SATELITNEWS.COM, TANGERANG—Perhatiannya terhadap masalah TBC mengantarkan dokter yang satu ini meraih penghargaan tenaga kesehatan (nakes) teladan kategori dokter umum tingkat Provinsi Banten 2023. Tentu bukan perkara mudah untuk sampai jenjang saat ini. Ya, dia adalah dr Maria Nila Cahyana, tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas Panunggangan Barat, Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang.
Lalu seperti apa ceritanya? Sebelumnya dr Maria telah menyandang gelar dokter teladan tingkat Kota Tangerang pada tahun 2022. Maria dikirim oleh Dinkes untuk mewakili Kota Tangerang dalam penilaian di tingkat Provinsi Banten.
“Seleksi dokter teladan sudah saya ikuti sejak di tingkat kota, seleksinya sama baik tingkat kota dan provinsi yaitu ada ujian tertulis, presentasi dan wawancara, selain itu juga ada penilaian secara langsung oleh tim penilai yang berkunjung ke puskesmas dan ke lingkungan rumah, jadi penilaiannya holistik tidak hanya dari sisi profesi tetapi juga hubungan dengan rekan kerja, pasien dan lingkungan,” ujar dr Maria belum lama ini.
Dalam seleksi tingkat provinsi, Maria memaparkan inovasi yang dijalankan di Puskesmas Panunggangan Barat yakni terkait penanganan penyakit TB. “Angkat inovasi Sahabat TB. Inovasi ini singkatan dari Satuan Pemerhati Masalah TB. Salah satu upaya eliminasi masalah TBC di Puskesmas Panunggangan Barat,” ujar dr Maria.
Gelar dokter teladan yang diraihnya, dr Maria berkesempatan mewakili Provinsi Banten dalam ajang serupa untuk tingkat nasional. “Saya akan persiapkan diri dan memberikan yang terbaik untuk seleksi tingkat nasional. Dari provinsi sudah diminta menyiapkan berkas yang dibutuhkan,” ujar dokter yang baru lima tahun mengabdi di kota Tangerang ini.
Dalam inovasinya Maria menekankan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dalam eliminasi penyakit TB di Puskesmas Panunggangan Barat. “Inovasi ini mengajak masyarakat turut andil , jangan tenaga kesehatan saja yang mengurusi masalah kesehatan jadi kita merangkul dengan membentuk komunitas Sahabat TB,” katanya.
Sahabat TB yang digagasnya dirintis sejak tahun 2019. Awalnya ia memberikan pelatihan Training of Trainers (ToT) kepada empat orang masyarakat di wilayah Puskesmas Panunggangan Barat tentang penanganan TB. Keempatnya melakukan kegiatan penyuluhan secara mandiri di masyarakat. “Dalam kegiatannya tidak saya lepas begitu saja, mereka pertama sudah saya latih berupa ToT, kedua skrining mereka saya ajarkan bagaimana menemukan kasus TB di masyarakat,” ujarnya.
Kemudian ketiga mereka telah diajarkan bagaimana menemukan kasus poaitif TB di masyarakat, keempat diajarkan juga bagaimana cara menginvestigasi yang kontak TB. “Jadi kalau ada yang satu positif TB maka satu keluarganya yang kontak kita tes semua,” katanya.
Lalu kelima, mereka kegiatannya melakukan pengawasan pasien menelan obat TBC. “Saya pusatkan mereka mengerjakan lima kegiatan itu,” ujarnya. Saat ini dokter kelahiran Lahat, Sumatera Selatan, ini sedang mengembangkan Sahabat TB ada satu satgas disetiap RW.
“Tujuannya agar penanganan TB di wilayah tersebut lebih cepat, mulai dari laporannya, lebih terkontrol penanganannya sehingga tidak perlu menyebrang RW untuk menangani satu pasien,” ujarnya.
