SATELITNEWS.ID, SERANG—Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Banten menemukan 12 kelemahan pengendalian internal dan permasalahan dalam laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun anggaran 2020. Kelemahan tersebut salah satunya kelebihan pembayaran proyek sebesar Rp1,16 miliar yang ada di tiga organisasi perangkat daerah (OPD).
Tiga OPD tersebut adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud), Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperkim). Sementara kelemahan lainnya disebutkan oleh BPK adalah penatausahaan kas Pemprov Banten belum memadai yakni masih ditemukan rekening bendahara pengeluaran UPTD di tiga OPD dan rekening operasional yang belum ditetapkan melalui keputusan gubernur. Kemudian, pengelolaan barang milik daerah (BMD) belum memadai antara lain, pemprov belum menetapkan status penggunaan BMD tanah dan bangunan gedung dengan perolehan sampai tahun 2020, pinjam pakai kendaraan dinas belum tertib dan 490 bidang tanah belum bersertifikat.
Selanjutnya BPK dalam rilisnya menyebutkan, kelemahan pemprov adalah pelaksanaan kerjasama penyimpanan uang daerah tahun 2020 di Bank Banten (BB) belum sepenuhnya sesuai ketentuan. Hasil pemeriksaan menunjukan perjanjian kerjasama antara pemprov dan BB tentang penyimpanan uang daerah kurang memadai untuk pemenuhan hak pemprov berupa penundaan transfer dana bagi hasil (DBH) bulan Februari 2020 untuk delapan kabupaten/kota.
Meski ada 12 kelemahan pengendalian intern, termasuk adanya kelebihan pembayaran volume pekerjaan tidak sesuai kontrak sebesar Rp1,16 miliar, akan tetapi BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPD Banten tahun 2020 memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). LHP diserahkan langsung oleh Anggota VI BPK RI, Harry Azhar Azis kepada Ketua DPRD Banten Andra Soni dan Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy dalam rapat paripurna istimewa DPRD Banten, Senin (24/5).
“Tanpa mengurangi penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai oleh Pemerintah Provinsi Banten, BPK masih menemukan 12 kelemahan pengendalian intern dan permasalahan terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak mempengaruhi secara material terhadap kewenangan laporan keuangan tahun 2020,” kata Harry Azhar.
Selain adanya 12 kelemahan lanjut Harry, terdapat beberapa permasalahan lainnya yakni, pemprov belum memiliki rencana peningkatan ketersediaan pangan memadai seperti perlindungan dan pengoptimalan lahan pertanian. Ditambah, pemprov belum memiliki sumber daya memadai untuk melaksanakan peningkatan ketahanan pangan seperti Sumber Daya Manusia (SDM), dan sistem informasi.
“Pemerintah Provinsi Banten belum melaksanakan upaya peningkatan ketersediaan pangan secara memadai, seperti belum melaksanakan proses dan tahapan penetaan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) sesuai dengan ketentuan, termasuk berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota. Serta belum melaksanakan pengoptimalan lahan pertanian melalui ekstensifikasi dan intensifikasi,” ujarnya.
Jika hal tersebut tidak dibenahi, Harry mengaku khawatir ketersediaan pangan di Banten ke depan tidak akan memadai untuk kebutuhan lokal. “Jika tidak segera diselesaikan dapat mempengaruhi efektifitas peningkatan ketahanan pangan pada aspek ketersediaan pangan,” jelasnya.
Kendati demikian BPK, mengapresiasi upaya pemprov dalam peningkatan ketersedian pangan melalui Dinas Pertanian (Distan) yang telah melaksanakan kegiatan fasilitasi penyebaran, pemanfaatan dan penerapan hasil penelitian pangan, diantaranya melalui kegiatan demonstrasi farming dan demonstrasi plot untuk tanaman padi dan jagung.
“Selain itu Dinas Pertanian telah melaksanakan tahapan sesuai denmgan Juklak (petunjuk pelaksana) dan Juknis (petunjuk teknis) bantuan benih pemerintah tahun 2020 untuk memastikan kesesuaian bantuan benih dengan kebutuhan dari kelompok tani di kabupaten/kota,” ujarnya.
