SATELITNEWS.ID, BENDA —Sidang perkara sengketa lahan warga Kampung Baru, Jurumudi yang terdampak penggusuran proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) II memasuki pekan keempat. Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Klas 1 A tersebut mengagendakan penyerahan jawaban tergugat (duplik) terhadap gugatan warga (replik) yang dilayangkan pada sidang pekan ketiga.
Sidang tersebut berlangsung secara tertutup. Sejumlah tergugat dan turut tergugat hadir yang diwakili kuasa hukumnya masing-masing dalam agenda sidang tersebut. Pihak tergugat yakni, Kemen PUPR, PT Jakarta Kunciran Cengkareng (JKC) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangerang.
Sementara turut tergugat yakni, Gubernur Banten, Walikota Tangerang, Camat Benda dan Lurah Jurumudi. Sedangkan, KJPP Firman Aziz konsisten tak hadir sedari awal mediasi hingga sidang. “Jadi tadi agendanya hanya duplik saja. Jawaban tergugat terhadap suatu replik yang diajukan oleh penggugat. Minggu lalu kita replik ini jawaban tergugat,” ujar Kuasa Hukum Warga Jurumudi dari LPBHNU Kabupaten Tangerang, Anggi Alwik Juli Siregar kepada Satelit News, Selasa, (19/1).
Dia menegaskan kalau gugatan warga konsisten soal harga tanah. Warga meminta pengembang menaikkan harga tanah yang ditawarkan yakni Rp 2,7 juta menjadi Rp 7 juta per meter perseginya. Proses sidang kata Anggi masih lama. Setidaknya warga harus melewati empat kali sidang. “Agenda Minggu dengan itu nanti ada pembuktian kewenangan absolut, masih panjang prosesnya. Ini kata belum masuk pokok perkara masih jawab menjawab antara penggugat dan tergugat,” kata Anggi.
Diprediksi sidang ini akan berlangsung hingga April mendatang. Proses negosiasi antara warga dengan para tergugat memang berjalan alot. Dimulai dari mediasi yang harus molor selama dua bulan lebih karena pihak tergugat tak siap dan berakhir tanpa kesepakatan. Mediasi tersebut seharusnya berlangsung pada awal Oktober namun baru terlaksana Desember 2020.
Namun demikian, saat ini warga sedikit bernafas lega. Lantaran, laporan PT JKC ke Polres Metro Tangerang Kota soal pengertian pengerjaan proyek strategis nasional (PSN) tersebut yang dilakukan warga 29 Desember 2020 lalu mendapat titik temu. Setelah dimediasi oleh jajaran Polres Metro Tangerang Kota diputuskan kalau warga tak bersalah.
Ada sejumlah lima kesepakatan dan pernyataan antara warga dengan PT JKC dan WIKA yang ditanda tangani kedua belah pihak pada 13 Januari lalu. Yakni pendirian posko warga merupakan bentuk kekecewaan atas tidak adanya iktikad baik dari PT JKC dan WIKA. Lalu, JKC dan WIKA bahwa 27 bidang tanah milik warga dengan nilai harga Rp 2,7 juta per meter sebagaimana disebutkan dalam resume KJPP Firman Aziz.
Kemudian, apabila masing-masing pihak tidak keberatan bidang tanahnya dilaksanakan pembangunan maka PT WIKA tetap bisa melaksanakan proyeknya. Bahwa pembangunan proyek tersebut dapat dilaksanakan oleh PT WIKA memberikan uang kompensasi sejumlah Rp 1,5 juta per Kepala Keluarga (KK) dan uang dapur Rp 30 Juta per bulan selama proses hukum di PN Tangerang usai.
Keempat, uang tersebut dalam satu tahap selambat lambatnya tiga hari setelah kesepakatan. Yang terakhir, tidak ada warga yang menggangu dan menghentikan proyek pekerjaan PT WIKA di atas tanah yang sudah keputusan hukum. Dan apabila ada warga yang menggangu akan diproses secara hukum yang berlaku.
“Warga tidak akan melepas tenda kalau uang kontrakan dan dapur belum diberikan. Warga tidak bisa dipidana kalau menghalangi pekerja proyek di atas selama itu di atas warga karena itu masih sengketa proses di pengadilan,” kata Anggi. (irfan/made)
Diskusi tentang ini post