SATELITNEWS.COM, JAKARTA – Ujaran kebencian (hate speech) meningkat di media sosial (medsos). Bahkan, diprediksi akan semakin menggila mendekati kampanye. Bentuknya pun makin bervariasi. Tak hanya tulisan, tapi ada juga yang berbentuk video.
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja menyoroti fenomena ujaran kebencian yang makin meningkat. Bahkan, eskalasinya makin kencang ketika masing-masing bakal calon presiden (bacapres) telah mengumumkan kandidat wakilnya.
“Sekarang belum ada cawapres saja meningkat, apalagi sudah ada cawapres,” kata Bagja di Jakarta, kemarin.
Menurut Bagja, ujaran kebencian tidak selalu dalam bentuk tulisan. Bawaslu menemukan bentuk baru ujaran kebencian dalam bentuk video. Bentuk baru ujaran kebencian tersebut berpotensi sebagai pelanggaran.
“Saya baca di Twitter reply-nya itu ngeri sekali, sudah mulai naik. Di Facebook juga demikian,” katanya.
Bagja mengatakan, Bawaslu sudah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk melakukan pengawasan terhadap ujaran kebencian hingga rasisme jelang Pilpres 2024 yang tersebar di media sosial. Dia meyakini, eskalasi hate speech ini akan pecah pada masa kampanye.
“Misalnya, kita biarkan, tidak kita takedown, tidak peringatkan orang-orang yang melakukan hate speech dan juga rasisme yang bertebaran, maka makin banyak,” katanya.
Menurut Bagja, Pilpres 2024 termasuk pemilu, harus berjalan aman dan damai. Bawaslu tidak melarang adu gagasan melalui media sosial di dalam proses kampanye. Hanya saja, setiap pengguna media sosial harus menghargai kebebasan berpendapat orang lain.
“Boleh adu kreativitas, main sosmed, TikTok boleh, tapi yang penting kita menghargai kebebasan berpendapat orang lain juga. Itu yang harus kita lakukan saat ini,” kata Bagja, mengingatkan.
Sebelumnya, Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) mengajak Bawaslu untuk menangkal hoax dan ujaran kebencian melalui kampanye mereka yang berjudul Social Media 4 Peace.
Kepala Unit Komunikasi dan Informasi Kantor Wilayah Multisektoral UNESCO Ana Lomtadze mengatakan, saat ini hingga akhir siklus pemilu, ujaran kebencian, disinformasi dan konten menghasut yang tersebar secara online berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap pemilu dan memfasilitasi kekerasan di dunia nyata.
“Social Media 4 Peace memiliki dua tujuan. Pertama, mempromosikan narasi kedamaian di media sosial. Untuk tujuan ini, kami bekerja bersama dengan anak muda, pemimpin keagamaan,” ungkap Ana. (rm)
Diskusi tentang ini post