Atas permasalahan dan temuan BPK, Harry meminta kepada lembaga legislatif untuk mengawasi tindak lanjut temuan-temuan yang telah disampaikan. “Kami berharap pimpinan dan Anggota DPRD Banten dapat ikut memantau penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan sesuai kewenangannya. Apabila pimpinan ataupun Anggota DPRD memerlukan penjelasan lebih lanjut atas substansi LHP dapat mengusulkan pertemuan konsultasi dengan BPK Perwakilan Provinsi Banten untuk mendapat penjelasan lebih lanjut,” ujarnya.
Sementara itu dalam konferensi pers kepada wartawan usai acara, Harry menjelaskan alasan BPK memberikan opini WTP kepada pemprov lantaran temuan BPK menyebutkan kurang dari 3-5 persen. “Kami di pusat bersama Presiden (Presiden RI Joko Widodo) dan DPR terus mengkaji persentase ini. Tapi untuk sekarang kalau temuan kurang dari 3-5 persen LHP dinyatakan dapat dipertanggungjawabkan,” katanya.
Lebih jauh Harry mengakui bahwa pada era sekarang ini pemeriksaan LHP pemerintah dan pemerintah daerah di Indonesia masih difokuskan pada pertanggungjawaban pengelolaan keuangan. “Nanti jika memang tahap ini kita sudah selesai, ke depan kami sedang mengkaji bagaimana opini LHP ini korelasinya dengan kesejahteraan masyarakat atau azas kemanfaatannya,”ujar Harry.
Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy berjanji akan segera menindaklanjuti semua temuan BPK. “Pemprov Banten mengucapkan terima kasih kepada tim pemeriksa BPK Perwakilan Provinsi Banten, atas kerjasama yang telah terbina dengan baik selama ini serta bimbingan dan saran-saran perbaikan atas kekurangan-kekurangan yang masih terdapat dalam pengelolaan keuangan dan aset daerah selama masa pemeriksaan,” katanya.
Diungkapkan Andika, sebagaimana diamanatkan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU 23/2014 beserta perubahannya tentang Pemerintahan Daerah, Pemprov Banten telah melaksanakan kewajiban untuk menyerahkan LKPD kepada BPK Perwakilan Provinsi Banten lebih awal yaitu pada 8 Februari 2021 untuk dilakukan pemeriksaan. Setelah hampir kurang lebih 2 bulan, BPK Perwakilan Provinsi Banten telah melakukan pemeriksaan, kata Andika, hasilnya menyebutkan laporan keuangan tersebut telah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. “Baik dari aspek pengendalian internal, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan juga dari sisi kesesuaian penyajiannya,” imbuhnya.
LHP BPK tersebut, kata Andika, selanjutnya akan menjadi bahan bagi Gubernur dalam menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun anggaran 2020 kepada DPRD Banten melalui sebuah rancangan peraturan daerah.
Adapun terhadap temuan-temuan pada LHP BPK RI, kata Andika, Pemprov Banten telah menetapkan rencana aksi untuk menindaklanjutinya. Rencana aksi dimaksud diantaranya memerintahkan penyetoran atas kerugian daerah segera tanpa harus menunggu batas waktu yang telah ditentukan. Andika bahkan mengklaim kerugian daerah dimaksud sudah seluruhnya disetorkan ke kas daerah.
Berikutnya, Andika melanjutkan, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) telah membuat teguran kepada para pejabat terkait agar selalu mematuhi ketentuan perundang-undangan pada setiap tahap pengelolaan keuangan maupun pengelolaan barang milik daerah.
Pihaknya juga telah memerintahkan Sekretaris Daerah, Al Muktabar, beserta jajarannya untuk selalu meningkatkan pengendalian internal khususnya terhadap hal-hal yang menjadi catatan dan rekomendasi BPK RI dalam LHP dimaksud. “Catatan-catatan tersebut diantaranya pengelolaan belanja tidak terduga, penatausahaan kas daerah, pengelolaan bagi hasil pajak, dan administrasi pengelolaan barang milik daerah,” ujarnya.
Ketua DPRD Banten, Andra Soni mengaku pihaknya akan meminta badan anggaran (Banggar) untuk melakukan pembahasan terkait dengan LHP BPK atas LKPD tahun 2020. “Saya akan meminta Banggar melakukan kajian atas LHP ini,” katanya singkat. (rus/bnn/gatot)
Diskusi tentang ini post