SATELITNEWS.COM, LEBAK– Kecamatan Leuwidamar menjadi salah satu dari enam kecamatan di Kabupaten Lebak masuk wilayah Stunting tertinggi. Upaya-upaya pun dilakukan diantaranya mengoptimalkan pemberian sembako bergizi dan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Untuk diketahui, berdasarkan data e-PPGBM, Kabupaten Lebak mencatatkan penurunan angka prevalensi stunting dari 4,27% di tahun 2022 menjadi 3,69% di awal tahun 2024 dan Kembali menurun menjadi 3,44% pada bulan April 2024.
Angka yang cukup signifikan dalam pekerjaannya. Namun di balik penurunan angka prevalensi stunting tersebut, Kecamatan Leuwidamar menjadi kecamatan dengan prevalensi stunting tertinggi sebesar 11,20%.
Melalui program Gebyar Kolaborasi Lebak Atasi Stunting, Inflasi dan Kemiskinan Ekstrem (KLASIK) yang digelar secara serentak di enam kecamatan yaitu Leuwidamar, Rangkasbitung, Cibadak, Maja, Cijaku, Cimarga, lintas perangkat daerah Lebak bersama kementerian/lembaga, dan pelaku usaha secara terpadu dan terintegrasi melakukan intervensi dalam rangka penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem bisa ditekan.
Camat Leuwidamar Arsid menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Lebak dan pihak-pihal lain yang telah membantu dan memberikan dukungan terselenggaranya KLASIK.
“Terutama para pengusaha lokal yang ada di Leuwidamar sudah memberikan bantuan untuk disalurkan kepada warga kami yang mengalami stunting,” ujarnya.
Selain pemberian bantuan, Gebyar KLASIK di Kecamatan Leuwidamar juga membuka posyandu remaja yang di dalamnya terdapat skrining kesehatan, skrining anemia remaja putri, pemberian tablet tambah darah dan edukasi serta konseling remaja.
“Lalu ada pelayanan pemeriksaan ibu hamil, akseptor KB. Terima kasih, semoga upaya-upaya yang kita lakukan bersama dapat menekan tingkat stunting khususnya di Leuwidamar termasuk mengatasi kemiskinan ekstrem,” harapnya.
Kepala DPMPTSP Lebak Yadi Basari Gunawan mewakili Pj Bupati Lebak Iwan Kurniawan mengatakan, Kecamatan Leuwidamar menjadi kecamatan dengan prevalensi stunting tertinggi sebesar 11,20% atau sekitar 488 kasus stunting pada 4.358 balita.
“Melihat kondisi itu tentu dibutuhkan langkah optimalisasi dan memfokuskan seluruh upaya pembangunan terutama di lokasi prioritas penanganan stunting,” kata Yadi.
“Bantuan yang dibutuhkan dalam penanganan tersebut disalurkan kepada kelompok masyarakat mulai dari anak yang mengalami stunting, ibu hamil (bumil), dan keluarga kategori miskin ekstrem,” tandasnya.(mulyana)
Diskusi tentang ini post