SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Proses hukum kasus “mafia tanah” di Kelurahan Kunciran Jaya dan Cipete Kecamatan Pinang Kota Tangerang memasuki babak baru. Setelah Polres Metro Tangerang Kota menetapkan Darmawan (48) dan Mustafa Camal Pasha (61) sebagai tersangka pada Selasa, (13/4) lalu, keduanya pun menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Senin (7/6/2021).
Pemimpin agenda sidang yang dimulai pukul 11.00 WIB itu adalah Hakim Ketua Nelson Panjaitan. Sedangkan, jaksa penuntut umum (JPU) sidang tersebut adalah Adib Fachri Dilli dan Oktavian Samsurizal. Sementara, Darmawan dan Mustafa menghadiri sidang itu secara daring dari Lapas Klas II A Tangerang.
Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang Dapot Dariarma mengatakan sidang perdana tersebut beragendakan pembacaan dakwaan. Kata dia pekan depan, beragendakan eksepsi yang diajukan oleh pengacara Darmawan.
“Minggu depan eksepsi dari pengacara darmawan. Untuk pengacara Mustafa, dia tidak melakukan eksepsi,” ujarnya, Senin, (7/6).
Lantaran menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kata Dapot tidak ada denda materiil. Pada sidang tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Darmawan dan Mustafa dengan Pasal 263 Ayat 1 jo Pasal 55 atau Pasal 263 Ayat 2 jo Pasal 55 KUHP. Kedua pasal itu berkaitan dengan pemalsuan surat.
“Dengan ancaman pidana paling rendah 5 tahun maksimal 7 tahun,” kata dia.
Dapot mengungkapkan, salah satu hal yang memberatkan dalam kasus tersebut adalah para terdakwa mengambil hak milik masyarakat pemilik tanah seluas 45 hektare di Pinang itu. “Hal yang memberatkan, dia (Darmawan dan Mustafa) mengambil hak masyarakat terkait tanah tersebut,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan kedua tersangka telah bersekongkol untuk saling mengklaim tanah tersebut. Kemudian keduanya saling melapor ke Pengadilan Negeri Klas 1 A Tangerang.
“April lalu (2020) tersangka D menggugat perdata si M. ini adalah bentuk modus mafia mereka. Mereka ini satu jaringan yang saling menggugat untuk bisa menguasai tanah tersebut,” ujarnya saat gelar perkara di Mapolres Metro Tangerang Kota, Selasa, (13/4/2021).
Lalu, hasil gugatan tersebut berakhir dengan perdamaian atau dading. Setelah perdamaian tersebut terbit penetapan Nomor : 120 / Pen.Eks / 2020 / PN TNG kemudian melakukan eksekusi di bidang tanah milik korban seluas kurang lebih 450.000 meter persegi.
Yusri mengungkapkan lahan seluas 45 hektar yang diklaim tersebut dimiliki oleh PT. Tangerang Marta Real Estate (PT TMRE) dengan luas 35 hektare. Sementara, 10 hektare dimiliki oleh warga setempat.
“Setelah itu ajukan eksekusi di tempat lokasi yang sudah diatur. Ini terjadi bukan Juli tapi ada perlawan dari warga dan PT TMRE pada saat itu. Warga melakukan perlawanan dengan PT TMRE sehingga batal eksekusi. Karena sempat terjadi bentrok sedikit pada saat itu,” kata Yusri.
Dalam melakukan gugatan tersebut keduanya melampirkan atau menggunakan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang telah dibuat oleh kuasa hukumnya Affandy Masyah Nomor 1 sampai 9 atas nama NV LOA & CO. Kemudian SK 67 untuk mengajukan gugatan perkara perdata Nomor : 357 / PDT.G /2020 / PN TNG. Yusri mengungkapkan semua dokumen yang digunakan tersangka dipastikan palsu karena tidak tercatat di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Seluruhnya surat-surat yang ada pada dia merupakan surat-surat palsu. Termasuk SK 67 yang menjadi dasar saudara D untuk menggugat saudara M ini diperdata itu ternyata tidak tercatat juga untuk membuat SHGB ini satu sampai 9. Setelah dicek penyidik ada 10 malahan yang palsu,” jelas Yusri. (irfan/gatot)
Diskusi tentang ini post