Maria mengawali karirnya sebagai dokter di tanah kelahirannya Lahat. Usai menyelesaikan studi kedokteran, dia lalu menjalani aktivitas sebagai dokter pegawai tidak tetap (PTT).
Selama 4 tahun lebih dr Maria ditempatkan dan menetap di daerah pedalaman dan terpencil. Dalam kurun waktu tersebut dia berpindah dari satu kecamatan ke kecamatan lainnya yang membutuhkan tenaga dokter. “Kehadiran saya di daerah terpencil kunjungan warganya untuk periksa kesehatan meningkat, kata mereka sebelumnya tidak ada dokter di wilayahnya,” ujar.
Seperti yang terbayangkan oleh masyarakat, bahwa daerah pedalaman tempat ia bertugas jauh dari kota. Kesulitan sinyal seluler hingga menempuh perjalanan yang jauh untuk mencapai tujuan. “Ada satu daerah yang harus menggunakan perahu, aktivitas ini saya jalani dengan sepenuh hati hingga akhirnya saya kembali ditugaskan di wilayah perkotaan dan diangkat menjadi PNS,” ujarnya.
Beberapa saat setelah menikah, dr Maria harus meninggalkan kampung halamannya dengan mengikuti jejak suami yang pindah bekerja di wilayah Tangerang. Ia pun mengajukan mutasi dan memilih Kota Tangerang setelah sebelumnya juga sempat mempertimbangkan kota lainnya seperti Bekasi dan Tangsel.
“Pilihan hati saya jatuh ke kota Tangerang. Dari awal pindah ditempatkan di Puskesmas Panunggangan Barat, bagi saya dimanapun bekerja dan ditempatkan adalah pengabdian dan memberikan yang terbaik,” ujarnya.
Sejak lulus studi kedokteran hingga saat ini dr Maria yang merupakan dokter umum lebih sering menangani pasien TB. Saat itu pertama kali mengabdi di Sumatera Selatan dipercaya menjadi pemegang dokter APJ Dots-TB. Yaitu dokter umum yang menangani pasien TB, sebab saat itu ditempatnya bertugas belum ada dokter spesialis paru.
“Memang dari situ awalnya kok saya berpikir saya dibiarkan dekat dengan pasien TB, saya juga sudah ikut pelatihan juga terkait TB, dan sampai sekarang saya pun ga lepas dari pemegang program TB,” ungkap dr Maria. Sekian lama menangani pasien TB, dr Maria memiliki pengalaman berkesan, salah satunya pernah ditolak oleh pasien TB.
“Pernah saya datangi, pasien menolak karena merasa sehat dan baik-baik saja, tetapi setelah dibujuk dan diberikan pemahaman berkali-kali bahwa TB itu menular dan mengancam anggota keluarga lainnya akhirnya pasien mau untuk diobati,” paparnya.
Dikatakan dokter muda yang pernah meraih penghargaan nakes terbaik di Kabupaten Lahat ini, bahwa pengobatan TB yang lebih lama dari penyakit lainnya membuat terjalin keterikatan dan kontak yang erat dengan pasien. “Ikatan batinnya lebih dekat, kalau penyakit lain 10-15 menit selesai, tapi kalau TB dokter juga melakukan kunjungan ke rumah pasien, mengawasi konsumsi obat pasien dan lainnya,” kata dia.
Kemudian kata dr Maria, pasien TB di Panunggangan Barat memiliki rasa terima kasih yang tinggi kepada nakes. Keterikatan dalam pengobatan TB yang membutuhkan waktu lama sehingga antara pasien dan nakes seperti telah menjadi keluarga. “Ada pasien yang sembuh membawa bingkisan dari rumah ada yang bawa telur bebek, bawa pisang, anggur, saya bilang ga usah lebih baik untuk kecukupan gizi pasien dan keluarganya,” tapi mereka tetap memberikan karena menganggap seperti keluarga sendiri,” ujarnya.(made)
Diskusi tentang ini post