SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Usia koruptor termuda dan tertua sepanjang tahun 2023 adalah 22 tahun dan 75 tahun. Demikian terungkap dalam laporan pemantauan proses persidangan dan perkara korupsi oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dari 1 Januari hingga 31 Desember 2023.
“Pelaku paling muda berusia 22 tahun atas nama Rici Sadian Putra. Akibat perbuatannya, negara rugi Rp389 juta,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Kurnia dalam “Peluncuran Hasil Pemantauan Tren Vonis Korupsi 2023” di Cikini Lima, Jakarta Pusat, Senin (14/10/2024). “Sedangkan yang paling tua bernama Fazwar Bujang, 75 tahun, yang berprofesi sebagai Direktur Utama PT Krakatau Engineering periode 2007-2012. Ia melakukan praktik korupsi dengan kerugian negara sebesar Rp6,7 triliun,” sambungnya.
Dari sisi jumlah pekara, sepanjang 2023 terdapat sebanyak 1.649 perkara dengan 1.718 terdakwa. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan 2022, yang mencatat 2.056 perkara dan 2.249 terdakwa.
“Angkanya menurun dari 2022. Namun, pada 2022 ke bawah, kita masih menggabungkan jumlah terdakwa pengadilan tingkat pertama dan banding, serta kasasi dan peninjauan kembali. Sekarang, kami hanya mencatat tingkat pertama saja,” ujarnya.
Laporan tersebut juga memuat latar belakang atau pekerjaan para terdakwa. Terdakwa terbanyak berasal dari kalangan swasta (252), pegawai pemda (207), kepala desa (139), perangkat desa (51), pegawai (49), pegawai BUMN (43), pegawai BUMD (26), dan lainnya. “Perangkat desa dan kepala desa jumlahnya cukup signifikan, dan ini selalu menjadi temuan ICW. Perangkat desa dan kepala desa sering kali menjadi lima besar pelaku korupsi,” ujar Kurnia.
Dari sisi kerugian negara, ICW mengungkapkan dari Rp56 triliun kerugian negara akibat korupsi pada 2023, hanya Rp7,3 triliun yang dapat dikembalikan pada negara.
“Jumlah kerugian keuangan negara sepanjang tahun 2023 adalah sebesar Rp56 triliun. Sedangkan suap menyuap sebesar Rp288 miliar. Lalu, gratifikasi yang tergolong suap sebanyak Rp124 miliar. Untuk pemerasan sebesar Rp1,9 miliar,” kata Kurnia.
Ia mengatakan, Rp7,3 triliun yang dikembalikan kepada negara adalah total dari vonis pidana tambahan uang pengganti terhadap terdakwa pada 2023.
Dalam kajian ini terdapat 1718 terdakwa pada 1649 perkara korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Kejaksaan Agung (Kejagung).
Total tuntutan pidana tambahan uang pengganti dari penuntut umum baik KPK maupun Kejagung, yaitu Rp83 triliun. Sedangkan setelah vonis hanya dapat terkumpul Rp7,3 triliun.
“Dominasi pengenaan uang pengganti sebagai tuntutan dilakukan oleh Kejaksaan dengan total Rp82 triliun. Sedangkan KPK hanya Rp 675 miliar,” ujarnya.
Selain itu, dari total1718 terdakwa kasus korupsi, 27 terdakwa berasal dari sektor politik, 15 di antaranya dicabut hak politiknya. Pencabutan ini didominasi oleh KPK.
Lebih lanjut, Kurnia menyoroti tuntutan penjara yang diterapkan jaksa hanya sekitar 4 tahun. Menurut Kurnia, tuntutan itu belum menunjukkan bahwa pemerintah serius memerangi korupsi.
“Ternyata sepanjang tahun 2023,rata-rata penutupan penjara,baik Kejaksaan Agung maupun KPK, hanya 4 tahun 11 bulan penjara. Dari angka ini,kelihatan bahwa komitmen kita sebenarnya belum begitu serius untuk memerangi praktik korupsi,” katanya.
Dari total 830 persidangan, total penjatuhan hukuman denda adalah sebesar Rp149 miliar. “Sepanjang tahun 2023, putusan pemenjaraan didominasi oleh vonis ringan, 615 orang, sedangkan berat hanya 10 orang. Dari segi latar belakang pekerjaan terdakwa, yang paling banyak divonis ringan adalah pihak swasta, diikuti aparatur sipil negara, dan kepala desa,” paparnya.
Lebih lanjut, kata Kurnia, masih kerap terjadi disparitas pada pemidanaan. Selain itu, Kurnia mengatakan, efektivitas dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 juga belum maksimal.
Oleh karena itu, ICW mendorong Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset untuk segera disahkan. “Kami berharap, agar RUU Perampasan Aset ini masuk dalam 100 hari kerja Presiden dan Wapres terpilih, dan DPR 2024-2029,” tambahnya.
Menurutnya, RUU ini sangat dibutuhkan oleh aparat penegak hukum dalam memulihkan kerugian negara yang dihasilkan dari kasus korupsi. “Dokumennya sudah ada di DPR. Maka dari itu, kami berharap bola di DPR itu segera digulirkan,” katanya.
Terkait besaran denda, Kurnia juga menilai saat ini hukuman denda yang diberikan masih kecil. “Kalau denda, sepanjang tahun 2023 ketika dijumlah, rata-ratanya hanya Rp 236 juta sekian. Ini ada problem, teman-teman. Maka dari itu, setiap tahun ICW selalu mengusulkan tolong revisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi bagi khusus terkait dengan denda,” lanjutnya. (bbs/san)
Diskusi tentang ini post