SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Kamis (15/06/2023), Mahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan penetapan putusan uji materi sistem pemilu. Delapan parpol, terkecuali PDI Perjuangan harap-harap cemas. Kabar rencana pembacaan putusan sistem pemilu itu, diiyakan Juru Bicara MK, Fajar Laksono.
Kata Fajar, pada Kamis ini, MK akan memutus sidang perkara gugatan terhadap Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Pemilu terkait Sistem Proporsional Terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022 lalu. “Pukul 09.30 WIB (pembacaannya),” kata Fajar, menyebut jam pembacaan putusannya.
MK mengakui proses sidang perkara itu memang memakan waktu panjang untuk sampai ke tahap putusan. “Kalau prosesnya lama, betul. Tetapi bukan berarti MK yang melakukan penundaan,” kata Fajar.
Fajar menyampaikan, proses gugatan ini berlangsung lama karena dipengaruhi banyaknya para pihak yang terlibat di dalamnya. MK mesti menyimak pandangan para pihak secara komprehensif sebelum sampai pada kesimpulan. “Lama bukan dalam konteks MK menunda atau memperlambat proses penyelesaian, tapi karena memang kebutuhan dan dinamika perkara itu,” ujar Fajar.
Majelis Hakim telah menerima simpulan dari para pihak pada Rabu (31/5) pukul 11.00 WIB. Penyerahan simpulan tersebut selaras dengan ketetapan Majelis Hakim pada persidangan Selasa (23/5/2023), yang meminta kepada para pihak untuk menyerahkan simpulan paling lambat Rabu (31/5/2023).
Untuk diketahui, MK telah menerima permohonan uji materi terhadap UU Pemilu terkait Sistem Proporsional Terbuka. Keenam orang yang menjadi Pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).
Sebanyak delapan dari sembilan fraksi di DPR pun menyatakan menolak sistem Pemilu proporsional tertutup. Yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDIP.
Bahkan delapan parpol mengancam akan mengubah UU MK, jika hakim konstitusi memutuskan mengubah sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup. Politisi Gerindra yang juga Anggota Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, siap menghadiri langsung sidang putusan MK soal sistem pemilu.
Dia berharap, ramalan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana yang mengklaim mendapat informasi soal putusan MK yang menerapkan kembali sistem proporsional tertutup tidak terjadi.
“Kami yakin MK akan memutus yang terbaik, yaitu proporsional terbuka, karena kalau kita melihat di persidangan, DPR sikapnya jelas ya menyampaikan pandangan proporsional terbuka, dan itu open legal policy-nya DPR,” tuturnya.
Bahkan, lanjut dia, sejumlah perwakilan partai politik di parlemen telah menyampaikan sikap menolak sistem proporsional tertutup, baik melalui konferensi pers maupun media sosial. Termasuk sejumlah rilis lembaga survei yang menunjukkan sebagian besar rakyat menginginkan sistem proporsional terbuka dipertahankan dalam penerapan pemilu.
Golkar pede, hakim MK akan menolak gugatan tentang sistem pemilu. Sebab, sistem terbuka akan lebih memberikan pertanggungjawaban politik anggota DPR kepada rakyat. “Melawan sistem proporsional terbuka sama saja dengan melawan kehendak rakyat,” beber politisi Golkar, Sarmuji.
MK juga tentu memperhitungkan secara teknis perundangan dan teknis penyelenggaraan pemilu. Artinya, hakim MK akan kesulitan menyesuaikan jika mengubah sistem di saat tahapan Pemilu sudah berjalan jauh.
PPP menyerahkan seluruh keputusan gugatan kepada para hakim konstitusi. “PPP siap saja dengan apapun yang diputuskan MK, meski untuk Pemilu 2024 ini sikap PPP seperti tujuh parpol lainnya yang ada di DPR mendukung sistem proporsional terbuka,” ujar Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani.
Juru Bicara PAN, Valeryan Bramasta meyakini, putusan MK atas dasar suara masyarakat terbanyak. Partai besutan Zulkifli Hasan itu menyebut suara terbanyak masyakarat adalah sistem pemilihan terbuka. “Hal ini penting karena melihat perjuangan bangsa ini memperjuangkan hadirnya demokrasi sekian puluh tahun, PAN yakin MK akan mempertimbangkan aspek ini,” bebernya.
Meski dikeroyok sendirian, PDI Perjuangan tidak cemas menunggu putusan MK soal sistem pemilu. Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah mengatakan, sistem pengkaderan di Banteng telah menyiapkan mental juang para kader partai untuk menghadapi situasi apapun.
“Dalam dua kali Pemilu legislatif pada 2014 dan 2019 dengan sistem terbuka, PDIP telah berhasil menjuarai pileg dan juga pilpres,” ucap. Basarah menegaskan, sikap partainya sejak dulu hingga sekarang selalu taat pada prinsip negara hukum. Oleh karena itu, apapun keputusan MK tentang sistem pemilu, PDIP selalu siap. “Apalagi dalam perkara tersebut posisi PDIP bukan sebagai pihak pemohon,” tukas Wakil Ketua MPR itu.
Lalu apa kata pengamat? Direktur Eksekutif Trias Politik Strategis, Agung Baskoro menilai, kecemasan menunggu putusan MK bukan cuma dirasakan delapan parpol Senayan. Melainkan masyarakat juga cemas lantaran gugatan ini berhubungan erat dengan partisipasi publik. “Karena ini terkait partisipasi publik yang bisa direduksi,” imbuh Agung.
Dia bilang, selama ini masyakarat tidak diberi ruang untuk ikut serta merekrut dan membentuk kaderisasi politisi. Bahkan masyakarat tidak diajak ambil bagian membentuk fungsi partai. “Perihal ini terkonfirmasi dengan rendahnya party ID (kedekatan pemilih dengan partai), sebagaimana temuan banyak lembaga survei kredibel selama ini,” jelasnya.
Karena itu, sistem proporsional terbuka menjadi win-win solution. “Baik bagi partai yang belum maksimal berperan dengan publik yang ingin terlibat memilih langsung wakil rakyat, yang sesuai aspirasinya,” pungkas dia.
Sebelumnya, eks Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana bikin heboh perpolitikan dalam negeri. Denny menyebut mendapat bocoran jika MK akan putuskan sistem pemilu tertutup. Namun, belakangan dibantah MK. Menurut MK, mereka belum mengambil putusan. (rm)
Diskusi tentang ini post