SATELITNEWS.COM, SERANG—Seiring diberlakukannya Opsen Pajak di seluruh kabupaten dan kota Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten memastikan bantuan keuangan (bankeu) untuk pemerintah daerah akan dihapus.
Kebijakan ini bertujuan untuk optimalisasi pemungutan pajak sekaligus menyelaraskan pengelolaan keuangan daerah, berdasarkan Undang-Undang No. 1 / 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti, menjelaskan, bantuan keuangan dihapus karena kewenangan pengelolaan hasil pemungutan pajak untuk tiga jenis potensi yakni PKB, BBNKB dan MBLB kini berada di tingkat kabupaten dan kota.
“Sebetulnya sama saja, yang tadinya anggarannya dikelola provinsi dan dikembalikan ke mereka, kini kan langsung dikelola,” ujar Rina, Kamis (28/11/2024). Pemprov Banten menegaskan komitmen tersebut melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan pemerintah kabupaten dan kota di Hotel Horison Ultima Ratu, Serang.
Penjabat Sekda Banten, Usman Asshidiqi Qohara, menyebutkan bahwa bagian dari sinergitas ini adalah penggunaan rekening penerimaan pajak di PT Bank Pembangunan Daerah Banten (Bank Banten). “Inti dari kerjasama itu adalah menyatukan rekening untuk penerimaan, yakni Bank Banten. Bersama-sama membangun Banten dengan mengoptimalkan Bank Banten,” ucapnya.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten, Deni Hermawan, menambahkan, Pemprov Banten akan mendapatkan mandatori sebesar 10 persen dari penerimaan opsen pajak tersebut. “Berdasarkan penerimaan di tahun sebelumnya Rp 1,4 triliun untuk PKB dan Rp 1,4 triliun untuk BBNKB, sekitar itu lah. Untuk MBLB ini kan di kabupaten kota sebetulnya sejak dahulu, belum lama hasil pemetaan itu potensinya Rp 16 miliar,” ungkap Deni.
Berdasarkan aturan, tarif opsen pajak ditetapkan sebesar 66 persen dari PKB dan BBNKB yang terutang, sementara MBLB sebesar 25 persen. Sehingga contohnya tarif dasar pengenaan pajak sebuah mobil memiliki NJKP (Nilai Jual Kendaraan Bermotor) sebesar Rp 200 juta.
Kendaraan tersebut merupakan kendaraan pertama wajib pajak. Tarif PKB kepemilikan satu dalam Perda PDRB provinsi yang bersangkutan sebesar 1,1 persen. Jadi PKB terutangnya adalah 1,1 persen x Rp 200 juta= Rp 2,2 juta masuk ke RKUD provinsi yang bersangkutan. Opsen PKB-nya adalah 66 persen x Rp 2,2 juta= Rp 1,450 juta masuk ke RKUD pemda kabupaten atau kota sesuai alamat atau NIK wajib pajak.
Kemudian kalau dijumlahkan, administrasi perpajakan wajib pajak yaitu Rp 2,2 juta + Rp 1,450 juta = Rp 3,650 juta. Nilai ini setara dengan tarif 1,8 persen jika menggunakan UU No. 28 / 2009 yang berlaku sebelumnya. Pembayaran Rp 3,650 juta ini dilakukan secara bersamaan di Samsat. (rm)
Diskusi tentang ini post