SATELITNEWS.ID, NEGLASARI—Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing merupakan lokasi pembuangan sampah dari penjuru Kota Tangerang. Berlokasi di Jalan Iskandar Muda, Kelurahan Kedaung, Kecamatan Neglasari TPA seluas 35 hektare.
1500 ton sampah yang masuk setiap harinya membuat kapasitas TPA ini semakin sempit. Namun dari segala masalah itu, belum banyak masyarakat yang mengetahui sejarah lahirnya TPA Rawa Kucing. Diketahui, kawasan itu mulai dijadikan TPA sejak 1992 silam. Salah seorang warga yang sedari dulu tinggal di lokasi itu Nesih, warga RT 5 RW 4 Keluarahan Kedaung Wetan, Kecamatan Neglasari mengatakan tahu betul asal mula lahirnya TPA Rawa Kucing.
Dia menceritakan lokasi yang saat ini menjadi TPA Rawa Kucing itu merupakan bekas galian tambang. Kemudian, mulai menjadi tempat sampah sekira pada medio 1992 tepatnya April. “Saya inget sekali itu 5 bulan setelah anak pertama saya lahir. Waktu itu lebaran. Awalnya dibuang sampah-sampah bekas lebaran,” ujarnya Rabu, (17/06).
Anak pertama Nesih kala itu lahir pada 27 November 1991. Itu lah yang menjadi patokan Nesih saat bekas galian tambang tersebut menjadi tempat sampah. “Dulu mah dalem ada kalau 20 meter, luas. Sama anak-anak sama saya juga sering main di galian itu,” kata Nesih.
Dahulu Nesih pun tak mengetahui kalau lokasi itu akan menjadi TPA. Setelah saat itu pun sampah yang entah dari mana asalnya mulai berdatangan ke lokasi tersebut.
“Dulu nggak tau. Setelah itu sampah masuk terus. Kita juga ga ada sosialisasi waktu itu. Pernah waktu itu warga dikasih uang Rp 50 ribu sama biskuit Kong Guan pas lebaran, mungkin itu sosialisasinya setelah itu nggak ada lagi,” ungkap wanita kelahiran 1968 ini.
Sebelum adanya TPA Rawa Kucing, kata Nesih banyak pemukiman warga. Namun, karena kebijakan perluasan TPA Rawa Kucing pemukiman warga pun terus tergusur. “Dulu mah tetangga kanan kiri banyak. Sekarang sedikit,”katanya.
Kini, Nesih sekeluarga masih tinggal di lokasi yang sama dengan belasan Kepala Keluarga (KK) lainnya. Diketahui, di pemukiman yang Nesih tinggali terdapat 20 bidang lahan dengan belasan KK. Ada yang memang warga setempat dan pendatang. “Kalau saya kan memang dari lahir di sini. Rumah ini peninggalan orangtua. Sementara yang lainnya itu seperti pak Abeng (warga setempat) dia pedagang dari Jakarta. Yang asli sini istrinya,” kata Nesih.
Puluhan tahun tinggal di pemukiman itu membuat Nesih kini merasa tak nyaman. Lantaran, sampah TPA Rawa Kucing yang mulai menggerus pemukimannya. Namun, apa mau dikata. Dia ingin pindah kendati tak tahu mau pindah kemana. Pasalnya, Nesih yang hanya seorang istri dari pekerja serabutan hidupnya pun serta terbatas. “Ada rencana mau digusur dari pemerintah. Kita nunggu itu saja. Nunggu uang gusuran baru kita pindah,” ujarnya.
Sepertinya, keinginan Nesih yang ingin pindah tersebut harus menunggu beberapa tahun lagi. Pasalnya, Pemkot Tangerang baru akan memberikan ganti rugi lahan pada 6 bidang yang terdampak langsung senilai Rp 6 miliar. Atau pada rumah yang paling berdepetan dengan sampah. Sementara rumah Nesih berada di depannya.
Dampak TPA Rawa Kucing terhadap warga setempat, Air tanah tak layak hingga terjangkit berbagai penyakit. Nesih mengungkapkan dirinya lebih banyak mengalami dampak negatif ketimbang positif selama adanya TPA Rawa Kucing. Seperti air. Dahulu Nesih sekeluarga dapat menikmati air bersih bersumber dari tanah. Namun, kini sudah tidak lantaran tercemar. “Sekarang airnya keruh dan bau. Nggak bisa dipakai untuk mandi karena gatel-gatel. Sekarang kita pake air PAM (dari PDAM Tirta Benteng). Kita bayar sebulan Rp 60 ribu,” katanya.
Air bersih yang dipasok PDAM Tirta Benteng itu datang setiap pagi dan ditampung pada tangki bervolume 2000 liter. Kemudian, disambungkan kepada belasan rumah yang terdapat di pemukiman itu. Dampak selanjutnya yakni air Lindi atau limbah cair yang berasal dari TPA Rawa Kucing. Air Lindi itu kerab datang, apalagi ketika musim hujan tiba. Air banjir yang melanda berwarna cokelat dan bau. “Dulu sering masuk ke dalam rumah. Sekarang rumah kita kita semen depannya supaya air gak masuk,” katanya.
Jaringan drainase yang buruk juga menjadi penyebab air lindi masuk ke dalam pemukiman warga. Saluran drainase di TPA Rawa Kucing tersumbat karena ditumpuki sampah. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang sudah melakukan antisipasi dengan membuat tempat penampungan air Lindi. Air yang tertampung itu lalu disedot menggunakan mesin kemudian disalurkan ke Instalasi Penampungan Air Limbah (IPAL). Namun upaya tersebut dirasa kurang maksimal.
“Kalau ujan gede tetap saja meluber airnya,” kata Nesih. Penderitaan warga tak henti sampai disana saja. Warga kerab terjangkit berbagai penyakit. Mulai dari penyakit kulit hingga ISPA. “Bau banget di sana. Apalagi kalau hujan dan sampahnya dikeruk. Belum lagi banyak lalat. Paling antisipasinya pakai pewangi ruangan. Terus juga sering sakit, saudara saya kena paru, gatel-gatel lebih sering,” jelas Nesih. Kini, Nesih berharap Pemkot Tangerang segera memberikan solusi terbaik bagi mereka. Pasalnya, mereka sudah tak nyaman lagi bermukim di lokasi tersebut. Mengingat, dampak negatif yang dirasakan sudah terlalu parah. (irfan/made)
Diskusi tentang ini post