SATELITNEWS.COM, LEBAK–Lalu lalang truk pengakut galian tanah merah di Desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung membuat warga sekitar resah. Keresahan itu akibat dampak yang ditimbulkan seperti jalan rusak berdebu dan khawatir menimbulkan penyakit yang ditimbulkan dari polusi itu.
Menurut warga, galian yang telah berlangsung cukup lama tersebut tidak hanya merusak infrastruktur jalan, tetapi juga merusak tatanan sosial masyarakat yang selama ini terjaga dengan baik. “Kondisi jalan rusak sudah lama, dan sekarang tambah parah. Setiap hari truk besar lewat bawa tanah merah. Debunya masuk ke rumah, anak-anak jadi sering sakit,” ujar seorang warga Ade, Minggu (13/10/2024).
Secara geografis desa tersebut diketahui berada di kawasan strategis karena dihimpit oleh tiga kabupaten penting di Provinsi Banten yaitu Kabupaten Lebak, Serang, dan Tangerang. Letaknya yang strategis bahkan menjadikan desa ini sebagai satu-satunya pintu masuk utama menuju Ibukota Rangkasbitung.
Namun potensi strategis tersebut seolah tidak membawa manfaat apapun bagi penduduknya. Hal ini terlihat dari buruknya sarana prasarana umum yang memadai terutama pada infrastruktur jalan. Situasi ini semakin parah dengan kemunculan aktivitas galian tanah merah yang mengeruk lahan pertanian warga hingga membuat lingkungan desa tampak semakin gersang dan tandus. “Ketika hujan turun, kondisi jalan nyaris tidak bisa dilalui bahkan oleh kendaraan kecil sekalipun karena jalan tertutup oleh kubangan lumpur raksasa,” katanya.
“Pada saat musim panas, lingkungan desa tampak seperti lautan debu bertebaran masuk ke dalam rumah-rumah, dan menempel di kulit anak-anak yang bermain di halaman,” timpal Ade. Tak hanya memberikan dampak buruk terhadap infrastruktur jalan, tatanan sosial masyarakat juga ikut tergerus hingga menyebabkan perpecahan di antara mereka akibat aktivitas galian tanah merah yang belum diketahui perizinannya ini.
Sebagian kecil warga yang mendapatkan keuntungan dari aktivitas ini memilih mendukungnya, sementara mayoritas warga lainnya menolak karena dampak buruk yang mereka rasakan. “Kami jadi terpecah. Ada yang setuju karena mereka mendapatkan keuntungan, tetapi kami yang terdampak merasa ditinggalkan,” katanya.
Saat ini warga Desa Mekarsari terjebak dalam ketidakpastian dan ketakutan. Keterbatasan pengetahuan dan pendidikan menjadi hambatan bagi mereka untuk menyampaikan penolakan yang terorganisir dan berskala besar. “Kami tidak tahu harus bagaimana dan melapor kemana. Namun demikian, kami berharap pemerintah bisa segera turun tangan agar kerusakan jalan, kesehatan dan lainnya bertambah buruk,” imbuhnya.
Warga lainnya, Fahri berharap pemerintah bisa tegas dalam menindak truk atau pelaku galian tanah. Sebab, dampak buruk yang ditimbulkan sudah membuat warga resah. “Jangan sampai ada korban jiwa, baru pemerintah turun tangan. Kami berharap segera lakukan tindakan agar persoalan aktivitas yang diduga tak berizin itu bisa segera dicegah,” pungkasnya.(mulyana)
Diskusi tentang ini post