LEBIH dari setengah abad, Hari Tani Nasional diperingati setiap tahun oleh bangsa Indonesia. Tanggal 24 September 1963 adalah peringatan perdana, setelah Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno mengeluarkan Keppres nomor 169/1963.
Peringatan Hari Tani Nasional bertujuan untuk mengenang terbitnya Undang-undang nomor 5/1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA) sebagai penghargaan kepada para petani Indonesia. UUPA 1960 mengandung spirit dan menjadi landasan dalam upaya perombakan struktur agraria di Indonesia.
Penguasaan dan pemanfaatan tanah yang timpang dan sarat akan kepentingan sebagian golongan saat itu, dirombak menjadi berasaskan keadilan dan kemakmuran bagi pembangunan masyarakat. UUPA 1960 juga mengatur penguasaan dan pemanfaatan air serta udara sebagai anugerah dari Tuhan yang perlu dijaga kelestariannya untuk kepentingan bersama.
Sudah lebih dari 60 tahun UUPA disahkan, namun kenyataannya keadilan penguasaan dan pemanfaatan tanah masih jauh dari harapan. Petani semakin terpinggirkan oleh pemodal yang memiliki dana tak terbatas.
Lahan pertanian berubah menjadi kawasan industri, real estate, hingga bangunan modern lainnya. Lahan pertanian semakin sempit, sedangkan kebutuhan pangan semakin meningkat. Laksana panggang jauh dari api.
Peringatan Hari Tani Nasional yang ke-58 ini, merupakan momentum yang pas untuk kembali membangkitkan spirit keberpihakan terhadap petani. Mengedepankan asas keadilan dan kemakmuran, kelestarian, serta kepentingan bersama. Objektif dan berimbang, karena memang pembangunan di segala bidang tidak dapat dihindarkan.
Sebagai negara berpenduduk lebih dari 270 juta jiwa, kebutuhan produk-produk pertanian sangat besar. Pangan misalnya, sebagai kebutuhan primer, tentu menjadi peluang sekaligus tantangan yang sangat besar bagi para petani. Jika pemanfaatan lahan tidak sesuai dengan spirit dan asas sesuai UUPA 1960, maka tidak mustahil Indonesia akan menjadi negara importir murni produk-produk pertanian.
Di sisi lain, pertambahan penduduk dan tuntutan pembangunan fisik lainnya juga tidak dapat diabaikan begitu saja. Tuntutan terhadap sarana perumahan, pendidikan, jalan, bandara, dan sarana lainnya terus bertambah sesuai dengan pertambahan penduduk. Adalah sebuah keniscayaan, jika pengembangan pertanian juga harus berkompromi dengan kebutuhan-kebutuhan infrastruktur tersebut.
Sungguh membanggakan sektor pertanian tetap tumbuh positif walaupun Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19. Berdasarkan data Produk Domestik Bruto (PDB) dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada triwulan II 2021 sektor pertanian tercatat tumbuh sebesar 12,93%. BPS juga mencatat kinerja ekspor sektor pertanian sebesar US$906,7 juta meningkat 13,24% dibandingkan triwulan II tahun 2020.
Capaian pertumbuhan tersebut merupakan tertinggi di antara semua sektor lapangan usaha. Sektor pertanian juga menduduki urutan kedua terbesar sebagai kontributor PDB nasional sebesar 14,27%. Kontributor PDB terbesar adalah sektor pengolahan yang berkontribusi sebesar 19,29% terhadap PDB nasional.
Untuk tetap menjaga pertumbuhan sektor pertanian, terdapat sembilan solusi yang bisa dilakukan oleh antara lain pemerintah, lembaga legislatif, asosiasi pertanian, perguruan tinggi, lembaga riset, lembaga keuangan, dan lembaga terkait lainnya. Lembaga-lembaga itu memiliki kontribusi yang sangat besar dalam menjaga keseimbangan pertumbuhan sektor pertanian dan pembangunan lainnya.
Solusi pertama, membuat Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) berkelanjutan. RTRW berkelanjutan mengakomodir kepentingan pembangunan bidang pertanian sejalan dengan pembangunan sarana fisik. Tidak hanya mengakomodir kalangan pemodal bidang infrastruktur, namun juga para petani yang selama ini menggantungkan hidupnya dari hasil-hasil pertanian.
Kedua, tidak membuat kebijakan yang merugikan petani seperti impor pada saat atau menjelang panen raya. Buatlah kebijakan terkait dengan harga yang berimbang, seperti harga eceran tertinggi.
