SATELITNEWS.COM, SERANG–Komnas Perlindungan Anak (PA) Provinsi Banten, mendorong proses hukum kepada para tersangka tawuran pelajar beberapa hari lalu, mengedapankan upaya Restorative Justice (RJ), dengan tetap memberikan efek jera dan rasa tanggung jawab bagi anak-anak yang terlibat dalam kejadian tersebut.
Hal itu diungkapkan Ketua Komnas PA Provinsi Banten, Hendry Gunawan, Selasa (12/6/2023). Menurut pria yang akrab disapa Gugun ini, berdasarkan hasil pendampingan dan diskusi dengan Kapolresta Serang Kombes Pol Sofwan Hermanto dan Kasat Reskrim Polresta Serang AKP M. Nandar, beberapa waktu lalu. Ruang tahanan anak-anak yang terlibat tawuran, saat ini sudah dipindahkan ke ruangan tahanan yang terpisah dengan orang dewasa.
“Karena saat ini mereka masih berstatus sebagai pelajar, hak Pendidikan mereka tetap diutamakan. Kita akan terus berupaya mendorong dan mendampingi, hingga anak-anak mendapatkan putusan yang terbaik untuk masa depan mereka,” kata Gugun.
Gugun juga berharap, peran pengawasan orang tua perlu diperkuat. Karena dari fakta yang ditemukan di lapangan, anak-anak yang terlibat dalam kejadian tawuran tersebut berinisiatif membeli senjata tajam, melalui situs jual beli online dan urunan bersama teman-temannya.
Dalam penjelasannya, Gugun menuturkan, dalam mengendalikan tindak kejahatan yang dilakukan oleh anak dibawah umur membutuhkan teknik dan strategi khusus dalam penanganannya dengan berlandaskan Peraturan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang, Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Penerapan Undang-Undang SPPA ini, merupakan salah satu bentuk kepedulian negara terhadap masyarakat, khususnya para pelaku tindak pidana di bawah umur.
“Penetapan pidana terhadap anak-anak ini harus lebih mengedepankan restorative justice, rasa keinginan untuk bertanggung jawab, sadar akan kesalahan yang telah diperbuat, dan berjanji tidak akan mengulanginya kembali,” ujarnya.
Selain itu, Gugun juga menjelaskan bahwa penyelesaian masalah tawuran remaja tak hanya jadi ranah aparat yang bertugas mencegah dan mengamankan pelaku tawuran, tapi juga pemerintah setempat. “Perlu keterlibatan pemangku kebijakan dalam merespon kejadian yang melibatkan anak-anak saat ini,” tambahnya.
Selain itu, aksi tawuran ini sudah bisa dikategorikan sebagai bencana sosial karena berawal dari konflik, yang menyebabkan anak-anak terluka. Dan tentu saja penanganan bencana sosial diperlukan pendekatan yang berkelanjutan dan keterlibatan seluruh pihak yang punya keinginan yang sama agar kejadian serupa tidak selalu berulang di masa depan.
“Pemerintah daerah juga tentu harus mulai mengidentifikasi wilayah, sekolah, dan kelompok remaja mana yang sering tawuran, dengan memberikan dorongan pembinaan melalui program pembinaan mental maupun kegiatan positif lainnya sehingga anak-anak memiliki alternatif cara untuk menunjukkan eksistensi diri,” jelasnya.
Contoh kecilnya, lanjutnya, turut melibatkan anak-anak melalui kegiatan karang taruna atau bergabung dalam forum anak yang ada di masing-masing daerah. Karena karang taruna ada banyak kegiatan yang menguntungkan para remaja, tentu dengan dikelola dengan baik.
“Di Karang Taruna, mereka bisa mendapat banyak keterampilan, termasuk usaha. Dan juga dalam forum anak, bisa dibangun jiwa kepemimpinan dan rasa tanggungjawab di dalam diri anak,” pungkasnya. (mg2)
Diskusi tentang ini post