SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Dinas Pendidikan Kota Tangerang mengadakan workshop bertema “Identifikasi anak berkebutuhan khusus”, Kamis (28/5/2021). Sebanyak 200 guru se-Kota Tangerang mengikuti kegiatan yang menjadi bagian dari persiapan dibukanya sekolah inklusi pada tahun 2021 ini.
Moderator workshop Herli Susilawati menjelaskan kegiatan itu bertujuan untuk memberi pemahaman kepada para guru dalam mengidentifikasi dan mengenal cirri-ciri anak berkebutuhan khusus (ABK). Dengan demikian, para guru dapat menyelesaikan persoalan yang timbul terkait ABK.
Muhammad Iqbal, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana dan CEO Rumah Konseling yang menjadi narasumber workshop menjelaskan program sekolah inklusi dapat menyulitkan pihak sekolah. Sebab, dalam sekolah inklusi, anak berkebutuhan khusus dan anak normal menjalani pendidikan bersama-sama.
“Kebijakan ini menurut saya tidak fair karena tidak ada guru-guru di sekolah yang memiliki guru khusus menangani anak berkebutuhan khusus tetapi sekolah dipaksa untuk menerimanya. Jadi terjadi konflik. Suasana kelas yang terganggu. Menurut saya boleh menerima murid tetapi ada kategorisasi. Tidak semua berkebutuhan khusus kita terima,”ujar Iqbal.
Dalam workshop itu, Iqbal membuat survei. Para guru diminta mengisi pertanyaan terkait sekolah inklusi. Survei menghasilkan jawaban tertinggi bahwa seluruh guru memiliki keterbatasan pengetahuan. Kedua, kurangnya kerja sama orang tua dan terakhir kurangnya sarana prasarana.
“Nanti ini bisa diberikan kepada pak Kepala Dinas dan pak Wali Kota bahwa pengetahuan tentang ABK ini perlu diperkuat,”ujarnya.
Dia membeberkan ada tiga kategori anak berkebutuhan khusus. Yakni, anak terlambat, gangguan dan normal. Untuk mengetahui perkembangan dalam setiap pembelajaran, ada empat faktor yang diuji yakni aspek motorik, bahasa, kognitif dan sosial emosinya. Menurut Iqbal, guru harus bisa mengidentifikasi ABK dengan melakukan wawancara dan observasi.
Iqbal menegaskan harus ada kriteria khusus untuk ABK agar bisa diterima di sekolah inklusi. Sebab ada ABK yang memiliki agresifitas tinggi. Mereka dapat menggigit menyerang, mengganggu bahkan memukul teman dan gurunya.
“Itu tidak bisa menurut saya. Itu harus diterapi dulu, nah itu masuk sekolah luar biasa,”ujarnya.
Iqbal menyarakankan sekolah atau dinas pendidikan bekerja sama dengan psikolog untuk melakukan seleksi terhadap anak berkebutuhan khusus. Psikolog juga dapat dilibatkan untuk penanganan dan intervensi terhadap ABK.
“Masukan saya sekolah harus punya kerjasama dengan psikolog. ABK ini harus ada komite khusus untuk menyeleksi, bagaimana anak-anak ini diterima. Kalau sekolah kita tidak punya sarana prasarana nya mau nggak orang tua menyiapkan guru pendamping bayar sendiri. Jangan memaksakan anak ini bergabung tanpa mengetahui masalahnya. Harus melalui tes,” ujarnya. (mg1/gatot)
Diskusi tentang ini post