SATELITNEWS.COM, TANGERANG- Pelaksanaan PPDB tahun ajaran 2024/2025, masih dipenuhi banyak kecurangan. Ombudsman RI mengungkap, kecurangan PPDB masif terjadi di 10 provinsi.
Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais mengatakan, pihaknya menemukan kecurangan PPDB 2024/2025 hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Namun, kecurangan masif terjadi di 10 provinsi.
“Kalau ditanya, ‘Apakah tidak ada temuan semua provinsi?’ Jawabannya ada. Tapi, yang cukup menonjol atau masif, di 10 provinsi. Yang lain, temuannya adalah masalah klasik,” ujar Marzuki di Kantor Ombudsman RI, Jakarta.
Lebih lanjut, dia menyebutkan 10 provinsi yang masif terjadi kecurangan. Mereka adalah Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Maluku Utara.
Marzuki juga mengungkapkan permasalah yang terjadi di daerah-daerah tersebut, seperti permasalahan yang ditemukan di Aceh. Menurut dia, pihaknya menemukan masalah kurangnya sosialisasi, penambahan rombongan belajar (rombel), dan penambahan jalur masuk madrasah di luar prosedur.
Di Riau, sambung dia, Ombudsman menemukan adanya diskriminasi dalam jalur perpindahan orang tua dan tahap pengumuman yang tidak transparan. Bahkan, ada diskriminasi dalam jalur perpindahan orang tua, atau hanya menerima orang tua yang ASN atau dari BUMN.
“Secara garis besar, Ombudsman menemukan permasalahan terkait kesalahan prosedur, manipulasi dokumen, dan diskriminasi terhadap calon peserta didik,” cetusnya.
Marzuki menambahkan, Ombudsman juga mendapati penyimpangan prosedur pada jalur prestasi di Sumatera Selatan (Sumsel). Menurut dia, temuan itu telah disampaikan kepada Penjabat (Pj) Gubernur Sumsel, dimana sebanyak 911 siswa yang harus dianulir.
“Kenapa dianulir? Banyak yang menggunakan dokumen asli tapi palsu. Sertifikat-sertifikat itu ternyata dikeluarkan, baik oleh dinas maupun induk olahraga yang sengaja dibuat. Padahal, tidak pernah ada prestasinya, tidak pernah ada perlombaannya,” terangnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, Ombudsman juga menemukan adanya penyalahgunaan jalur afirmasi di Provinsi Bali, yakni dengan menambah jumlah SMA ‘fiktif’. Menurut dia, dinas pendidikan setempat memiliki naiat baik, yakni menambah daya tampung dengan menambah jumlah sekolah SMA.
“Ternyata, secara fisik SMA-nya belum ada. Jadi, mereka menumpangkan dengan SMA-SMA lain. Itu menjadi protes bagi asosiasi SMA swasta. ‘Kenapa nggak kami yang dirangkul? Kenapa harus buat sekolah tambahan seperti itu? Yang akhirnya diselesaikan oleh dinas, antara dinas dan asosiasi sekolah swasta,” jelas dia.
Terpisah, anggota Komisi X DPR RI, Lisda Hendrajoni menilai, persoalan kecurangan yang dilakukan oleh beberapa pihak dalam PPDB, dapat diatasi dengan pemerataan kualitas sekolah di Tanah Air. Menurut dia, tidak meratanya kualitas sekolah membuat sejumlah orang tua memaksakan anak mereka, agar diterima di sekolah berkualitas dengan melakukan kecurangan.
“Kalau kita lihat, masih banyak sekolah-sekolah yang tidak sesuai. Harusnya disiapkan dulu sarana-prasarananya, kualitas sekolah, kualitas gurunya. Meski belum sama dengan sekolah unggulan, tapi tidak jomplang,” kata Lisda. (rm)
Diskusi tentang ini post