudah dilakukan oleh masyarakat Baduy dalam kurun waktu yang lama. Konon, upacara Seba ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam tepatnya pada masa kejayaan Kesultanan Banten. Tradisi Seba ini juga menjadi wujud kesetiaan dan ketaatan Suku Baduy kepada pemerintah. Pemerintah yang dimaksud dalam hal ini adalah Pemerintah Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten. Tujuan upacara Seba dapat diartikan sebagai kunjungan resmi masyarakat Baduy setelah musim panen.
Sebelum Seba digelar, masyarakat Baduy menggelar upacara bulan Kawalu selama tiga bulan. Dimana, masyarakat Baduy yang sudah berusia 15 Tahun harus berpuasa. Pada prosesi itu, bagi masyarakat luar dilarang masuk terkecuali kepentingan kedinasan dan itu harus mendapat izin dari pemerintah desa setempat. Upacara itu digelar sebagai ungkapan terima kasih kepada tuhan atas keberhasilan panen.
Secara umum, Seba memiliki tujuan serupa harapan keselamatan dan ungkapan rasa syukur. Adapun tujuan upacara Seba secara khusus antara lain membawa amanat pu’un atau ketua adat, memberikan laporan, menyampaikan harapan dan menyerahkan hasil bumi.
Dalam praktiknya, upacara Seba diikuti oleh ribuan masyarakat Baduy Luar dan Baduy Dalam. Kedua kelompok masyarakat Baduy itu akan dibedakan dengan warna pakaian yang dikenakan. Baduy Dalam mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna putih. Sedangkan Baduy Luar mengenakan pakaian berwarna hitam dan ikat kepala berwarna biru.
Setelah itu, masyarakat Baduy akan melanjutkan dengan upacara Ngalaksa. Ngalaksa ini berupa silaturahmi kepada kerabat dan tetangga sambil membawa hasil penen bumi. Selanjutnya seba digelar, namun untuk waktu pelaksanaan seba berdasarkan hasil yang disepakati sesepuh adat maupun pemerintah setempat.
Berikutnya sesepuh adat akan menyeleksi warga Baduy yang ajan turut dalam pelaksanaan upacara Seba. Seleksi dilakukan untuk memilih warga yang sehat secara fisik, karena mereka akan berjalan kaki hingga kurang lebih 80 kilometer dari wilayah Baduy dalam.
Upacara Seba diawali dengan pengucapan tatabean oleh salah seorang ketua adat yang ditunjuk. Tatabean adalah ucapan seserahan warga Baduy kepada bupati dan disampaikan dalam bahasa Baduy. Tatabean ini berisi tentang laporan kondisi warga Baduy, termasuk kondisi panen, lingkungan, dan kesehatan. Setelah Tatabean, akan dilakukan dialog dengan pejabat pemerintah. Dalam hal ini pihak pemerintah baik bupati maupun gubernur akan menanggapi laporan Tatabean tersebut. Selanjutnya, upacara seba diakhiri dengan penyerahan hasil panen ke bupati. (mulyana)
Diskusi tentang ini post