SATELITNEWS.ID, SERANG – Dalam beberapa bulan terakhir, harga komoditi telur di sejumlah pasar tradisional di wilayah Banten melejit naik, dari yang semula Rp24.000/kg menjadi lebih dari Rp30.000/kg.
Tidak hanya telur, beberapa komoditi lainnya seperti cabai merah, daging ayam, serta daging sapi.
Bahkan untuk harga daging sapi segar kenaikan sudah terjadi sejak akhir tahun 2017 silam sampai sekarang, dimana untuk Harga Eceran Tertinggi (HET) daging sapi sebesar Rp80.000/kg, namun sampai saat ini masih tinggi mencapai Rp140.000/kg.
Kepala Seksi Pengendalian Harga Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Banten, Dede Kurnia mengatakan, berdasarkan hasil analisis data sekunder yang dilakukannya, pada tahun lalu dengan periode yang sama, para peternak ayam di Banten ini salah prediksi.
“Mereka memprediksi pada tahun 2021 itu sudah terjadi recovery ekonomi, sehingga mereka memperbesar kapasitas kandang ayam petelor. Tapi nyatanya, krisis dampak dari Pandemi Covid-19 itu masih terjadi, hal itu terlihat dari permintaan masyarakat yang masih rendah, sehingga banyak yang jatuh harganya,” kata Dede, Kamis (25/8/2022).
Kemudian, lanjutnya, karena belum ada kepastian terkait recovery ekonomi, pada tahun 2022 ini mereka belajar dari tahun sebelumnya dengan menerapkan kehati-hatian.
Tapi yang terjadi, justru pada tahun ini geliat perekonomian daerah sudah mulai terjadi. Beberapa sektor usaha sudah mulai berjalan, permintaan sudah banyak dari restoran, rumah makan dan catering.
“Permintaan mereka sudah mulai tinggi, namun jumlah pasokannya masih sangat terbatas. Itulah yang menjadi salah satu penyebab kenaikan harga telur beberapa bulan terakhir,” ujarnya.
Untuk mengatasi tingginya harga beberapa komunitas di atas, tambahnya, pemerintah saat ini sedang melakukan intervensi dari sisi suplay pemenuhan kebutuhan di pasaran, dengan menggandeng beberapa pihak seperti BUMD baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten dan Kota.
“Nanti minggu depan kita akan koordinasi, mencari mekanisme penyelesaiannya seperti apa,” ucapnya.
Selain karena faktor pasokan, lanjutnya, beberapa komoditi yang berbasis holtikultura juga terjadi kenaikan. Hal itu tidak terlepas dari faktor cuaca.
“Kalau untuk pakan yang berbasis impor, kondisi keamanan global juga ikut mempengaruhi,” tuturnya.
Sementara itu, seorang pedagang telur eceran di Kota Serang, Sini Listiandini mengaku, sudah menurunkan jumlah penjualan telornya karena harganya yang cukup mahal.
Hal itu, terpaksa dilakukan meskipun banyak pelanggannya yang kerap mempertanyakan.
“Banyak yang nanya saya masih jualan apa engga, karena stok telornya abis terus. Padahal bukan itu masalahnya, tapi karena stoknya yang dikurangi,” ucapnya.
Dalam satu minggu, lanjutnya, biasanya ia bisa menghabiskan tiga peti telor. Tapi sejak adanya kenaikan harga, ia hanya bisa membeli satu peti saja. “Makanya banyak yang nanya,” imbuhnya. (mg2)