SATELITNEWS.COM, SERANG–Konon yaitu pada tahun 1901 silam, sebagaimana tertulis pada almanak yang tertera pada salah satu pintu air, di Kecamatan Pamarayan, Kabupaten Serang, berdiri kokoh sebuah jembatan atau yang terkenal dengan sebutan Jembatan Putih atau Bendung Pamarayan Lama.
Diketahui, Bendung Pamarayan Lama mempunyai beberapa bagian bangunan antara lain, saluran irigasi sepanjang ratusan meter yang dilengkapi dengan 10 pintu air berukuran raksasa. Diameter setiap pintu, mencapai hampir 10 meter lebih yang merupakan bangunan utama.
Selain itu Bendung Pamarayan Lama juga, memiliki dua menara yang terletak di sisi kanan dan kiri bendungan. Untuk menggerakkan setiap pintu air yang dibuat dari baja tersebut, pemerintah Belanda menggunakan rantai mirip rantai motor yang berukuran besar.
Sepuluh rantai dikaitkan pada roda gigi elektrik, yang terletak di bagian atas bendungan. Roda-roda gigi yang berfungsi untuk menggerakkan pintu air berjumlah puluhan, di dalam 30 bok tipe 1, 2 dan 3 (berukuran sedang), dan roda gigi tipe 4 dan 5 (berukuran besar).
Setidaknya ada 20 as kopel berdiameter sekitar 7 centimeter dan panjang 1,5 meter, sebagai penghubung roda gigi disetiap pintu air. Kini, Bendung Pamarayan Lama sudah tak difungsikan, dan jadi Benda Cagar Budaya (BCB). Bahkan, selama bulan Ramadhan ini, masyarakat sekitar menjadikannya tempat favorit untuk “ngabuburit”.
Seorang pengunjung asal Kabupaten Pandeglang, Sajid mengaku, sengaja datang ke lokasi tersebut untuk melihat kembali sisa – sisa kejayaan Banten di masa Kesultanan Banten dimasa lampau. Ia mengaku, bangga dan terperangah melihat bangunan Bendung Pamarayan Lama, yang masih kokoh berdiri (walau sudah tak difungsikan sebagaimana mestinya).
“Luar biasa, bangunan ini masih kokoh. Hanya saja sayang, sudah tak difungsikan,” kata Sajid, akhir pekan lalu.
Menurutnya, tak terbayangkan dimasa lampau bangunan ini menjadi salah satu bangunan raksasa yang difungsikan mengairi ribuan hektar kawasan pertanian di wilayah Banten. Karena katanya, ada jaringan-jaringan irigasi kecil sederhana.
Saat ini pula menurutnya, masih terlihat irigasi tertua yang menurut cerita rakyat di bangun oleh Sultan Ageng Tirtayasa pada sekitar abad ke 17, yang dikenal sebagai kanal sultan.
Seorang warga setempat, Fahmi mengaku, pernah mendapat dan mendengar cerita dari sesepuhnya. Yaitu pada masa penjajahan Belanda, tepatnya saa menjajah daerah Banten sampai ke wilayah Pamarayan, awalnya mereka (Belanda) ingin mengambil rempah – rempah.
Tetapi lama – kelamaan, orang Belanda berinisiatif membuat jembatan untuk pengairan di lahan pertanian dan untuk mempermudah mobilitas mereka dalam mengambil rempah-rempah didaerah tersebut. “Proyek Bendungan ini, menurut ceritanya, selesai dikerjakan pada tahun 1914 dan air mulai disalurkan pada tahun 1918 silam,” kisahnya.
Seiring tidak berfungsinya lagi Bendung Pamarayan Lama, dibangunlah Bendung Pamarayan Baru, yang lokasinya tak jauh dari bendungan lama. Di lokasi itu pula, masyarakat kerap berkumpul dan memenuhi jembatan Bendungan Pamarayan Baru, sambil “ngabuburit”.
Sebagian besar masyarakat sekitar mengakui, selain terpesona dengan Bendung Pamarayan, juga pemandangan sekitarnya menjadi salah satu penarik tersendiri untuk “betah” berkumpul. Karena, selain indah dan alami, juga udara sore disekitar kawasan terasa sejuk.
Diketahui, pada tahun 2017 lalu, Bendungan Pamarayan ini sempat dikuras (dibedol). Alhasil, ratusan warga Kabupaten Serang antusias menghadiri pengurasan Bendungan Pamarayan. Selain menonton, warga juga antusias mengambil ikan ketika kanal-kanalnya mulai surut.
Bendungan Pamarayan memiliki 8 pintu air, yang mengaliri masing-masing 2 kanal utama. Bendungan ini mengaliri air dari dua sungai besar di Banten, yaitu Ciberang dan Ciujung. Setiap hari, bendungan ini mengalirkan pasokan kebutuhan air untuk pertanian sekitar 21.350 hektar seKabupaten Serang.
Di bagian kanal barat, air dari bendungan ini masing-masing memasok kebutuhan untuk daerah Ciruas, Kramatwatu, Pontang, Tirtayasa, Cilegon, Cikeusal, sampai Kragilan. Kanal di bagian timur, bendungan ini mengaliri kebutuhan mulai dari Kecamatan Pamarayan, Bandung, Kibin, Carenang, sampai Tanara.
Fungsi penyurutan air di bendungan ini, selain pemeliharaan masing-masing bangunan kanal, untuk penyeragaman masa tanam sawah yang teraliri air. Bagi warga Serang, proses penyurutan dikenal dengan istilah ‘bedolan’.
Peristiwa ‘bedolan’ bendungan ini, oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang dibuat rutin, sekaligus untuk menarik wisatawan lokal. Sampai akhirnya, dibuat festival yang diberi nama “Bedolan Pamarayan” dengan berbagai kegiatan, mulai dari pentas debus sampai pemainan tradisional. (mardiana)
Diskusi tentang ini post