SATELITNEWS.ID, SERANG—OJK mengunci posisi Bank Banten dalam pengawasan khusus, ketika pandemik melanda. Untuk mencabut status tersebut, perseroan diperkirakan membutuhkan suntikan dana sekitar Rp2,8 triliun.
Di tengah kondisi likuiditas yang dialami, Bank Banten membutuhkan fresh money agar kembali bisa beroperasi seperti biasa. Namun sayang, yang diberikan Pemprov Banten hanya catatan piutang sebesar Rp1,9 triliun yang tidak bisa ditarik di Bank Banten karena peningkatan status yang diberikan OJK.
Komisaris Bank Banten Media Warman, Selasa (30/6) membenarkan bahwasannya dana kas daerah (kasda) yang dikonversi menjadi penyertaan modal untuk Bank Banten hanya dalam bentuk catatan piutang yang masuk dalam pembukuan Bank Banten.
“Ya, benar. Fresh money-nya ngga ada, karena dana itu dalam catatan piutang,” katanya.
Ia menjelaskan, status dana kasda yang sebesar Rp1,9 triliun itu sudah digunakan perseroan untuk modal fasilitas kredit yang diberikan kepada nasabah.
“Jadi karena core bisnis perbankan itu keuangan, setiap dana yang masuk ke Bank Banten kami putar untuk fasilitas kredit. Hal itu dilakukan karena keuntungan perbankan salah satunya dari perputaran uang tersebut. Tapi karena banyaknya terjadi kredit yang macet, perputaran uang itu akhirnya tidak bisa berjalan dengan baik,” katanya.
Selain dari sektor kredit, lanjutnya, karena Bank Banten merupakan Perseroan Terbatas (PT), maka bisa mencari dukungan dana publik melalui proses right issue yang akan dilakukan dalam waktu dekat setelah status dari OJK itu dicabut.
“Oleh karena itu saya minta doanya kepada teman-teman agar proses ini berjalan dengan lancar,” harapnya.
Berdasarkan data PT Banten Global Development (BGD) selaku induk usaha Bank Banten, pada saat hearing dengan komisi III DPRD Banten beberapa waktu lalu menyebutkan, total kredit macet yang dialami oleh Bank Banten mencapai Rp225 miliar dengan rincian dari kredit komersial bermasalah sebesar Rp188 miliar dari total dana outstanding sebesar Rp742 miliar dan kredit konsumer bermasalah sebesar Rp37 miliar dari total dana outstanding sebesar Rp2,7 triliun.
Pandemi ini, menurut Media, memberikan dampak yang cukup besar terhadap likuditas keuangan perseroan. Tercatat pada saat sebelum dilakukan pemindahan RKUD oleh Gubernur Banten, telah terjadi rush money yang dilakukan oleh nasabah.
“Bahkan ada salah satu nasabah kita yang dalam sehari melakukan penarikan sebesar Rp900 miliar. Ini tentu sangat berdampak pada kondisi keuangan bank Banten,” katanya.
Media mengakui, dana cadangan saja tidak sampai segitu. Sehingga pada saat itu kita cari dana untuk dicairkan kepada nasabah yang bersangkutan. Setelah proses pencairan itu dilakukan, kemudian Pemprov Banten mengajukan penarikan dana untuk kebutuhan penyaluran JPS Covid-19 salah satunya.
“Namun pencairan itu tidak bisa dilakukan karena dana kami tidak ada yang stanby pada saat itu,” ujarnya.
Pengamat ekonomi Untirta Serang Elvin Bastian saat dihubungi mengatakan, yang dibutuhkan Bank Banten dalam proses penyehatan sekarang itu adalah fresh money. Jika fresh money itu tidak bisa segera dilakukan sampai waktu 21 Juli seperti yang diberikan OJK, kemungkinan besar likuditas Bank Banten tidak bisa diselamatkan. Artinya Bank Banten sudah dinyatakan failed.
“Sebagai ekonom, saya melihatnya realistis saja berdasarkan data dan realita yang ada, itu akan terasa sulit untuk menyelamatkan Bank Banten, kecuali ada politikal will dari Gubernur Banten untuk menyuntikan fresh money-nya dalam jumlah yang cukup besar,” katanya. (rus/gatot/bnn)
Diskusi tentang ini post