SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Komunitas masyarakat Perumahan Angkas Pura 2 Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang ini namanya Bimasena. Memang identik dengan tokoh pewayangan masyarakat Indonesia, tapi Bimasena di sini yang dimaksud merupakan akronim dari Bersih Indah Makmur Sejuk Nan Asri.
Komunitas yang terbentuk pada Agustus 2021 tersebut menggerakkan berbagai kegiatan yang bermanfaat untuk lingkungan, salah satunya pengolahan sampah. Ketua komunitas Bimasena, Prima Diansyah mengatakan, terbentuknya komunitas berawal dari pembicaraan pengolahan sampah di lingkungan. Warga menginginkan sampah yang dihasilkan agar tak menjadi beban pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Rawa Kucing.
“Warga berinsiasi mendirikan pengolahan sampah. Sampah organik diolah menjadi kompos dan anorganik dipilah untuk menjadi bahan baku daur ulang,” katanya.
Gayung bersambut, inisiasi komunitas Bimasena didukung dengan kedatangan mahasiswa Unpad yang membawa mesin insenerator dan pirolisis. Kedua alat tersebut merupakan karya mahasiswa dalam lomba teknologi tingkat Jawa Barat. “Alat pengolahan sampah kerjasama dari Unpad, sambil mereka meriset kembali alat yang diciptakan, dapat kami manfaatkan untuk pengolahan sampah,” kata dia.
Melalui kedua alat tersebut dipastikan tak ada sisa sampah yang dibuang ke TPA Rawa Kucing. “Sisa sampah organik yang tak terpakai dibakar dengan insenerator sampai habis menjadi abu. Lalu plastik dan karet yang tak dapat dipilah untuk dijual akan diolah menjadi minyak solar,” ungkapnya.
Memanfaatkan lahan tidur di perumahan tersebut, komunitas Bimasena mulai membangun sarana tempat pengolahan sampah terpadu. Program TPST juga mendapatkan dukungan oleh Pemkot Tangerang melalui Kelurahan, kecamatan dan dinas-dinas terkait.
Selain membangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Komunitas Bimasena menggerakkan pembangunan sarana ketahanan pangan. Lahan tidur di perumahan dimanfaatkan menjadi lahan ketahanan pangan bagi Kelompok Wanita Tani (KWT) tingkat RW dengan nama KWT Bambu.
Prima lebih jauh mengatakan, berdirinya KWT Bambu berawal dari adanya program dari kecamatan yakni proklim. Di dalam proklim terdapat enam komponen yang harus dipenuhi diantaranya pengendalian Kekeringan dan banjir, peningkatan ketahanan pangan, pengendalian terkait Iklim, pengolahan Sampah limbah padat dan cair; energi terbarukan konservasi,dan penghijauan.
“Dari komponen tersebut muncul aspirasi untuk membuat kegiatan salah satunya KWT, sebenarnya disini sudah ada KWT di masing-masing RT yang pernah menang lomba juga, lalu kami inisiasi buat tingkat RW sebab di wilayah lain juga sudah ada KWT RW, ” ungkapnya.
Komunitas Bimasena dibantu warga setempat bergotong royong membangun KWT di lahan tidur. “Tadinya lahan belukar, kita bangun jadi KWT ada tanaman sayur mayur, budidaya ikan, sudah sering panen dan dibagikan kembali ke warga,” katanya. KWT Bambu yang dibangun oleh Komunitas Bimasena tak sekadar menjadi lokasi ketahanan pangan namun juga menjadi sarana rekreasi dan edukasi bagi warga setempat.
Prima Diansyah menambahkan, pihaknya menata KWT menjadi sarana warga untuk rekreasi dan edukasi bagi anak-anak. “Secara bertahap kami percantik KWT dengan taman-taman sebagai ruang terbuka hijau, kami bangun kolam ikan hias, bangun saung, dan rumah pohon lalu juga ada permainan anak,”
Terakhir upaya membangun ruang terbuka hijau dilihat oleh Pemkot Tangerang melalui bidang pertamanan. “Mereka membantu dengan memberikan kebutuhan untuk taman seperti rumput sintetis, batu alam, ayunan dan lainnya,” katanya.
Kini KWT Bambu ramai dikunjungi oleh warga setempat. Terlebih di kondisi pandemi dan penerapan kebijakan PPKM. “Anak-anak bisa rekreasi dan edukasi, bapak-bapak sedang WFH, ibu-ibu KWT yang sedang rapat bisa dilakukan di taman KWT Bambu ini,” tukasnya. (made)
Diskusi tentang ini post