SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Ragam aliran uang yang masuk ke pundi-pundi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan keluarganya, terus terungkap. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (PPSDMP) Kementerian Pertanian Dedi Nursyamsi menyebut pihaknya menyerahkan total Rp 6,8 miliar untuk memenuhi permintaan SYL.
Selaku pejabat eselon 1, Dedi mengatakan dia pernah diminta soal sharing atau patungan untuk kebutuhan SYL oleh Kasdi. Pemenuhannya, dilakukan oleh sekretaris badan yang dipimpinnya. Caranya, memotong uang perjalan dinas (SPJ) para bawahannya sebesar 10 persen hingga 50 persen dari yang didapat.
Tak semua permintaan uang dipenuhi. lantaran tak ada anggaran lain yang bisa dipotong. Makanya, hanya jatah uang perjalanan dinas saja yang dipangkas. Meski begitu, Dedi mengaku kerap ditagih berkali-kali untuk pemenuhannya.
“Ditagih oleh siapa, biasanya siapa yang nagih?” tanya ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh dalam sidang perkara dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementan, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (3/6/2024).
“Kalau saya, Pak Kasdi (yang menagih),” jawab Dedi. “Cara menagihnya itu bagaimana? Ditelepon Saudara atau didatangi Saudara atau gimana?” hakim Pontoh penasaran.
“Ditelepon seringnya, tapi kadang-kadang…,” ucap Dedi. Belum selesai menjawab, ucapannya sudah dipotong Hakim. “Apa yang disebutkan ditelepon itu?” lanjut hakim.
“‘Segera selesaikan’,” kata Dedi menirukan perintah Kasdi. “Selesaikan itu’, begitu. Lalu setelah rapat juga misalnya rapat eselon I dengan Sekjen, biasanya Pak Sekjen waktu itu mengingatkan lagi ‘segera tuntaskan’,” sambung Dedi.
“Kalau untuk Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM total berapa dari dari beliau (SYL) jadi menteri hingga 2023?” korek hakim. “Totalnya semua itu ada di BAP (berita acara pemeriksaan). Kalau saya tidak salah ingat kurang lebih Rp 6,8 miliar,” ujar Dedi.
“Selama tiga tahun ya?” lanjut hakim. “Selama 4 tahun,” jawab Dedi.
Sementara itu eks Kepala Rumah Tangga (Karumga) Rumah Dinas Sugiyatno menyebut bahwa istri SYL, Ayun Sri Harahap, mendapat uang operasional bulanan sebesar Rp 30 juta dari Kementan.
“Uang bulanan saudara tahu ya untuk Ibu Menteri, berapa?,” tanya Hakim Rianto Adam Pontoh. “Rp 30 (juta),” kata Sugiyanto.
Sugiyanto menjelaskan, pada awal SYL menjabat, istrinya mendapat jatah operasional sebesar Rp 15 juta. Jumlah uang itu berangsur-angsur meningkat dari Rp 25 juta, sampai kemudian dipatok menjadi Rp 30 juta.
Uang operasional tersebut bukan untuk keperluan rumah dinas. Sebab, anggaran keperluan rumah dinas dibuat terpisah dan dikirim dengan besaran Rp 3 juta dalam beberapa hari sekali.
Dia tidak mengetahui penggunaan uang operasional oleh Ayun. “Enggak tahu Yang Mulia, kalau apa-apa (untuk operasional rumah dinas) pakai yang Rp 3 juta tadi,” tutur Sugiyanto.
Sugiyanto mengaku sering diperintahkan untuk mengambil jatah operasional Ayun dari kantor. Dia mengatakan, uang yang mengalir ke kantong Ayun itu berasal dari Kepala Sub Seksi Rumah Tangga Pimpinan.
“Diapakan uang ini sama Ibu Menteri?” tanya Hakim.
“Saya enggak tahu Yang Mulia, yang menyerahkan Pak Ubaidah,” tutur Sugiyanto. Ia mengatakan, uang operasional itu masih diterima oleh Ayun sebulan sebelum suaminya ditetapkan menjadi tersangka dugaan korupsi.
SYL sendiri dalam sidang meminta agar perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjeratnya segera disidang. “Izin, Yang Mulia, dengan umur saya yang 70 tahun, saya bermohon, kalau mungkin, ada proses TPPU bisa dilanjutkan atau jangan ditunda. Saya makin kurus ini. Oleh karena itu, sekiranya boleh, namanya bermohon, peradilan TPPU itu bisa dilanjutkan saja atau seperti apa Pak. Ini cuma bermohon saja. Terima kasih,” kata SYL, kemarin.
Ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh mengatakan pihaknya bersifat pasif dan tak punya hak memerintahkan jaksa untuk mempercepat sidang perkara TPPU tersebut. Dia menyerahkan permohonan dan proses penyidikan serta penuntutan perkara TPPU SYL ke jaksa KPK.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa SYL menerima uang Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan Direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga. Pemerasan dilakukan dengan memerintahkan Kasdi Subagyono, Muhammad Hatta; Staf Khusus Bidang Kebijakan, Imam Mujahidin Fahmid, dan ajudannya, Panji Harjanto. (bbs/san)
Diskusi tentang ini post