Pemerintah membeli produk petani pada saat panen raya dan mengeluarkan pada saat yang tepat, sehingga petani dan konsumen tidak dirugikan. Pengaturan sistem informasi produk-produk pertanian, sehingga masalah asimeteri informasi antara petani dan konsumen dapat diatasi.
Ketiga, menyiapkan teknologi tepat guna dan rekayasa genetika bidang pertanian. Solusi ini bisa ditawarkan terutama kepada petani milenial yang saat ini minim jumlahnya.
Dengan teknologi tersebut, lahan yang sempit bukan lagi masalah bagi pengembangan pertanian. Hidroponik, aeroponik, aquaponik, hingga rekayasa genetik adalah teknik dan teknologi harapan bagi masa depan pengembangan pertanian Indonesia yang cocok dengan generasi milenial.
Keempat, pengembangan industri hilir dari produk-produk pertanian. Dengan hilirisasi produk-produk pertanian, maka pemanfaatan terhadap hasil pertanian, tidak hanya untuk sektor pangan, namun juga sektor kesehatan, kecantikan, hingga gaya hidup. Hilirisasi produk-produk pertanian harus terus didorong dengan mendirikan industri-industri berbasis pertanian di sekitar lahan pertanian.
Pengembangan sistem pertanian tumpang sari merupakan solusi yang kelima. Perkebunan yang dipadukan dengan palawija, perikanan yang dipadukan dengan peternakan, atau peternakan yang dipadukan dengan industri pertanian adalah sebagian contoh dari konsep tumpang sari yang dimodifikasi dan sukses dijalankan selama ini. Konsep ini harus dipertahankan dan ditingkatkan terus penggunaanya.
Keenam, menyiapkan generasi penerus petani atau yang disebut petani milenial. Perguruan tinggi dan lembaga pendidikan serta asosiasi sangat berperan dalam pengembangan generasi petani milenial ini.
Tanpa adanya sumber daya manusia yang mumpuni dan mencintai pertanian, maka seluas apapun lahan yang ada, tidak akan ada artinya. Petani milenial ini harus disiapkan dan menguasai sistem pertanian modern.
Ketujuh, tata niaga pupuk dan produk-produk pertanian yang pro petani. Selama ini tata niaga pupuk dan produk-produk pertanian lebih banyak menguntungkan para middleman, sehingga petani senantiasa berada pada posisi yang dirugikan.
Harga pupuk yang mahal, biaya pemeliharaan dan produksi yang tinggi, namun saat panen tiba, harga jual produk pertaniannya murah. Dengan kondisi seperti ini, mencapai titik impas saja sudah bagus.
Kedelapan, permodalan. Selama ini, kendala terbesar yang dialami petani adalah kekurangan modal.
Banyak lembaga keuangan yang memberikan dana kredit kepada petani. Namun struktur bunga yang tinggi membuat petani kewalahan dalam pengembaliannya. Oleh karena itu, diperlukan pembiayaan bebas bunga seperti lembaga partnership yang siap bermitra dengan petani menggunakan sistem profit loss sharing.
Terakhir, promosi terhadap produk-produk pertanian unggulan ke berbagai pihak. Bangsa Indonesia harus bangga dengan produk-produk pertanian bangsanya sendiri, harus mau menggunakan dan mengkonsumsinya. Semakin banyak promosi produk-produk pertanian unggulan Indonesia, maka keberadaan produk-produk pertanian tersebut akan semakin dikenal di seluruh pelosok negeri.
Sembilan solusi tersebut, semestinya dijalankan secara simultan dan paralel. Jika diabaikan, tidak menutup kemungkinan Indonesia akan mengalami krisis pangan. Akhirnya menjadi pengimpor produk-produk pertanian, dan menjadi pasar besar bagi bangsa lain. Sebutan negara agraris pun tinggal kenangan.
September bulan petani, sebagai wujud terima kasih kita terhadap jasa para petani, sudah saatnya bagi kita berpikir dan bertindak untuk masa depan petani yang lebih baik.
Selamat Hari Tani Nasional.
Bangga Menjadi Petani.
Jaya dan Sejahteralah Petani Indonesia. (*)
*Doktor Bidang Ilmu Teknik Sistem dan Industri – IPB. Ketua Program Studi Teknik Industri – Universitas Buddhi Dharma Tangerang
Diskusi tentang ini post