SATELITNEWS.COM, TANGERANG—Pemerintah Kabupaten Tangerang melalui Dinas Kesehatan akan menelusuri kasus gagal ginjal akut yang terjadi di wilayahnya. Langkah itu dilakukan seiring terbitnya instruksi Kementerian Kesehatan perihal kewajiban penyelidikan epidemiologi dan pelaporan kasus gangguan ginjal akut pada anak. Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang juga sudah mengedarkan surat pemberhentian sementara pendistribusian atau penjualan obat cair atau sirup di seluruh jejaring fasilitas kesehatan (faskes) seperti Puskesmas, RSUD dan Apotek terkait instruksi tersebut.
Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, Faridz mengatakan di wilayah Kabupaten Tangerang kasus ginjal akut telah banyak ditangani. Akan tetapi, Dinas Kesehatan belum bisa memastikan asal mula penyebab penyakit yang menyerang anak balita tersebut.
“Ini kan sedang ditelusuri, data pasti kita belum bisa diberikan. Karena kita harus mengkonfirmasi ke RS. Kemudian untuk kelompok rentan terkena ginjal akut di bawah lima tahun atau balita,” ungkap dia, kemarin.
Selanjutnya Faridz membeberkan, Dinkes Kabupaten Tangerang juga telah mengedarkan surat penghentian penjualan obat sirup. Langkah itu diambil sebagai tindak lanjut dari instruksi Kementerian Kesehatan, dimana seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan agar tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk cair atau sirup sampai ada pengumuman resmi dari pemerintah.
“Saya sudah bikin surat edaran, kemudian info secara langsung ke jejaring kita Puskesmas karena instruksi baru kemarin ini perlu proses untuk kita informasikan menunda dulu pemberian sirup sampai dengan ada keputusan BPOM,” kata Faridz kepada Satelit News, Rabu (19/10).
Lanjutnya, secara langsung kebijakan penghentian sementara dalam penjualan obat sirup itu telah berlaku sejak awal adanya instruksi dari Kemenkes RI, meski saat ini surat edaran (SE) dari pihaknya belum diterima oleh penyedia jasa obat atau kesehatan setempat.
“Tapi secara lisan sudah disampaikan dan berlaku sejak ditetapkan Kemenkes, sebenarnya dari Kemenkes itu juga sudah direct juga ke seluruh Indonesia,” ujarnya.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, Muckhlis menambahkan, untuk saat ini yang sudah terlanjur beredar obat-obatan jenis sirup untuk sementara tidak didistribusikan kepada pasien, sampai menunggu hasil keputusan dari kemenkes.
“Kalau yang sudah ada di faskes, belum ditarik. Hanya saja, setop diberikan kepada pasien. Sambil menunggu keputusan pusat, ” tambahnya.
Langkah serupa dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) yang menginstruksikan seluruh Fasilitas Kesehatan (Faskes), Apotek dan Toko Obat untuk menghentikan sementara penjualan obat bentuk cair atau sirup di Kota Tangerang.
Hal ini diungkapkan langsung Kepala Dinas Kesehatan, dr Dini Anggraeni, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (19/10). Ia menjelaskan, penghentian penjualan obat sirup ini sebagai tindak lanjut setelah terus bertambahnya kasus gagal ginjal akut pada anak di Indonesia.
“Dinkes sudah menginstruksikan ke seluruh fasilitas kesehatan, 298 Apotek dan 44 Toko Obat di Kota Tangerang untuk menghentikan sementara penjualan obat sirup. Dalam arti, tidak lebih dulu memberikan obat berbentuk sirup untuk sementara waktu. Kalau secara pengawasan peredaran obat atau kefarmasian sudah ada, namun dalam kondisi ini pengawasan penjualan obat akan diperketat,” ungkap Dini.
Dini menyatakan, hingga saat ini belum ada laporan mengenai kasus gagal ginjal akut pada anak di Kota Tangerang. Namun, seluruh fasilitas kesehatan baik Puskesmas maupun Rumah Sakit di Kota Tangerang sudah menyiapkan tata laksana penanganan jika nantinya ditemukan kasus tersebut.
“Kasusnya sampai saat ini tidak ada, Dinkes belum menerima laporan gagal ginjal akut pada anak. Tapi pastinya, alur penanganan dan kewaspadaan sudah disiapkan, apabila kasus yang mengarah ke gagal ginjal akut ditemukan. Langkah kewaspadaan ini tentunya harus beriringan disemua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat khususnya para orang tua,” tegasnya.
Lanjutnya, perlunya kewaspadaan orang tua yang memiliki anak usia kurang enam tahun, dengan gajala penurunan frekuensi urin disertai demam untuk segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat. Dini mengimbau, orang tua untuk sementara waktu tidak memberikan obat-obatan yang didapatkan secara bebas tanpa anjuran tenaga kesehatan yang kompeten.
Jika didapati anak menderita demam di rumah, kata Dini, orang tua dapat mengedepankan tatalaksana non farmakologis seperti mencukupi kebutuhan cairan, kompres air hangat dan menggunakan pakaian tipis. Jika terdapat tanda-tanda bahaya, segera bawa anak ke fasilitas kesehatan terdekat.
“Pastinya, dengan adanya peningkatan kondisi penyakit gagal ginjal akut pada anak serta penghentian penjualan obat sirup sementara, Dinkes mengimbau, untuk seluruh orang tua tidak perlu panik, namun kewaspadaan harus diperketat. Seperti meningkatkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta asupan gizi yang cukup untuk mengurangi potensi anak terkena penyakit. Tidak ragu membawa anak ke fasilitas kesehatan terdekat jika terdapat tanda-tanda bahaya pada anak,” imbau Dini.
Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril, Rabu (19/10) mengatakan gangguan ginjal akut bukan penyakit baru. Sejak lama sebetulnya sudah ada penyakit ini, tetapi kasusnya hanya 1-2 orang setiap bulan. Namun ia menyebut dalam kasus ini begitu cepat dan progresif, melonjak sejak Agustus 2022. Data dari Agustus 2022 hingga hari ini, ada total 206 kasus ginjal akut pada anak. Dan 99 di antaranya dinyatakan meninggal.
“Gangguan ginjal akut, sejak akhir Agustus terjadi peningkatan kasus gangguan ginjal akut progresif pada anak khususnya di bawah 5 tahun. Sebelumnya ada, hanya 1-2 tiap bulan. Kami menyebutnya gangguan ginjal akut atipikal progresif,” ungkap Syahril.
“Dan rata-rata dirawat di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Dari yang dirawat di sana, sebanyak 65 persen meninggal karena gangguan ginjal akut yang belum diketahui penyebabnya,” imbuhnya.
Kemenkes kemudian membentuk tim penelusuran untuk menyelidiki apa penyebabnya. Salah satunya dengan mengawasi peredaran obat bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Total ada 206 kasus dari 20 provinsi dan 99 anak meninggal. Kami melibatkan BPOM awasi obat dan ahli untuk mengawasi dan mengecek secara farmakologi di lab forensik dengan melakukan pemeriksaan lab untuk memastikan penyebab pasti,” katanya. (alfian)